Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Aku pergi
Lama Airlangga tercenung dalam kesunyian. di hadapannya meringkuk seorang perempuan yang sedang mabuk berat. Tanpa sadar ia tiba-tiba tersenyum saat teringat akan ocehan jujur Agnia beberapa saat yang lalu.
" Kau ini punya wajah setampan ini, tapi kenapa selalu saja datar dan dingin?"
"Dasar Air keras, Air batu! Air kulkas!"
"Apakah kau tahu? Aku sangat sedih karena kau meninggalkanku demi mantan pacar mu itu. Kenapa, kau sangat mencemaskan dia? Kau bahkan tidak memakan makanan yang aku pesan untukmu! Kau jahat!"
Dan karena teringat kalimat itu, ia jadi teringat juga dengan Mely. Betapapun menyakitkan masa lalunya, nyatanya ia tak bisa melihat Mely terluka. Tidak, ia harus meyakinkan diri bahwa apa yang telah ia lakukan tadi adalah murni karena sisi kemanusiaannya.
Apalagi, saat melihat orangtua Mely tadi, rasa sakit hatinya kembali merajam.
Pandangan lalu beralih pada bibir Agnia. Ia mendadak berdesir karena saat mabuk dulu, Agnia pernah menciumnya. Ia menggoyangkan kepalanya agar semua pemikiran-pemikiran yang cukup mengganggu itu gugur semuanya.
Keesokan harinya di rumah sakit, Mely yang kini berbaring dengan wajah pucat akhirnya teringat bila sosok yang membopongnya ke mobil adalah Airlangga. Tidak salah lagi, meskipun ia hanya bisa melihat samar-samar, tapi ia paham betul aroma tubuh pria itu.
Hal itu juga di perkuat dengan penuturan seorang perawat yang mengatakan jika orang yang mengantar Mely ke sana adalah seorang laki-laki tampan bertubuh tinggi tegap.
"Tidak salah lagi, kau masih peduli padaku Elan. Aku tahu kau pasti tidak bisa berpaling dariku!" Mely tersenyum sendiri dalam batinnya yang penuh percaya diri.
"Mely, nak?" ucap seseorang sesaat setelah membuka pintu.
Ia menoleh saat suara orangtuanya memanggil.
"Elan yang membawaku kemari!"
Orang itu mengerutkan keningnya. "Elan, kau masih berhubungan dengan pria miskin itu?"
Mely segera menggeleng, "Selama ini kita sudah salah menilai. Dulu dia hanya ingin mengetes ku, sayangnya aku tidak tahu. Dia tidak benar-benar miskin!"
"Apa maksudmu?"
Mely langsung menceritakan semua hal yang ia ketahui soal Airlangga. Membuat orang tuanya tersenyum senang sebab akhirinya mereka tidak akan kuatir lagi dengan masalah keluarga mereka.
Hidup mereka sedang tidak baik-baik saja karena pria yang menjadi selingkuhannya Mely dulu tertangkap polisi akibat kasus korupsi mega proyek. Membuat hidup mereka kini agak goyang.
"Kalau begitu, kau harus bisa mengambil hatinya lagi, ini kesempatan!"
Di lain pihak, Agnia yang baru melek di jam sesiang ini langsung berjalan ke tepi jendela dan melihat Airlangga yang pulang dari lari. Sepertinya pria itu sudah lama berlari sebab pakaiannya terlihat sangat basah.
Samar-samar ia mendadak teringat jika semalam ia di gendong pria itu lagi. Sisanya ia tak ingat apa-apa sebab sepertinya ia mabuk.
"Darimana dia tahu kalau aku di bar?" ia bermonolog sembari melihat Airlangga yang berbicara dengan tukang kebunnya.
Ia yang merasa sangat malas hari ini kembali melempar tubuhnya ke kasur lalu memandangi langit-langit kamarnya. Semakin hari perasaan yang ia rasakan pada bodyguardnya itu kian menggila. Tapi kenyataan yang ada justru membuatnya makin stres saja.
Rasa cemburu yang kemarin menyerangnya kembali membuat suasana jadi suntuk. Ia kini jadi ingat sepenuhnya, pertama kali melihat Mely di acara pesta rekan kerjanya, lalu di kantor Airlangga tempo hari, dan kemarin? Ah sialan, Agnia sungguh kesal jika teringat akan hal itu.
Agnia bahkan merekam dengan jelas ekspresi Airlangga yang panik ketika mengangkat tubuh Mely.
Brengsek!
Ia lalu bangun dan menatap wajah pucatnya di cermin. Ia merasa tak ada yang salah dengan wajahnya, tapi kenapa Airlangga sungguh tak pernah notice terhadapnya.
Ponsel bergetar, tangannya terulur meraih benda pipih itu lalu membukanya.
"Paman sudah mengecek beberapa jajaran di perusahaan. Ada banyak pegawai yang merupakan orang Jovan. Kalau tidak sibuk, kita bisa membahas hal ini. Lebih baik rekrut orang baru!"
Agnia senang membaca pesan itu . Kembalinya paman Yahya membuatnya merasa memiliki orang tua lagi.
Ia merasa lapar dan ingin turun ke bawah, namun saat membuka pintu, bersama dengan Airlangga yang juga akan mengetuk pintu kamarnya.
"Ada apa?" tanyanya pura-pura cuek.
"Kau sudah bangun?"
"Hemmm!" membalas cuek padahal ia sangat senang karena Airlangga sudah mau berinisiatif bertanya dulu.
"Dua hari lagi tugasku selesai. Setelah ini aku akan pergi sebentar ada urusan!"
Baru saja merasa senang, kini ia kembali merasa terlempar ke jurang paling dalam. Sepi, sunyi.
"Terserah!" jawabnya sambil ngeloyor pergi.
Airlangga mengerutkan keningnya saat Agnia nampak cuek pagi ini. Sementara Agnia merasa sangat kesal. Sekalinya berbicara hanya mengenai masa purna nya.
Beberapa waktu kemudian, Airlangga terlihat sudah berganti pakaian. Pria itu mendatangi Agnia yang masih asyik bermain ponsel di ruang makan.
"Aku pergi!" pamit Airlangga.
"Mau menemui mantan pacarmu itu?"
Airlangga mengentikan langkahnya lalu balik menatap Agnia. Ia menangkap kilatan kekesalan yang kentara.
"Tidak!"
Agnia langsung pergi naik tangga menuju kamarnya. Bohong sekali, pikirnya. Berdandan setampan itu mau kemana lagi kalau bukan untuk menemui mantan pacar?
Sepanjang perjalanan, Airlangga kepikiran dengan Agnia yang mendadak cuek dan ketus. Dia memang tak menemui Mely, tapi dia datang menemui Ibunya.
"Kau sudah menemukan barang itu?" tanya Hades.
"Belum!"
"Sudah hampir dekat!"
Untuk kesekian kalinya, Airlangga belum mendapatkan kemajuan. Ibunya tadi bahkan histeris saat Hades sedikit memaksanya. Ia larut dalam lamunan saat pulang dari tempat Ibunya. Kemana lagi dia harus mencari benda itu. Ia bahkan sudah meminta Tian juga Zidan.
***
Waktu ternyata berjalan lebih cepat dari yang di duga. Tiba akhirnya masa kerja Airlangga berakhir. Ia berniat menemui Agnia untuk berpamitan. Tapi reaksi perempuan itu membuat Airlangga bingung.
"Terimakasih untuk kerja sama selama ini. Kau sudah banyak menolongku!" ucap Airlangga demi teringat akan nominal fantastis yang di gelontorkan Agnia untuk dirinya. Meksipun semua itu ternyata belum bisa membuat Ibunya bebas.
Agnia tak berani menatap Airlangga yang saat ini posisinya tepat berada di belakangnya. Hatinya mendadak sesak dan matanya tiba-tiba terasa panas. Tapi ia tak boleh menunjukkannya kalau dia sedang sedih.
"Jika sudah tahu akan pergi untuk apa kemari. Menambah kesedihan ku saja!"
Airlangga terdiam. Sungguh tak paham dengan kalimat yang di utarakan.
"Aku pergi!"
"Pergi sana!"
Pria itu menghela napas lalu kemudian berbalik. Kenapa Agnia jadi jutek begini? Bukankah selama ini pekerjaannya terjanlankan dengan sangat baik?
Dan saat pintu benar-benar tertutup, barulah Agnia menitikkan air mata lalu menangis dalam kesendirian. Entah mengapa ia sangat tidak ingin di tinggalkan Airlangga. Berbulan-bulan bersama pria itu, dia harus mengakui jika ia telah jatuh kepada Airlangga.