NovelToon NovelToon
Seharusnya

Seharusnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9.4k
Nilai: 5
Nama Author: Lu'lu Il Azizi

Tentang sebuah perasaan dan liarnya hati ketika sudah tertuju pada seseorang.
Rasa kecewa yang selalu menjadi awal dari sebuah penutup, sebelum nantinya berimbas pada hati yang kembali merasa tersakiti.
Semua bermula dari diri kita sendiri, selalu menuntut untuk diperlakukan menurut ego, merasa mendapatkan feedback yang tidak sebanding dengan effort yang telah kita berikan, juga ekspektasi tinggi dengan tidak disertai kesiapan hati pada kenyataan yang memiliki begitu banyak kemungkinan.
Jengah pada semua plot yang selalu berakhir serupa, mendorongku untuk membuat satu janji pada diri sendiri.
”tak akan lagi mencintai siapapun, hingga sebuah cincin melekat pada jari manis yang disertai dengan sebuah akad.”
Namun, hati memanglah satu-satunya organ tubuh yang begitu menyebalkan. Untuk mengendalikannya, tidaklah cukup jika hanya bermodalkan sabar semata, satu moment dan sedikit dorongan, sudah cukup untuk mengubah ritme hari-hari berikutnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lu'lu Il Azizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Hati dan paras cantik

Sehabis Laksa pulang, niatku ingin mengambil minuman dingin di depan, tenggorokanku terasa kering setelah selesai mengemasi bekas sampah kami di gudang, berjalan menuju pintu toko bagian belakang yang tersambung dengan gudang. Belum sempat menyapa, aku mendengar Vika sedang bertengkar hebat di telpon, seperti biasa suaranya meledak-ledak. Ku urungkan niat untuk menggodanya dari pada nangi ikut kena semprong. Pikirku.

Aku langsung menuju lemari pendingin, melintasi Vika sambil pura-pura tidak memperhatikan. Dengan sengaja aku membiarkan pintu lemari pendingin terbuka, meskipun aku sudah memegang satu botol minuman pilihan, berniat ngadem.

Dari posisiku saat ini wajah Vika terlihat, perdebatannya dengan Reno belum usai. Awalnya suara pertengkaran mereka terdengar dari sini, lama kelamaan suara itu berubah menjadi isak tangis. Serius Kah masalah mereka, asumsiku. Karena cukup langka melihat Vika sampai menangis.

Aku kembali ke belakang dan semakin tidak berani menggangunya. Menaruh sebotol minuman dingin di atas etalase ketika melintas di hadapannya. Aku cuma diam, hanya memberi isyarat.”minumlah dulu”

***

Beberapa hari ini resah ku tentang Ain belum teratasi, karena sejak kejadian aku pergi bersama Laras, cara Ain membalas chat ku terasa berbeda, dia terkesan dingin. Awalnya aku senang karena merasa jika Ain menaruh cemburu padaku. Namun, karena sikap dinginnya berlarut-larut, aku menjadi takut jika dia dengan sengaja menghindar.

Tapi, untuk saat ini aku lebih khawatir dengan Vika karena melihat pertengkarannya tadi. Sehabis maghrib, aku ke depan berniat ingin melihat kondisinya. Membawa secangkir kopi lalu duduk di tempat favorit.

“sudah makan Vik.”niatku basa-basi memulai percakapan, mata Vika masih terlihat sembab. Aku melihat cukup banyak bekas tisu di dalam tempat sampah kecil, tidak jauh dari posisinya.

“malas.”cuma kalimat itu yang keluar dari mulutnya.

Ku tarik nafas panjang.”berantem dengan Reno?”tanyaku, to the point. Dia hanya terdiam, tidak ada jawaban dari mulutnya, tapi kedua mata yang kembali berair, sudah cukup untuk mewakili sebuah jawaban.

Saat ini sepertinya tidak ada yang bisa kulakukan untuk membantunya.”jika sudah mampu bicara, aku siap mendengarkan.”

dia mengangguk pelan dan kembali mengambil tisu.”tenangkan dirimu.”tutup ku, pindah posisi ke teras toko, menghilang dari pandangan Vika dengan maksud memberinya tempat privasi.

Tidak lama setelah aku duduk di teras, menikmati kopi yang sudah mulai dingin sambil sesekali menengok ke arah Vika yang masih mematung tanpa mengubah posisi. Tiba-tiba Laksa datang dengan motornya, memasang wajah serius, bahkan melewati ku tanpa menyapa, dia langsung masuk dan duduk di samping Vika. Tidak terdengar percakapan dari keduanya, aku mulai menerka situasi ini.

Laksa kembali berdiri begitu juga Vika, keduanya berjalan menuju motor Laksa. Suasana terasa tegang. Parahnya, lagi-lagi aku tidak di anggap sama sekali. Bahkan Vika pun tidak meminta ijin dariku, mereka berdua pergi begitu saja boncengan entah kemana. Jelas Aku kesal, tapi untungnya mampu menahan diri untuk tidak ikut campur. Andai Laksa bukan karyawan sini, tidak mungkin aku cuma diam saja.

”semoga saja tidak seperti yang ada di pikiranku.”ku tarik nafas panjang sebelum mengeluarkannya secara perlahan.

***

Merasa tidak memiliki pilihan, hanya bisa diam dan menunggu. Rasanya memang sangat menyebalkan, posisi sulit yang pernah Vika katakan sedang ku alami. Ain berubah, dia tidak lagi marah saat ku panggil Pesek, sulit di ajak bercanda, tidak pernah membuat history juga tidak pernah menengok histori ku. Saat aku mengirim pesan dia membalasnya dengan singkat seakan sengaja mematikan topik dan yang terakhir foto profilnya kosong. Kali pertama dia melakukanya.

Hendak memastikan juga belum saatnya, ingin mengabaikan tapi hatiku terus berontak.

Begini Kah beratnya menjaga janji untuk diri sendiri. Tuhan bukankah tidak ada yang salah dengan maksud dan tujuanku?

Di lain sisi justru Laras yang lebih sering berkabar. Dia selalu punya pertanyaan baru seputar pekerjaan, dia begitu serius ingin menggeluti bidang ini. Sesekali dia juga akan mengarahkan pembicaraan pada hal lain, entah itu bertanya tentangku atau bercerita tentangnya, dia menjadi sedikit lebih terbuka, berbanding terbalik dengan responku.

Bukanya aku merasa kepedean namun rasanya dia terlihat seperti penasaran denganku. Karakter cuek ku muncul, aku hanya bertingkah sewajarnya, sedikitpun tidak ada getaran juga tidak ingin mencoba merespon dan mencari tau. Ain masih menjadi satu-satunya.

Hati memang selalu rumit dan terkadang aneh!

***

Di sela kesibukanku di gudang. Ketika hendak menyalakan sebatang rokok, aku membuka pesan dari Laras, masuk sekitar satu jam lalu.

“mas, bisa antar aku ke tempat kita memesan desain rak waktu itu?”lagi-lagi Laras bisa membuatku hanya memiliki satu jawaban. Karena tidak mungkin aku menolaknya.

“boleh. Kapan mbak?”jawabku memandang tong merah berisi softener aroma sakura yang hampir habis ku tuangkan dalam botol. Ini adalah hasil racikan Laksa untuk pertama kali, aku cuma mengamati dan memberinya arahan.

“kalau sekarang, bagaimana mas?”aku menengok ke arah jam motif logo toko kami yang melekat pada dinding, pukul 15.33 aku menjawab setuju dan bertanya untuk ketemu dimana. Laras memaksa untuk menjemput, sejam lagi dia akan menghampiriku.

"Vik, aku mau keluar dengan Laras. Nitip apa?”aku muncul dari belakangnya. Celana pensil hitam, kaos dengan warna yang sama ku balut dengan jaket jin’s, tampilan ku saat ini.

“terang bulan cokelat keju.”request Vika, dia tidak mengejek ataupun menyinggung tentang aku yang akan keluar dengan Laras, dia sedang menyembunyikan sesuatu. Sebenarnya aku sedikit paham namun selama dia belum ingin bercerita, aku akan tetap pura-pura bodoh. Gelagatnya masih belum normal sejak kejadian kemarin.

Laras tiba, dia datang membawa mobilnya.”Cantik seperti biasa.”pujiku dalam hati, aku tidak tau apa nama fashion yang dia kenakan, dia selalu tampil modis.

Laras bertegur sapa dengan Vika sebentar, sebelum aku mengajaknya berangkat. Dia menyuruhku mengemudi, tentu saja aku nurut.

Dalam perjalanan dia mengeluarkan selembar kertas hvs.”aku ingin membuat sedikit perubahan pada bentuk raknya mas, bagaimana menurutmu?”dia mendekat agar gambar yang sudah dia buat pada kertas hvs dapat ku lihat.

”tak masalah.”jawabku setuju meski belum mengamatinya secara utuh, karena harus kembali fokus pada jalan. Laras mengganti parfumnya? Baunya asing. Tidak tajam, manis dan segarnya, seimbang.

”ngemix parfum kah mbak?”aku tidak tahan untuk bertanya.

Laras tersenyum.”iya mas, rekom dari teman tapi aku gak di kasih tau namanya.”seperti biasa, nada bicaranya lembut.

“kenapa masih manggil mbak? Aku keliatan tua kah?”Laras protes, membuang wajah ke arah samping kiri. Aku tersedak, kaget. Entah perasaanku atau bukan tiba-tiba dia menggunakan intonasi sedikit manja, cuma senyum tipis yang bisa ku perlihatkan, tidak tau harus menjawab apa.

Akhirnya kami sampai di tempat tujuan dan setelah bertemu dengan orangnya. Dengan cekatan Laras mengutarakan sendiri maksudnya, begitu vokal dalam menjelaskan, lawan bicaranya terus mengangguk setuju. Gambar darinya sudah sangat detail beserta ukurannya.

”ini pasti gen dari ayahnya.”batinku, aku benar-benar cuma menemani, tidak memiliki fungsi sama sekali kecuali nyetir mobil. Aku sampai merasa heran, apa yang tidak bisa di lakukan wanita satu ini. Hebat. Lagi, batinku memuji.

“apa gunanya aku ikut!"protesku pada Laras, kami sedang berjalan menuju mobil karena tugas sudah selesai. Lebih tepatnya Laras sudah menyelesaikannya.

”sopir pribadi.”dia mempercepat langkah, di sertai sebuah tawa. Punya sisi seperti ini juga ternyata si Laras. Lagi, batinku bicara.

“kita ke minimarket dulu mas, adikku pesan camilan.”lanjutnya bicara sambil membuka pintu mobil.

Deg deg deg...

Hatiku merespon. Tentu, karena sama saja dengan aku akan menuju ke tempat Ain. Seperti memiliki saklar otomatis, tentang apapun itu, jika berhubungan dengan Ain hatiku pasti akan segera berulah.

1
Riyana Dhani@89
/Good//Heart//Heart//Heart/
mr sabife
wahh alur ceritanya
mr sabife
luar biasa ceritnya
mr sabife
bagus dan menarik
mr sabife
bgusssss bnget
mr sabife
Luar biasa
queen.chaa
semangat terus othorr 🙌🏻
Charles Burns
menisan 45menit biar setengah babak
Dale Jackson
muach♥️♥️
Dale Jackson
sedang nganggur le
Mary Pollard
kelihatannya
Wayne Jefferson
gilani mas
Wayne Jefferson
siap ndoro
Alexander Foster
mubadzir woii
Alexander Foster
mas koprohh ihhh
Jonathan Barnes
kepo kek dora
Andrew Martinez
emoh itu apa?
Andrew Martinez
aku gpp kok kak
Andrew Martinez
kroco noob
Jonathon Delgado
hemmbbbb
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!