Sinopsis:
Zayden Levano, pewaris perusahaan besar, dihadapkan pada permintaan tak terduga dari kakeknya, Abraham Levano. Sang kakek memintanya untuk mencari Elara, seorang gadis yang kini bekerja sebagai wanita penghibur di klub malam. Keluarga Zayden memiliki hutang budi kepada keluarga Elara, dan Abraham percaya bahwa Elara berada dalam bahaya besar karena persaingan bisnis yang kejam.
Permintaan ini semakin rumit ketika Abraham menuntut Zayden untuk menikahi Elara demi melindungi dan menjaga warisan keluarga mereka. Di tengah kebingungan dan pertarungan moralnya, Zayden juga harus menghadapi kenyataan pahit bahwa istrinya, Laura, mengandung anak yang bukan darah dagingnya. Kini, Zayden terjebak antara tanggung jawab keluarga, cinta yang telah retak, dan masa depan seorang gadis yang hidupnya bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasutan Kena Sasaran
Bab 33
Di rumah Kakek Abraham
Setelah percakapan panjang dengan Kakek Abraham mengenai silsilah keluarga dan potensi bahaya yang mengintai, Elara memutuskan untuk pamit. Ia merasa perlu waktu untuk mencerna semua informasi yang baru diterimanya.
“Kek, aku rasa aku mau ke hotel aja. Atau, kalau boleh, aku ingin bertemu temanku waktu sekolah dulu, Leni,” ucap Elara dengan nada meminta.
Kakek Abraham mengernyit. “ Sekarang, ke mana pun kamu pergi, kamu harus didampingi bodyguard. Dunia luar tidak seaman yang kamu kira, terutama bagi seseorang dengan posisimu sekarang.”
Elara menghela napas panjang. “Kenapa harus ada bodyguard, Kek? Aku cuma mau santai. Kalau ada yang mengikuti, mana enak main sama teman, rasanya kayak diawasi terus.”
Wajah Kakek Abraham berubah serius. “Elara, kamu belum paham seberapa kejam dunia ini. Musuh-musuh keluarga kita tidak peduli siapa kamu. Mereka hanya peduli bagaimana memanfaatkan kelemahan kita. Kalau mereka tidak bisa menangkap Bahrun, cucunya bisa jadi sasaran empuk untuk dijadikan umpan. Pikirkan itu baik-baik.”
Elara terdiam. Ia merasa dunia ini terlalu rumit baginya. “Apa dunia bisnis memang setegang itu, Kek? Kenapa aku harus terlibat di dalamnya?”
“Karena kamu sudah bagian dari keluarga ini. Aku hanya ingin memastikan kamu aman. Kalau kamu merasa tidak nyaman, aku sarankan kamu kembali ke hotel. Tapi tetap, aku akan kirimkan sopir dan bodyguard untuk menemanimu,” tegas Kakek Abraham.
Elara akhirnya menyerah. “Baiklah, Kek. Aku ke hotel saja kalau begitu. Tapi tolong jangan terlalu banyak orang yang ikut. Aku belum terbiasa.”
Kakek Abraham tersenyum kecil. “Bagus. Sopir kepercayaanku akan mengantarmu. Kamu istirahat dulu di hotel. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku.”
Elara meninggalkan rumah Abraham dengan lesu. Dia pikir akan mudah menjadi istri orang kaya. Tinggal melayani suami, terus nikmati harganya. Beres.
###
Di tempat lain. Pertemuan Laura dan Lucas
Di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Laura dan Lucas duduk di meja paling pojok. Suasana pertemuan itu jauh dari kata akrab.
"Kamu yakin kita ketemuan? Bukankah Mami Rianti menunggumu?" tanya Lucas.
"Santai saja. Aku bilang sibuk pada Mami. Dia tidak akan rewel."
Lucas melipat tangan di dadanya, menatap Laura dengan tajam. “Kalau begitu, kenapa kamu harus kembali ke rumah Kakek Abraham tadi? Apa kamu lupa betapa curiganya mereka kepadamu?”
Laura mendengus. “Kamu pikir Kakek Abraham sepicik itu? Dia selalu berpikir positif. Kalau aku kembali, itu hakku. Aku masih menantu yang dicintai di rumah itu.”
Lucas menggelengkan kepala. “Tapi Zayden sudah membencimu. Kamu pikir mereka tidak sedang memasang strategi? Mereka bisa baik di depanmu, tapi menusuk dari belakang.”
Laura mengangkat bahu dengan santai. “Zayden? Dia tidak punya cukup bukti untuk melawan aku. Dan selama aku masih punya posisi di rumah itu, aku aman. Fokus saja pada caramu mendapatkan bagian dari perusahaan Levano.”
Lucas mengepalkan tangan, menahan amarah. “Kamu terlalu meremehkan mereka, Laura. Apa kamu pikir ini hanya soal uang? Kalau mereka berhasil menjatuhkanmu, kamu akan kehilangan segalanya.”
Laura mendekatkan wajahnya ke arah Lucas, berbicara dengan nada rendah namun tajam.
“Aku sudah bertahan sejauh ini, Lucas. Kalau kamu kere, siapa sih wanita yang mau bertahan bersamamu? Untungnya, aku masih ada di sisi Zayden. Lain kali, kalau kamu mau bertemu denganku, pastikan rencanamu matang. Jangan buat aku rugi karena kecerobohanmu!”
Lucas terdiam, menggertakkan gigi. Hubungan mereka memang seperti api dan minyak, tapi tujuan mereka tetap sama: kekuasaan.
Laura berdiri, merapikan tasnya. “Aku harus kembali sebelum ada yang curiga. Jangan lakukan hal bodoh lagi, Lucas.”
Lucas hanya mengangguk dengan kesal, menatap Laura yang pergi duluan begitu saja, menunggu di mobil. Ia tahu bahwa permainan mereka semakin berisiko, dan setiap langkah harus diperhitungkan dengan cermat.
###
Lucas memarkir mobilnya sedikit jauh dari rumah orang tua Zayden. Laura membuka pintu mobil, lalu menoleh ke Lucas dengan senyuman tipis.
"Jangan terlalu lama di sini, nanti ada yang melihat," bisik Laura sebelum mereka sempat saling cipika-cipiki.
Lucas mengangguk sambil melirik ke sekitar. "Hati-hati. Jangan sampai ada yang curiga. Kita harus tetap main aman."
Laura turun dari mobil dengan langkah anggun, berjalan menuju rumah keluarga Zayden. Kebetulan, Rianti, mami Zayden, sedang berada di taman depan rumah, mengarahkan tukang kebun yang tengah merapikan bunga-bunga.
Rianti melambaikan tangan saat melihat Laura mendekat. "Laura! Wah, akhirnya kita bertemu lagi. Sudah beberapa pekan, ya?"
Laura tersenyum lebar. "Iya, Mami. Maaf, aku sibuk sekali belakangan ini."
Rianti mendekat, mengusap lembut perut Laura yang mulai membesar. "Astaga, calon cucu mami semakin besar saja! Kamu harus lebih sering main ke sini. Yuk, masuk ke dalam."
Laura mengikuti Rianti masuk ke dalam rumah, duduk di ruang tamu yang nyaman. Seorang asisten rumah tangga segera datang membawa teh dan camilan. Setelah beberapa saat berbasa-basi, Laura memutuskan untuk membicarakan sesuatu yang lebih serius.
“Mami,” Laura memulai dengan nada hati-hati, “Ada hal yang ingin aku bicarakan. Aku rasa ini penting untuk Mami tahu.”
Rianti mengernyitkan dahi. “Ada apa, Nak? Kamu terlihat serius sekali.”
Laura menghela napas, menundukkan kepala sejenak sebelum melanjutkan, “Aku... Sebenarnya ragu mengatakan ini. Takut mami syok."
"Apa? Katakan saja."
Laura sedikit menunduk, "Zayden, Mami. Z-Zayden menikah ... lagi.”
Rianti tertegun, matanya membesar. “Apa maksudmu? Zayden menikah lagi? Itu tidak mungkin!”
Laura menatap Rianti dengan tatapan penuh simpati. “Aku juga tidak ingin percaya, Mami. Tapi ini benar. Dia menikah dengan gadis belia bernama Elara. Dia masih di bawah umur, dan itu bisa jadi masalah besar kalau sampai publik tahu.”
Rianti menutupi mulutnya dengan tangan, wajahnya tampak syok. “Zayden, di mana hatimu, istrinya sedang hamil! Bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu? Ini keterlaluan!” gumam Rianti.
Laura mengangguk pelan, memasang ekspresi penuh luka. “Aku tahu, Mami. Aku juga merasa hancur. Aku tidak tahu apa yang Zayden pikirkan. Tapi aku khawatir, pernikahan ini akan membawa banyak masalah, baik untuk keluarga maupun reputasi perusahaan.”
"Kamu sangat sabar dan dewasa, Laura. Kau disakiti, tapi masih bisa mementingkan nama baik keluarga," puji Rianti, terharu.
"Bagaimana pun, keluarga kita satu, Mami. Harus saling jaga."
Rianti terdiam, mencoba mencerna informasi itu. Ia merasa terpukul dan malu. Zayden, putranya yang selama ini dianggapnya bertanggung jawab, ternyata mengambil keputusan yang begitu ceroboh.
“Kalau begitu, aku harus bicara dengan suamiku,” kata Rianti akhirnya, nadanya penuh tekad. “Keluarga ini tidak bisa diam saja. Pernikahan itu harus ditinjau ulang!”
Laura tersenyum tipis, puas melihat reaksi Rianti. “Sekali lagi. Aku hanya ingin yang terbaik untuk keluarga ini, Mami. Aku harap Mami bisa menyelesaikan masalah ini secepatnya.”
Laura menyesap tehnya dengan tenang, sementara Rianti sudah merencanakan langkah selanjutnya di dalam benaknya. Laura tahu, hasutannya mulai bekerja.
Bersambung...