Tawanan Tuan De Santis
Damien turun dari Jeep Wrangler hitam, di halaman bangunan berlantai dua. Dia melangkah gagah ke depan pintu, lalu menoleh ke kamera pengawas di sudut atas.
“Damien De Santis. Aku ingin bertemu dengan Patrizio Mazza.”
Tak berselang lama, pintu terbuka lebar. Dua pria bertubuh tinggi besar muncul.
“Tuan Patrizio tidak bisa diganggu,” ucap salah seorang dari dua pria itu.
Damien maju ke hadapan pria yang tadi bicara. “Patrizio akan menyesal, jika terus menghindariku,” ucapnya dingin dan penuh penekanan.
Kedua anak buah Patrizio saling pandang sesaat, sebelum akhirnya mempersilakan Damien masuk. Salah satu dari mereka bahkan mengantar ke ruangan sang bos.
“Da-Damien?” Patrizio terkejut, atas kedatangan Damien di tempatnya. “Ada apa?"
“Kau tahu alasanku kemari,” sahut Damien dingin.
Patrizio beranjak dari kursi, lalu berjalan ke hadapan Damien. “Bukankah aku sudah meminta keringanan? Aku berjanji akan segera melunasi sisa pemba —” Tiba-tiba, Patrizio terpaku merasakan ujung runcing belati di permukaan kulit leher. Senjata tajam itu berasal dari dalam lengan jaket Damien.
“Aku bersumpah, Damien,” ucap Patrizio tegang, dengan jakun naik turun. “Sekarang, aku belum punya uang untuk melunasi sisa pembayaran senjata.”
“Jika bukan atas rekomendasi Nicola, aku tidak akan pernah berbisnis denganmu. Kau masih beruntung karena aku bersedia memberikan tenggang waktu,” ucap Damien, seraya menggerakkan perlahan belati tadi.
Patrizio memejamkan mata, merasakan perih dari luka sayat kecil yang menghasilkan darah segar. “Anak buahku tertangkap saat tengah bertransaksi. Semua barang disita. Aku merugi ratusan ribu euro karena penyergapan itu,” terangnya, seraya meringis ketika ujung belati menusuk perlahan permukaan kulit leher.
“Itu bukan urusanku," balas Damien dingin. "Aku hanya ingin kau segera melunasi sisa pembayaran senjata. Jika tetap mangkir ….” Damien mendekatkan wajah, seakan khawatir Patrizio tak bisa mendengar jelas ucapannya. “Aku tahu berapa harga organ dalam, di pasar gelap saat ini.”
“Kuberikan kau jaminan,” ucap Patrizio segera. Sebagai seseorang yang sudah malang-melintang di dunia hitam, dia mengetahui pasti siapa Damien De Santis. “Adik tiriku sangat cantik. Kau boleh membawanya."
“Aku tidak tertarik!” tolak Damien tegas.
“Aku yakin kau tidak akan menolak,” ucap Patrizio. Diam-diam, dia menekan tombol di meja.
Damien yang menyadari hal itu, segera menarik dan membalikkan tubuh Patrizio. Dia menjadikan sebagai tameng, dengan belati tetap berada di depan leher.
Secepat kilat tangan kiri Damien mengambil pistol dari balik pinggang, lalu mengarahkannya ke pintu. Saat terbuka, pria tampan berjaket kulit tersebut langsung menarik pelatuk. Sebutir peluru meluncur, menembus dada pria yang menerobos masuk ke ruangan itu.
Tak berselang lama. muncul lagi pria lain yang menyusul masuk sambil mengokang pistol. Namun, sebelum sempat menembakkannya, peluru milik Damien lebih dulu menyambut dan bersarang di kening si pria.
“Kau benar-benar kurang ajar!” maki Damien kesal.
Tak ingin terjebak di sana, Damien berjalan penuh kewaspadaan keluar dari ruangan itu. Dengan tetap menjadikan Patrizio sebagai tameng, dia melintas di depan tiga pria yang siap menembaknya.
“Tembak aku! Kupastikan kepala bajingan ini akan terlepas dari tubuhnya!” ancam Damien serius. "Keluarkan peluru kalian, lalu letakkan pistolnya di lantai."
“Lakukan apa yang dia perintahkan," titah Patrizio.
Anak buah Patrizio menurut. Mereka mengeluarkan peluru, lalu meletakkan pistol masing-masing di lantai. Ketiga pria itu hanya terpaku, membiarkan Damien berjalan ke dekat pintu keluar.
Namun, sebelum Damien tiba di pintu, dari belakang ada pergerakan mencurigakan. Damien yang berinsting tajam, segera menoleh. Refleks, dia menarik pelatuk. Satu peluru kembali dimuntahkan dan mengenai sasaran.
“Aw!” pekik suara seorang wanita.
Damien terkejut. Dia tak menyangka orang yang ditembak tadi adalah wanita, yang kemudian muncul dengan lengan kiri berlumur darah.
Kelengahan itu dimanfaatkan baik oleh Patrizio. Dia menangkis tangan Damien, sehingga pistol yang digenggamnya jatuh ke lantai. Patrizio kemudian menarik tangan yang melingkar di leher, berusaha menjauhkan belati dari sana.
Damien membiarkan Patrizio fokus melonggarkan tangan yang melingkar di leher. Bersamaan dengan itu, tangan kiri pria tersebut bergerak cepat menghantam pinggang sehingga lawannya memekik kesakitan. Tubuh Patrizio langsung ambruk ke lantai.
Kesempatan itu tak disia-siakan Damien. Dia yang telanjur marah, segera menurunkan tubuh. Ditahannya kepala Patrizio hingga sedikit mendongak.
Tanpa ampun, belati tadi menggorok leher Patrizio. Darah segar mengalir dari leher yang terkoyak. Tubuh yang awalnya mengejang, lama-kelamaan diam.
Damien menyeringai puas melihat jasad yang terkapar bermandikan darah segar, lalu membersihkan belati dengan baju Patrizio hingga kembali mengilap. Namun, tak dipedulikannya tangan yang masih berlumur darah.
Sesaat kemudian, seorang pria yang tak lain adalah Nicola datang menghampiri sambil bertepuk tangan. "Kau memang luar biasa, Sepupuku," ucapnya bangga.
Damien tidak menanggapi sanjungan tadi. Dia hanya memperhatikan, saat Nicola memberi perintah pada anak buahnya untuk menyingkirkan jasad Patrizio.
"Terima kasih, Sepupu. Kau sudah membantuku menghabisi Patrizio," ucap Nicola senang.
"Aku melakukan ini bukan untukmu," bantah Damien dingin, lalu menoleh pada wanita yang tengah merintih pelan.
"Dia adalah adik tiri Patrizio. Aku akan membawanya ke markas, sebelum dijadikan wanita penghibur di klub malamku," ujar Nicola enteng.
Namun, Damien tak menanggapi. Dia mendekat pada wanita muda itu, lalu menatapnya.
"Bunuh saja aku," ucap si wanita parau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
wow bab awal sudah berdarah darah,...
2024-09-04
2
Shanty Yang
masuk dalam antrian daftar baca dulu ya thor 🥰❤️😘
2024-09-02
3