Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Aku Pergi
...----------------...
Ryan kembali ke rumahnya sudah larut malam. Lelaki itu terpaksa meminta keringanan kepada Aji untuk menunda kepindahannya. Tadinya dia berjanji akan pindah hari ini, tetapi dia lupa kalau malam ini dia harus melakukan syuting dari shoot yang terakhir. Ryan pun janji akan pindah besok pagi.
Semilir angin malam berembus lembut menerpa kulit. Dinginnya sampai menusuk tulang. Ryan berjalan perlahan menuju rumah kontrakannya sembari mengingat semua kenangan. Besok, rumah itu akan dia tinggalkan.
"Haih, kenapa akhirnya jadi begini ...?" Ryan menghela napas berat mengingat dirinya akan tinggal jauh dari Rara, "yah ... setidaknya aku sudah berhasil mengubah jalan takdir kematian Rara. Jadi, perjalanan ruang waktuku ini tidak sia-sia. Di masa depan nanti, Rara tidak akan pernah menjadi korban penculikan Danang lagi," ucap Ryan sambil mengulas senyuman.
"Kini sudah saatnya aku menata masa depanku sendiri. Mungkin, setelah sukses nanti, aku bisa kembali dan merebut hati Rara lagi," imbuh Ryan menyemangati diri.
Baginya, misi menyelamatkan nyawa Rara adalah yang terpenting ketika dia diberikan kesempatan hidup kedua. Hal itu sudah berjalan sesuai rencana, tetapi masa depan masih menunggu di depan sana. Ryan harus menggunakan kesempatan untuk memperbaikinya karena mengulang waktu seperti itu mungkin tidak akan kembali untuk ketiga kalinya.
Kali ini Ryan mengambil keputusan untuk menerima tawaran papanya. Yakni, membantu mengembangkan bisnis baru sang papa. Ryan memang tidak punya pengalaman di dunia bisnis, tetapi dengan pengalamannya dari masa depan, Ryan bisa tahu pasang surutnya perekonomian di masa sekarang hingga tiga tahun ke depan. Ryan akan memulai menanam saham untuk menambah investasi dan modal yang besar sehingga bisnisnya kelak akan berjalan lancar.
"Meong!"
Suara kucing kesayangan Rara menyita perhatian Ryan. Kucing itu seperti sedang menunggu si empunya rumah. Dia meringkuk di depan pintu, lalu beranjak berdiri ketika melihat Ryan pulang.
"Cingu?"
Ryan langsung meraih kucing tersebut untuk dia gendong. "Bukannya kamu tidur di kamar Rara?" tanyanya yang tentu saja tidak bisa dijawab oleh kucing tersebut.
Kucing itu memang seharusnya berada di kamar Rara karena jatahnya di rumah Ryan hanya ketika Rara sekolah. Namun, seolah tahu jika majikan keduanya akan segera pindah, kucing itu mencari cara untuk keluar rumah. Dia mau menemui tuannya sebelum mereka berpisah.
"Ayo, masuk dulu!"
Ryan membawa kucing itu masuk ke rumah, lalu meletakkannya di sofa. Kucing itu pun meringkuk sedih. Tatapannya terus tertuju pada Ryan.
"Kenapa? Kamu sedih aku mau pindah?" tanya Ryan sedikit bercanda. Adalah hal konyol jika dirinya bertanya pada seekor kucing yang tidak bisa bicara.
"Jangan khawatir! Aku hanya pindah rumah bukan berarti kita tidak bisa bertemu lagi, kan? Suatu saat kita pasti bertemu lagi. Setelah semuanya membaik, aku akan kembali mengejar ibumu."
Ryan selalu menyebutkan Rara dengan panggilan seperti itu kepada kucingnya. Menganggap kucing itu anaknya, lalu Ryan dan Rara adalah orang tuanya. Ryan selalu berkhayal mereka menjadi keluarga yang bahagia.
Ia pun mengusap kepala kucing itu dengan lembut. "Jaga dia untukku, ya! Jangan sampai ada laki-laki lain yang kamu terima jadi ayah tirimu!" ucap Ryan lagi, lalu tertawa kecil setelahnya. Ryan merasa seperti orang gila.
****
Esok paginya, Ryan sudah berkemas walaupun sang mentari belum menampakkan wujudnya. Beberapa kotak kardus dan koper sudah siap dibawa pindah. Dengan berat hati, Ryan harus menepati janji untuk segera pergi.
Tok! Tok! Tok!
Ryan mengetuk pintu rumah Rara. Sebelum, pergi, lelaki itu harus berpamitan kepada pemilik rumah. Pintu itu pun terbuka beberapa saat setelahnya.
"Nak Ryan?" Aji yang membuka pintu.
"Siapa, Pak?" tanya Salma yang sedang menyajikan sarapan. Perempuan itu langsung berdiri tegak ketika melihat Ryan masuk ke dalam. Rara pun ikut menengok. Gadis itu tengah mengaduk susu yang baru diseduh. Tangannya berhenti sesaat ketika pandangan mereka tiba-tiba bertemu. Hanya beberapa detik kemudian Rara beralih lebih dulu.
Tidak perlu menjawab, Salma sudah melihat sendiri siapa yang bertamu. Lekas, perempuan itu berjalan mendekati Ryan.
"Nak Ryan mau pamit pada kita," ucap Aji pada keluarganya.
Suasana di sekitar menjadi sedikit canggung. Keluarga Rara merasa tidak enak karena harus mengusir Ryan. Namun, perbuatan Ryan juga tidak bisa ditolerir. Rara masih sekolah, tentu saja orang tuanya khawatir anaknya itu akan salah langkah.
Mereka tidak ingin Rara terjerat oleh manisnya cinta semasa sekolah yang pada akhirnya merusak masa depannya. Apalagi sekarang Rara sudah menginjak kelas tiga. Masa rawan ketika dia harus terbuai karena cinta. Terlebih banyak berita viral tentang anak SMA yang gagal ujian karena ternyata sudah hamil di luar nikah.
"Aku mau pamit sama kalian. Terima kasih sudah menerima aku sebagai penghuni kontrakan. Kalian jangan khawatir, sisa pembayarannya nggak perlu dikembaliin. Anggap aja sebagai kompensasi atas kesalahanku terhadap ... Rara," ucap Ryan panjang lebar.
"Iya, Nak. Jaga diri kamu baik-baik! Maaf, kami tidak bisa membantu kamu berkemas," ucap Salma sambil tersenyum samar.
"Nggak apa-apa, Bu. Barang-barangku cuma sedikit, kok. Udah aku packing semua. Aku pergi sekarang, ya. Kuncinya udah aku kasihkan ke Bapak." Setelah berkata seperti itu, Ryan berbalik badan hendak melangkah keluar. Namun, urung karena ada satu hal dia lewatkan.
"Oh, ya ... boleh aku minta sesuatu?" tanya Ryan pada Salma.
"Minta apa?"
"Tolong rawat Cingu dengan baik! Jangan usir dia! Aku sudah memesan kandang untuk dia. Nanti siang akan ada orang yang mengantarkannya. Simpan saja di belakang rumah! Itu akan jadi tempat persembunyiannya selagi Rara sekolah."
Rara tertegun mendengar Ryan yang begitu peduli dengan kucing peliharaannya tersebut. Hatinya terenyuh dan menyuruhnya untuk menatap lelaki itu dengan lekat. Tiba-tiba saja darahnya berdesir hebat ketika melihat wajah Ryan yang terlihat tampan berkali-kali lipat. Apa mungkin mata Rara terserang katarak?
"Aku pergi sekarang. Permisi."
Perkataan Ryan membuat kesadarannya kembali. Ia mendengkus kesal karena sempat memikirkan hal-hal yang tak masuk akal. Namun, kakinya ingin sekali menyusul Ryan keluar. Dia ingin melihat kepergian Ryan, tetapi rasa gengsi itu masih saja jadi penghalang.
"Meong!"
"Cingu?"
Rara langsung beranjak ketika mendengar kucingnya bersuara. Asal suaranya dari arah luar sana. Seluas senyuman pun terbit seketika. Gadis itu jadi mempunyai asalan untuk keluar mengantarkan Ryan.
"Baik-baik dengan ibumu, ya!"
Rara bisa mendengar perkataan Ryan kepada kucingnya sambil berjongkok dan mengusap kepala kucing dengan lembut.
Senyuman Rara semakin lebar saja. Walaupun dirinya masih dibentengi rasa gengsi, mendengar kalimat Ryan hatinya senang sekali.
...----------------...
...To be continued...
Dukung author dengan, subscribe, like, komentar, dan vote, ya🌹