Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Luna baru saja melempar remote ke arah televisi hotelnya. Layar yang menampilkan wajah tampan Hyun-jae di konferensi pers pagi tadi kini berubah menjadi hitam. Nafasnya naik turun cepat, mata berkaca-kaca karena marah.
“Bagaimana bisa dia ... membela perempuan itu?!" serunya nyaris berteriak, menendang kursi di depannya.
Dalam pikirannya, Harin tidak lebih perempuan manja yang tidak bisa apa-apa. Hanya beruntung terlahir di keluarga berada.
Dia marah sekali karena pagi ini, seluruh dunia seolah memandang Harin sebagai sosok yang istimewa, karena satu kalimat dari bibir Hyun-jae yang dingin namun melindungi.
"Dia bahkan bilang akan melindunginya... di depan semua kamera," gumam Luna, suaranya serak penuh amarah.
"Apa dia sudah gila?"
Luna menatap pantulan wajahnya di cermin. Riasan tebalnya kini sedikit berantakan. Ia menggigit bibir, lalu tersenyum miring.
"Kamu tetap nggak akan menang melawanku, Harin."
Ucapnya sinis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Habis memberikan klarifikasi, Hyun-jae langsung ke lokasi syuting. Ia tiba di lokasi dengan langkah panjang dan tatapan tajam yang membuat siapa pun menyingkir begitu ia lewat. Udara di studio terasa sedikit tegang pagi itu, bukan hanya karena jadwal padat, tapi karena semua orang sudah mendengar tentang konferensi persnya yang mengguncang dunia hiburan.
Beberapa kru pura-pura sibuk ketika aktor itu lewat, padahal dari tadi mereka diam-diam membicarakannya. Serta asisten cantik yang dia bawa kemarin.
"Dia beneran bela asistennya sampai segitunya, ya?" bisik salah satu penata lampu.
"Gila, itu kayak pengakuan terselubung nggak sih?" sahut kru lain sambil menahan tawa gugup.
Namun semua bisik-bisik itu langsung terhenti saat Hyun-jae menatap tajam ke arah mereka. Sekilas saja, tapi cukup membuat mereka semua pura-pura sibuk mengatur kamera dan kabel.
Ia menaruh tasnya di kursi dekat set utama, lalu melangkah menuju ruang monitor tempat Juno sudah menunggunya. Manajernya itu terlihat agak gelisah, masih memegang ponsel dengan wajah penuh pikiran.
"Bagaimana, semua sudah aman?" tanya Hyun-jae datar sambil membuka jasnya.
Juno menatapnya sejenak sebelum mengangguk pelan.
"Sebagian media sudah menurunkan artikelnya, tapi akun-akun gosip di media sosial masih terus menyebarkan potongan video dari konferensi tadi."
Hyun-jae tidak terlihat terkejut. Ia hanya mendesah pelan, lalu mengambil botol air mineral di meja.
"Biarkan saja. Mereka akan lelah sendiri."
"Tapi, Hyun-jae," Juno mendekat sedikit, menurunkan suara.
"Kau sadar tidak? Klarifikasi tadi membuat semua orang makin yakin kau punya hubungan khusus dengan gadis itu.
"Aku tahu." jawabnya singkat, menutup botol.
"Dan kau tidak masalah?"
Hyun-jae menatapnya lama, lalu mengangkat sebelah alis.
"Apa itu masalah, kalau aku memang ingin melindunginya?"
Juno terdiam. Ucapannya ingin keluar, tapi tenggorokannya terasa kering. Ia sudah lama mengenal Hyun-jae, tahu betul bahwa laki-laki itu jarang melibatkan emosi dalam hal pribadi. Tapi kali ini, suaranya mengandung sesuatu yang berbeda. Ada ketulusan yang terlalu dalam untuk sekadar pernyataan profesional.
Juno menatapnya lama sebelum akhirnya menghela napas.
"Baiklah. Tapi kalau kau betul-betul ingin melindunginya, kau perlu tahu sesuatu dulu."
Hyun-jae mendongak.
"Apa?"
Juno memutar ponselnya, memperlihatkan tangkapan layar dari akun gosip anonim yang pertama kali menyebarkan foto Harin.
"Aku sudah melacak lewat jalur agensi dan beberapa kenalan IT. Orang di balik pemilik akun ini adalah … Luna Rugita. Kau ingat aktris pendatang baru yang berperan sebagai pembantu?
Nama itu membuat rahang Hyun-jae menegang. Luna? Wanita caper saudari tiri Harin?
"Lihat, cctv dari arah kalian di potret, pelakunya adalah orang yang sama, memang perempuan itu. Kau juga menyuruhku memeriksa cctv di toilet lantai dua kemarin sore kan? Perempuan itu mengikuti gadismu diam-diam."
Hyun-jae menatap layar ponsel beberapa detik tanpa bicara. Ruangan mendadak terasa lebih dingin.
Hyun-jae menatap Juno dengan sorot mata yang menusuk.
"Si Luna ini pakai akun fake, tapi jejak IP-nya nyangkut di jaringan Wi-Fi agensi produksi ini. Aku sudah minta bantuan teman yang di bidang keamanan data buat memastikan. Tapi dengan kemampuanmu, sebenarnya kau sendiri bisa melacaknya."
Hening. Suara kru di luar terdengar samar-samar, tapi di antara Hyun-jae dan Juno, waktu seolah berhenti.
Hyun-jae memejamkan mata sebentar, mencoba menahan dorongan emosinya. Luna... gadis itu berani menyentuh wilayah yang seharusnya tidak boleh dia dekati.
"Dia pasti melakukannya pasti karena iri," lanjut Juno dengan nada hati-hati.
"Aku dengar perempuan itu penggemar beratmu. Mungkin dia tidak senang kau membawa gadis lain sebagai asistenmu, dan memperlakukannya berbeda."
Hyun-jae berdiri perlahan, menatap layar monitor yang menampilkan set tempat Luna sedang bersiap di depan kamera. Gadis itu tampak cantik, berusaha tampak profesional sambil tertawa dengan para kru. Tapi bagi Hyun-jae, semuanya terlihat seperti kepura-puraan yang menjijikkan.
"Jangan lakukan apa pun dulu,” kata Juno cepat, tahu arah pikirannya.
"Aku tahu kau bisa melacak dan membalas dengan caramu sendiri, tapi ..."
"Aku tahu apa yang harus kulakukan." balas Hyun-jae dingin.
Ia berjalan menuju ruang rias tanpa menoleh lagi. Langkahnya tenang, tapi setiap orang yang berpapasan dengannya bisa merasakan aura berat yang memancar.
Beberapa belas menit kemudian proses syuting di mulai. Hyun-jae selalu profesional. Meski kali ini, masalah Harin membuatnya cukup terbawa arus emosi, tapi masih bisa ia tekan.
Hyun-jae sempat menulis pesan whatsapp pada Harin sebelum memberikan ponselnya pada Juno.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di apartemen, Harin masih belum tahu apa pun. Ia sibuk menonton drama dan makan camilan yang dipesan lewat aplikasi. Sekali-dua kali ia menatap black card di atas meja, tak percaya ia benar-benar menggunakan black card milik Hyun-jae.
"Masih nggak nyangka dia baik juga pinjemin aku kartu." gumamnya sambil tersenyum kecil.
Harin memeluk bantal, merasa hidupnya mulai berubah lebih menyenangkan sejak bertemu lelaki itu, lelaki yang dingin tapi anehnya dia merasa dilindungi dan di perhatikan.
Namun, baru saja dia duduk santai sambil memuji-muji pria itu, pesan whatsapp yang masuk membuatnya senyumnya runtuh.
Hyun-jae oppa
Datang ke lokasi syutingku sekarang juga. Kau tidak jadi libur. Waktumu satu jam dari sekarang.
Harin menutup matanya dalam-dalam. Dasar laki-laki pemberi harapan palsu. Padahal sudah di puji-puji dari tadi.
Huftt!
Harin membuang nafas kasar, lalu dengan cepat dia masuk ke kamar dan mandi secepat mungkin.
"Aktor sialan! Kalau aku muji kamu lagi, panggil aku babi!"
Makinya tanpa pikir panjang.
jangan menangis..