Alvian, seorang pria muda nan tampan menginginkan sosok seorang Istri yang cantik dan aduhai.
Ia terpaksa harus menelan kekecewaan saat orang tuanya justru menjodohkan dia dengan Aylin, seorang perempuan tertutup dan bercadar.
Hal itu membuat Alvian berbuat sesuka hati agar Aylin tak kuat menjalani bahtera rumah tangga dengannya dan meminta untuk berpisah.
Namun, siapa sangka hal itu justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri setelah dia tahu kalau di balik cadar istrinya, tersembunyi paras cantik yang selama ini sangat ia idam-idamkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Alvian merasa sangat segar setelah mandi, lalu ia melaksanakan shalat subuh.
Alvian kini merasa hatinya terasa lapang, sesejuk embun pagi yang membasahi keringnya jiwa.
Sudah sangat lama sekali Alvian tidak mengingat Tuhannya, walaupun orang tuanya sudah sering mengingatkan tapi sesampainya di kamar ia hanya pura-pura shalat padahal bermain ponsel.
Selama ini Alvian hanya shalat saat shalat jum'at saja, itupun karena di paksa ikut ke masjid oleh sang Papa.
"Sudah sangat lama aku tidak merasakan ketenangan dan kedamaian seperti ini," gumam Alvian mulai merasa penuh sesal dan dosa.
Selesai sholat, Alvian memandang wajahnya yang tampak berseri dari pantulan cermin.
"Setelah semalam dipijat, sekarang tubuhku terasa bugar dan nyaman," gumam Alvian merasa langkahnya ringan.
Ia pun langsung keluar kamar, ingin melihat sedang apa kedua orang tuanya.
Alvian langsung bergabung saat melihat sang papa tengah menonton televisi sambil menikmati cemilan dan meminum kopi.
"Enak tidak Pa cemilannya," sapa Alvian.
"Enak, sini duduk biar istrimu yang buatkan kopi," ajak Pak Bastian.
"Aku tidak mau kopi, aku mau teh saja," sela Alvian bergegas ke dapur.
Alvian terpana melihat ibunya yang selalu tertawa saat mengobrol dengan istrinya, sungguh perasaan ini membuat Alvian sadar betapa berartinya kehadiran Aylin dalam keluarganya.
"Eh, sudah bangun. Kamu mau minum apa?" tanya Mama Veny membuyarkan lamunan Alvian.
"Teh hangat saja, jangan terlalu manis," jawab Alvian.
"Biar aku saja buatkan, sebaiknya Mama bergabung saja dengan Papa karena ini juga sudah hampir matang," sela Aylin.
"Ya sudah, Mama bergabung saja dengan Papa." Jawab Mama Veny lembut lalu menatap ke arah putranya. "Alvian, kamu bantu istrimu menyiapkan piring bersih ke meja makan!"
"Iya Ma," jawab Alvian patuh.
Aylin seketika merasa heran, biasanya suaminya akan mengeluh namun pagi ini tampak lebih ramah.
"Masak apa?" tanya Alvian penasaran.
"Capcay dan rendang," jawab Aylin.
Tanpa sadar Alvian tersenyum senang, tidak menyangka jika istrinya bisa tahu seleranya. Pasti karena sudah diberitahu oleh Mamanya.
Aylin juga merasa sangat senang, karena baru kali ini suaminya menampilkan senyuman yang tulus.
Dan saat seperti itu Alvian semakin tampan membuat Aylin semakin berdebar-debar.
Sarapan pagi kali ini terasa berbeda, karena Aylin membuat bekal makan untuk Alvian yang membuat Mama dan Papa sangat senang.
Alvian pemuda yang penuh gengsi mau dibuatkan bekal, bahkan saat dibuatkan oleh mamanya ia tidak pernah mau membawanya.
"Papa sangat senang melihat kalian yang akur seperti ini, Papa berharap semoga kalian segera dikaruniai anak. Kami sudah tua, sudah sangat menginginkan cucu," ucap Pak Bastian sumringah.
Alvian yang sedang meminum air putih seketika tersedak, jangankan memiliki cucu, melihat wajah istrinya saja belum.
"Aylin, Papa yakin kelak kamu akan bisa membimbing Alvian ke jalan yang benar. Walau sebenarnya itu adalah tugas suami untuk membimbing istri tapi karena keadaan kalian terbalik, Papa berharap kalian saling melengkapi dan menutupi kekurangan satu sama lain," tutur Pak Bastian.
"Kami semakin tua, yang kami harapkan adalah kebahagiaan kalian. Bukan hanya bahagia di dunia, tapi juga berusaha menggapai kebahagiaan di akhirat nanti. Semoga kalian diberkahi anak-anak yang sholeh dan sholehah, jika nanti Papa dan Mama meninggal akan ada keturunan yang tidak lupa untuk mengirimkan doa," timpal Mama Veny menangis haru.
Aylin menunduk, merasa malu dan takut jika Alvian akan marah. Tapi Alvian hanya diam sambil merenung.
"Aylin, kamu berangkat kerja jam berapa? Sepertinya di luar mendung, memang sudah musim hujan. Bagaimana kalau kerjanya diantar oleh Alvian?" sela Pak Bastian.
"Naik motor saja, Pa. Lagian tempat kerja Aylin dan Mas Alvian berlawanan arah," jawab Aylin sebelum suaminya lebih dulu menolak, nanti malah akan menimbulkan kesedihan di hati kedua mertuanya.
"Kalau nanti hujan bagaimana?" tanya Mama Veny cemas.
"Kan bisa memakai mantel, Papa dan Mama tenang saja," bujuk Aylin.
"Kalau begitu kalian siap-siap kerja, biar Mama yang membereskan ini," saran Mama Veny.
"Tidak usah, Ma. Masih waktu banyak kok, biar Aylin yang membereskan," tolak Aylin tak enak.
"Sudah Aylin, kamu juga perlu istirahat, ini semua biar dibereskan oleh Mamamu," bujuk Pak Bastian.
Akhirnya Aylin patuh, dalam hatinya tidak berhenti mengucapkan rasa syukur karena mertuanya sebaik ini.
Sedangkan Alvian juga ikut masuk ke kamar, dia terus berpikir mengenai perkataan kedua orang tuanya.
Tiba-tiba saja ponsel Alvian berbunyi, ada pesan dari Riana yang mengajak untuk membeli cincin pertunangan beberapa hari lagi.
"Kenapa aku jadi merasa ragu seperti ini untuk melangkah lebih jauh dengan Riana? Ah... Mungkin karena aku yang terlalu takut jika ketahuan kedua orang tuaku, atau karena ... " batin Alvian dilema, tak sanggup melanjutkan pemikirannya.
***********
***********
Lanjuuuut kakak 💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼