Rara Artanegara yang dahulu dikenal cukup cantik namun sejak mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang sekretaris PT. GINCU karena permintaan suaminya, Pramana Handoko, bentuk tubuhnya berubah menjadi tak terawat dan cukup berisi. Padahal sebelum menikah ia begitu langsing bak gitar Spanyol.
Pernikahan yang sudah dijalani selama lima tahun, awalnya begitu bahagia namun berakhir dengan luka dan nestapa pada Rara. Sang ibu mertua yang selalu menuntut cucu padanya. Sering berlaku tak adil dan kejam. Begitu juga adik iparnya.
Bak jatuh tertimpa tangga. Dikhianati saat hamil dan kehilangan bayinya. Terusir dari rumah hingga menjadi gelandangan dan dicerai secara tidak terhormat.
"Aku bersumpah akan membuat kalian semua menyesal telah mengenalku dan kalian akan menangis darah nantinya. Hingga bersujud di kakiku!" ucap Rara penuh kebencian.
Pembalasan seperti apa yang akan Rara lakukan? Simak kisahnya💋
DILARANG PLAGIAT🔥
Update Chapter : Setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Selingkuh
"Rara !!" pekik Mama Dian.
"Ya ampun Mama, jangan berisik! Sisy masih ngantuk. Nanti aku ada kuliah siang!" teriak Sisy dari dalam kamarnya seraya menutup telinganya dengan bantal.
Sisy yang masih bergelung di bawah selimut, langsung terbangun mendengar teriakan dari sang ibu.
Rara langsung tergopoh-gopoh dan segera keluar dari kamarnya. Beruntung Rara sudah selesai mandi dan berpakaian. Jam menunjukkan pukul enam pagi. Semalam dirinya baru bisa tidur jam tiga pagi.
Walaupun sesungguhnya sekarang matanya masih mengantuk tetapi ia sudah meniatkan untuk bangun pagi guna membantu ibu mertuanya menyiapkan segala urusan arisan.
Tap... tap... tap...
Derap langkah Rara tergesa-gesa setengah berlari menuruni anak tangga.
"Astaga Rara jangan lari-lari! Rumah Mama seperti mau gempa saja. Ingat, badan kamu itu seperti gajah bengkak. Bisa-bisa roboh nanti rumah Mama. Memang kamu mau ganti semua ini kalau sampai rusak!" teriak Mama Dian.
Rara yang mendengar makian ibu mertuanya, akhirnya berjalan biasa dan saat tiba di dapur, dirinya hanya bisa menunduk.
"Iya, Mah. Maafin Rara," cicit Rara lirih.
"Semalam di kulkas ada onde-onde sudah Mama bikin dua piring. Kok sekarang cuma tinggal satu piring. Yang satunya ludes. Kamu yang habisin, hah!" hardik Mama Dian.
Rara yang terkejut atas tuduhan sang ibu mertua pun hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dan memang bukan dirinya yang memakan onde-onde tersebut.
Untuk meminta satu biji saja, dirinya tak berani. Apalagi menghabiskan satu piring.
"Bukan Rara, Mah."
"Terus siapa lagi, hantu?"
"Enggak tahu, Mah."
"Di sini yang makannya rakus cuma kamu! Pram keluar kota. Sisy itu langsing dan dia itu model di kampusnya. Jadi enggak mungkin Sisy. Dan Mama juga enggak mungkin makan hasil masakan Mama sendiri untuk keperluan arisan. Jadi cuma kamu tersangkanya. Dasar rakus! Semuanya kamu embat!" hardik Mama Dian dengan suara yang lantang.
Hingga Sisy yang tadinya mulai tertidur kembali, kini mendadak bangun sebab namanya disebut-sebut. Alhasil dia mendengar dengan seksama obrolan sang Mama dengan kakak iparnya itu.
"Untung enggak ketahuan Mama, kalau aku yang makan itu onde-onde. Syukurin deh buat kamu, Ra. Mamam tuh omelan Mama. Haha..." batin Sisy seraya tertawa jahat.
Lantas ia melangkah perlahan ke dalam kamarnya guna melanjutkan tidurnya yang tertunda.
Sedangkan Rara hanya bisa menghela nafas berat dan berusaha tak menangis akibat tuduhan tak berdasar tersebut. Berusaha membela diri terus menerus juga semakin membuat dirinya jelek di mata ibu mertuanya. Alhasil Rara lebih memilih diam dan mengalah.
"Cepat kamu belikan Mama, onde-onde paling spesial di toko roti depan komplek dan yang paling mahal. Sudah enggak ada waktu kalau Mama harus bikin baru lagi."
"Awas kalau kamu beli yang harganya murahan. Beli tiga porsi besar yang mahal punya," titah ibu mertuanya.
"Kok banyak, Mah? Kan yang hilang satu porsi. Kenapa tidak beli satu porsi saja? Kan sayang kalau nanti mubadzir," cicit Rara.
"Oh, kamu sudah main perhitungan dengan Mama sekarang! Kamu lupa kalau sekarang kamu cuma numpang hidup di rumah saya dengan uang anak saya, Pram. Jadi kamu lakukan saja perintah Mama tadi. Jangan banyak ngebantah. Dasar menantu gak tahu balas budi!" bentak Mama Dian seraya berkacak pinggang di hadapan Rara.
"Baik, Mah. Aku pergi ke depan dulu beli onde-ondenya. Apa Mama mau nitip lagi selain onde-onde?" tanya Rara dengan sopan.
"Sekalian brownies panggangnya yang spesial di sana. Kata Jeng Indri, brownies di sana enak," ucap Mama Dian yang justru melunjak.
Seperti kata pepatah " Diberi hati minta jantung ".
Itulah yang menggambarkan sosok Mama Dian terhadap Rara. Dikarenakan sifat Rara yang baik dan tulus, ia pun rela merogoh kocek pribadinya demi menyenangkan hati ibu mertuanya.
Berharap ibu mertuanya bisa menyayanginya. Walaupun hanya sedikit. Dirinya sudah sangat bersyukur. Namun hal itu sepertinya hanya angan-angan Rara saja.
Hal itu terbukti selama arisan berlangsung, Rara tampak menjadi pembantu di depan ibu-ibu arisan bukan seorang menantu. Rara memakai daster rumahan yang lusuh. Karena hanya sisa dua daster saja yang masih muat ditubuh tambunnya.
Yang satu sedang kotor, jadinya ia hanya bisa gunakan sisanya. Daster lainnya sudah tak muat di tubuhnya. Ingin membeli lagi yang baru, namun Pram belum juga memberi uang bulanan untuk bulan ini padahal sudah tengah bulan.
Yang lalu Rara ingin meminta sebelum Pram keluar kota, namun terlupa. Pram juga selalu memberikan uang bulanan jika Rara meminta padanya. Jika tidak, maka Pram juga tak memberikannya.
Padahal dahulu Pram selalu memberikan uang bulanan tanpa ia minta. Sekarang dirinya seperti pengemis pada suaminya sendiri tanpa disadari Rara.
Rara tengah menangis pilu di dalam kamar, usai membereskan segala piring dan gelas kotor, serta sudut rumah ibu mertuanya yang kotor dan berantakan setelah acara arisan selesai.
Dirinya bersedih mengingat perkataan ibu-ibu komplek dan juga ibu mertuanya sendiri ketika arisan tadi. Suara-suara sumbang dan menghina serta memojokkan dirinya kembali terngiang di ingatannya. Menyesakkan hatinya.
"Ya ampun sayang banget putriku sudah menikah, Jeng Dian. Coba putriku dan Pram masih sama-sama single kan bisa dinikahkan. Putri saya sekarang saja sudah punya dua anak. Bukan mandul seperti menantu Jeng Dian," ledek Jeng Indri.
"Gak tahu dulu itu Pram dipelet gajah bengkak ini gimana. Kok sampai bisa jatuh cinta terus mereka menikah. Padahal saya enggak setuju Pram nikah sama dia," sindir pedas Mama Dian tertuju pada Rara.
Dan banyak suara sumbang lainnya dari ibu-ibu komplek serta ibu mertuanya hingga acara arisan usai. Mereka melakukan perundungan alias body shaming serta keburukan Rara yang lainnya di hadapan Rara langsung tanpa filter. Sungguh menyedihkan nasib Rara di tengah orang-orang seperti itu.
"Ya Tuhan, berilah aku kesabaran dan kekuatan menjalani ini semua. Amin..." batin Rara sendu.
☘️☘️
Apartemen.
Pagi ini kedua sejoli yang memiliki hubungan cinta terlarang yakni Pram dan Anita tengah bermesraan di dalam bathtub. Keduanya saling memandikan dengan lembut tanpa rasa bersalah terhadap Rara.
Sesi serangan fajar mereka habiskan di atas ranjang. Bonus serangan setelahnya, dilancarkan Pram di dalam kamar mandi.
Suami Rara ini memang cukup hiper untuk urusan yang satu itu. Sehingga Pram selalu tak puas jika hanya bermain satu ronde saja.
Dahulu, Pram selalu merasa cukup melakukannya dengan Rara saja. Lelaki itu tidak pernah jajan di luar. Walaupun godaan itu selalu ada. Terlebih jika sedang dinas luar kota. Tetapi Pram selalu setia saat Rara masih dalam kondisi langsing, cantik dan selalu memuaskannya.
Namun semenjak dirinya telah mencicipi rasa yang lain bersama Anita, entah rasa stroberi atau apel, yang membuat gairahnya selalu berkobar dan terus merasa kurang.
Sehingga jika dirinya sedang ingin, ia selalu pergi ke tempat Anita dengan membohongi sang istri. Berbagai alasan diberikan Pram untuk meyakinkan Rara. Bahkan ia membayar orang kantor yang biasa Rara hubungi jika menanyakan kabar tentang PT. GINCU maupun dirinya.
Alhasil perselingkuhan keduanya tersimpan dengan rapat dan rapi. Bahkan Anita telah dibelikan oleh Pram sebuah apartemen yang terbilang mewah di Jakarta sebagai tempat perselingkuhan mereka. Lebih tepatnya tempat berbagi keringat keduanya.
"Kamu hari ini akan pulang, Mas?" tanya Anita seraya memakaikan baju pada Pram selepas keduanya selesai mandi bersama.
"Mau gimana lagi. Aku harus pulang. Nanti jika terlalu lama, Rara bisa curiga."
"Padahal aku masih kangen, Mas."
Anita pun memberikan pelukan hangat pada Pram yang dibalas pelukan erat oleh suami Rara tersebut.
"Kamu tetap Ratuku, honey. Dia cuma gajah bengkak sekarang. Aku juga heran, Rara yang dahulu langsing dan cantik bak gitar Spanyol, jadi gemuk enggak karuan begitu. Kalau kamu lihat dia makan, rasanya menjijikkan sekali porsinya. Membuatku malas untuk menjamahnya. Sudah enggak enak. Kena lemak semua. Beda sama kamu yang selalu bikin candu," ucap Pram diakhiri sebuah ciuman mesra keduanya sebelum akhirnya pagutan itu terlepas sebab Pram diburu waktu untuk segera kembali ke rumah.
Selepas kepergian Pram dari apartemennya, Anita menampilkan senyum smirknya.
"Kamu tidak tahu saja Mas, kalau aku sengaja membuat istrimu itu jadi gajah bengkak. Dari dulu dia selalu berada di atasku. Kini istrimu itu harus merasakan dijadikan yang kedua," batin Anita tersenyum licik.
🍁🍁🍁