“Addunya kulluhaa mata', wa khoyru mata’uddunya al mar’atushshalehah”
“Dunia seluruhnya adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan adalah istri yang shalihah."
Kelanjutan cerita di Balik Cadar Aisha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jebakan
"Apa?" Anita dan Aisha kaget setelah di beritahu jika Ammar sudah keluar dari penjara.
"Bagaimana bisa? Kalau tidak salah dia mendapatkan hukuman tiga tahun penjara kan?" Aisha melihat Alvian.
Alvian mengangguk. Dia lalu memberi tahu istrinya jika katanya Ammar mendapatkan banyak potongan masa tahanan.
"Memang sangat tidak masuk akal. Tapi inilah yang terjadi. Memang seadil-adilnya pembalasan hanya pengadilan Allah SWT." Alvian melihat istrinya yang terlihat sangat kesal.
Anita termangu. Dia nampak sedang mencari titik terang dari permasalahan ini.
"Bagaimana Ammar bisa mendapatkan nomor Lela padahal itu adalah nomor baru?" gumamnya pelan namun tetap terdengar oleh suaminya dan Zayn
"Itu yang aku bingungkan. Dari mana dia tahu sementara hanya orang-orang terdekat saja yang tahu." Zayn memijat kepalanya.
"Tidak mungkin dia tahu jika tidak ada yang memberitahu." Zaidan melihat adiknya.
Semua orang menyetujui pendapat Zaidan.
Anita tersenyum sinis.
"Mungkinkah ini ada hubungannya dengan dia?" gumamnya lagi dengan pelan.
"Bisa jadi." Anita seperti menemukan jawabannya.
***
Keesokan harinya.
Lela melamun di dekat jendela kamarnya sambil melihat para santri yang berlalu lalang di pelataran masjid.
Ingatannya kembali ke malam itu dimana dia masih mengingat dengan jelas suara mantan suaminya Ammar yang mengancamnya, dan seketika hal itu langsung membawanya kembali ke masa kelam saat dahulu dirinya sering mendapatkan siksaan dan penganiayaan yang memang selalu diawali dengan ancaman lewat telepon terlebih dahulu.
Lela kini menyadari jika dirinya belum sepenuhnya sembuh. Namun hal terbesar yang dipikirkannya adalah bagaimana mantan suaminya bisa meneleponnya, bukankah dia masih di dalam penjara dan apa maksudnya dia menelepon seperti itu.
"Apa kamu yakin jika itu Ammar?" tanya Siti yang sedari tadi menemaninya.
Lela langsung melihat kakaknya.
"Seumur hidup aku tak akan mungkin melupakan suara itu kak," jawabnya dengan pelan.
Siti mendekati adiknya. Dia yakin jika adiknya tak mungkin keliru.
"Jangan kosongkan pikiranmu dari menyebut nama Allah. Teruslah berdzikir dan memohon ketenangan jiwa dan hati kita hanya kepada Allah SWT."
***
Zayn tak bisa berkonsentrasi kerja, pikirannya kalut memikirkan sang istri, dia sangat ingin mengetahui bagaimana keadaannya sekarang, namun Zayn tak bisa menghubunginya karena ponsel Lela kini dia yang memegangnya untuk jaga-jaga jika nanti ada telepon dari mantan suaminya lagi.
Zayn tak menghiraukan suasana kantor yang sedang genting akibat dari PHK sepihak yang dilakukan pihak perusahaan, dia memilih untuk tetap fokus pada pekerjaan dan pikirannya daripada melihat keluar kantor dimana sedang ada demo menolak pemberhentian sepihak.
Baginya keadaan istrinya lebih penting saat ini. Dia lalu mencoba menghubungi seseorang di Ponpes untuk mencari tahu kondisi Lela terkini.
Akhirnya dia memilih untuk menghubungi Andre kakak iparnya.
"Kata istriku, keadaan Lela sudah stabil, dia baik-baik saja sekarang."
"Benarkah?" Zayn tersenyum senang, wajahnya semakin sumringah ketika Andre memberitahunya jika Lela ingin agar dia menjemputnya besok.
Meisya yang melintas ke depan meja kerja Zayn heran melihat Zayn yang menelepon sambil tersenyum-senyum sendiri. Dia berpura-pura tidak memperhatikan padahal sebenarnya dirinya sedang mencoba menguping pembicaraan Zayn yang tampaknya sedang sangat bahagia.
Meisya pergi dengan kesal, dia merasa penasaran apakah rencananya sebenarnya berhasil atau tidak.
Beberapa saat kemudian.
Jam makan siang.
Meisya menunggu Diah di sebuah kafe, dia celingukan menunggu kedatangan tantenya.
Hingga akhirnya yang ditunggu-tunggu datang, Meisya tersenyum sambil berdiri menunggu kedatangan sang Tante.
"Tumben kamu mengajak Tante makan siang bersama." Diah melihat keponakannya.
Meisya hanya tersenyum.
"Oh iya Tante. Bagaimana kabar istrinya temanku?" tanya Meisya tiba-tiba.
"Maksudmu Lela?"
Meisya mengangguk.
"Alhamdulillah dia sudah sepenuhnya sembuh dari traumanya. Dia baik-baik saja sekarang. Dia sudah bahagia dengan suaminya."
"Benarkah?" tanya Meisya kaget.
"Iya," jawab Diah sambil menatap lekat wajah Meisya yang kebingungan.
"Kenapa?" tanya Diah.
"Apa tante yakin?" tanya Meisya bertanya balik.
"Tentu saja. Bahkan sekarang kami berjanji untuk bertemu dan makan siang bersama, tidak apa-apa kan kalau dia ikut gabung bersama kita disini?"
Meisya kaget.
"Itu dia datang." Diah berdiri menunjuk dua orang wanita bercadar yang datang menghampiri mereka berdua.
Meisya kaget, dia melihat kedua wanita yang sedang berjalan menghampiri mejanya.
Meisya terlihat panik. Dia terus menundukkan kepalanya dengan gelisah, tak berani untuk melihat kedua wanita bercadar yang kini sudah ada di depannya.
Sementara Diah menyambut kedatangan keduanya, Meisya sedang mencari alasan untuk bisa pergi dari sana.
"Maaf tante, aku harus pergi. Tiba-tiba aku ingat jika ada pekerjaan yang harus segera aku selesaikan." Meisya berdiri.
"Tunggu dulu. " Aisha yang baru saja duduk menahan Meisya pergi.
Meisya yang meyakini jika itu adalah Lela semakin terlihat panik.
"Aku ingin mengucapkan terima kasih banyak kepadamu."
"Terima kasih untuk apa?" Meisya gugup, dia tak berani menatap wajah Aisha yang dia pikir jika itu adalah Lela, karena keduanya memang terlihat sangat mirip, hanya suaranya saja yang sedikit berbeda namun beruntung Meisya tak memperhatikan itu.
Beruntung juga Meisya tak memperhatikan perut Aisha yang membuncit karena tertutupi oleh bajunya yang longgar.
"Duduklah dulu," ucap Aisha meminta Meisya untuk duduk.
Meisya kembali duduk dengan terpaksa.
"Mantan suamiku sudah memberitahu aku semuanya tentang dirimu dan rencana jahatmu." Aisha mencoba untuk memancing.
Meisya kaget. Dia langsung melihat Aisha tak percaya.
"Jangan mempercayai apapun yang dia katakan, dia berbohong." Meisya terlihat sangat ketakutan.
Diah, Anita dan Aisha langsung saling berpandangan.
Diah tampak sangat kecewa melihat keponakannya.
"Jadi benar kamu yang melakukannya?" tanya Diah menatap wajah Meisya.
"Tidak Tante aku pasti di fitnah. Laki-laki itu yang mendatangiku dulu karena dia, maksudku kami tak sengaja bertemu. Maksudku dia sudah berbohong, aku tidak tahu apa-apa." Meisya gelagapan, dia bingung untuk mencari alasan yang tepat.
Melihat itu Diah semakin merasa kecewa, dia tak menyangka jika keponakannya ternyata mempunyai hati yang busuk.
"Tante pikir kamu sering menanyakan keadaan Lela karena rasa simpatimu, tapi rupanya kamu hanya sedang mencari cara untuk menjatuhkan mentalnya lagi. Tante sungguh tak percaya kamu bisa melakukan hal ini."
Meisya terus berupaya membela diri.
"Cukup. Sebenarnya yang terjadi memang sesuai keinginanmu." Anita kini bersuara.
"Ini bukan Lela, tapi saudarinya." Anita menunjuk Aisha.
Meisya kaget.
"Kamu tahu dimana Lela sekarang? Seperti harapanmu, dia terpuruk, keadaannya hancur, mentalnya porak-poranda setelah susah payah kami berusaha menyembuhkan traumanya."
Meisya semakin kaget.
"Jadi kalian menjebakku?" tanyanya tak percaya.
Aisha mengangguk.
"Iya. Dan kamu masuk ke dalam jebakan kami."
Meisya berdiri dengan marah, namun dia kaget ketika melihat Zayn yang berjalan menghampirinya.
soalx jau dri suami😚😚