Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Tak Dianggap
Virgo langsung berbalik dan memeriksa luar. Di depan kamarnya, Lusi mengendong Tirta yang rewel.
"Kenapa di luar?" omel Virgo yang tak suka Lusi menghilang begitu saja.
"Tirta rewel," jawab Lusi dengan jujur. Karena memang saat itu Tirta kelihatan benar-benar rewel.
"Masuk ke dalam sekarang!" perintah Virgo dengan gayanya yang dominan dan patriarki.
Lusi kemudian masuk, meskipun anaknya semakin rewel.
"Kenapa dia rewel! Itu bising sekali!" gerutu Virgo kemudian masuk kamar mandi. Mereka akan check out siang ini. Virgo pun akan bersiap-siap. Namun, dia akan mandi dulu.
Usai Virgo mandi, lelaki itu ganti meminta Lusi untuk mandi juga.
"Letakkan saja anak ini di ranjang. Kau mandilah!" ucap Virgo.
"Aku sudah mandi pagi tadi," balas Lusi.
Virgo memicingkan mata tak percaya. Mungkin karena Lusi tak pakai makeup, mandi atau tidak sama sekali tak kelihatan bedanya.
Karena tidak perlu menunggu Lusi mandi, meskipun kelihatan seperti belum mandi, Virgo lantas menelpon Roy. Lelaki itu menjauh saat menelpon sekretarisnya itu, jadi Lusi tak bisa mendengarnya.
Tak berselang lama setelah Virgo menelpon, pintu kamar hotel mereka sudah diketuk. Roy sudah rapi menunggu di depan pintu.
"Kita pergi sekarang, Pak?" tanya Roy.
Virgo pun mengangguk, dia jalan duluan melewati Roy. Membiarkan anak serta istri sirinya itu berjalan di belakang. Seperti menjaga jarak, agar tidak dicurigai orang-orang. Atau mungkin Virgo malu, jalan berdua dengan Lusi yang stylenya terlalu biasa, sederhana sekali. Bahkan dibanding art di rumah besar Virgo, Lusi kalau jauh.
Virgo suka menilai orang secara fisik, bahkan tak ragu-ragu mengatakan Lusi bau. Tapi kalau sudah mode on, dia seperti menelan ludah sendiri. Munafik dan selalu ingin menang sendiri.
***
Di pelataran hotel, justru Roy yang kelihatan perhatian pada Lusi. Membawakan tas wanita itu karena sibuk mengendong Tirta, yang katanya anak pak Virgo tersebut.
"Kali ini kita akan ke mana?" tanya Lusi. Dia berani bertanya pada Roy karena orangnya berbeda dengan suaminya itu. Meskipun Roy juga menjengkelkan, tapi tak separah Virgo.
"Nanti kamu pasti tahu," kata Roy. Dia tak mau berbicara banyak lagi. Takut bosnya marah.
Lusi pun terdiam, sampai masuk mobil pun dia tak bertanya lagi. Dia duduk di jok belakang sambil memangku Tirta yang sudah anteng karena memegang Snack.
Kurang dari satu jam, mobil mewah itu memasuki sebuah perumahan. Bukan perumahan biasa, sebab di gerbang utama langsung diperiksa. Rupanya, Lusi akan ditempatkan di salah satu rumah cluster yang dadakan carinya. Kalau bukan orang berduit, pasti prosesnya tidak gampang.
Agen property mengantar Virgo untuk menunju unit yang sudah siap huni. Semuanya serba instan, beberapa kali tanda tangan langsung serah terima. Masih atas nama Virgo, karena rata-rata Lusi juga tidak lengkap.
"Sekarang kamu boleh balik. Pesan taksi, ambil mobil lain. Tinggalkan mobil ini di sini," perintah Virgo pada sang sekretaris.
Roy begitu mudahnya patuh, ini karena dia digaji. Gajinya pun tak main-main. Belum lagi bonus. Makanya sudah punya apartemen, kendaraan mewah sendiri. Hasil kerja ikut Virgo. Loyalitas tanpa batas, harus sedia 24 jam kalau Virgo menghubungi. Sepadan dengan transfer gaji yang masuk.
"Kalau begitu saya permisi, saya akan tunggu di luar sampai taksi datang," pamit Roy.
Lelaki itu sempat melirik Lusi yang juga mencuri pandang ke padanya.
"Permisi," Roy pun pergi.
***
Agen property juga sudah pergi, sekarang di rumah dua lantai itu cuma ada mereka bertiga, Virgo dan anak istinya.
"Mulai sekarang, kamu tinggal di sini. Aku cukupi segala kebutuhan kamu, tidak usah bekerja lagi. Cukup melayaniku! Paham?"
"Melayani seperti apa? Apa dijadikan teman tidur saja? Apa saya seperti placur di mata Bapak? Bapak datang pada saya saat menginginkan tubuh saya, setelah Bapak puas, Bapak seperti orang asing."
Virgo langsung mencebik. "Jadi mau kamu apa, Lusi? Harusnya kau bersyukur. Aku sudah mengangkat derajatmu!" ujar Virgo dengan sombongnya.
Setelah itu, dia menyambung kalimatnya lagi. "Jangan-jangan kau berharap lebih? Lihat dirimu Lusi ... Kau sebelumnya cuma cleaning service."
Lusi dihina lagi, tapi kali ini tidak diam. "Kalau begitu, saya minta kamar terpisah."
Giliran Virgo yang panik, tapi wajahnya tetap cool, tegang dan angkuh.
"Ini rumahku, kau harus patuhi semua aturan ku! Tidak ada kamar terpisah!" ucapnya tegas dan bersambung.
terimakasih juga kak sept 😇