Terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan bahkan tanpa kekurangan adalah impian dari seluruh anak yang ada di dunia, sebuah keberuntungan yang didapatkan 5 anak kembar keluarga Jiang.
Keluarganya merupakan pemilik perusahaan besar yang bergerak dalam industri perumahan dan juga perdagangan secara global. Memiliki koneksi dengan beberapa perusahaan besar dan beberapa negara mambuat perusahaan tersebut sangat maju.
Tapi dibalik segala kejayaan perusahaan keluarga Jiang tersebut, banyak rahasia kelam yang terselubung dibaliknya, perlahan satu-persatu rahasia tersebut mulai terkuak saat yang tertua dari Jiang Twins belajar mengambil alih perusahaan.
Sang tertua menelusuri perlahan segala celah rahasia lalu menceritakan semua informasi yang didapatinya kepada keempat kembarannya yang lain. Banyak kejutan-kejutan yang membuat mereka berlima hampir beberapa kali berpisah atau berpencar saat bersama-sama menguak berbagai rahasia tersebut.
tertarik dengan ceritanya? Yuk mampir!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sweety Pearl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kota Tianjin.
❁ Happy Reading ❁
Mengebut beriringan di jalanan malam yang tidak terlalu ramai mobil Bibi Helena menyalip dengan mudahnya di antara kendaraan lain yang dalam kecepatan rendah, helikopter langsung mengarah ke lokasi tujuan rumah untuk Bibi Helena yang berada di daerah pegunungan.
Daxia melirik keluar ada helikopter lain yang terbang mendekat ke arah mereka hanya saja berbeda warna, walau di sekeliling gelap tapi Daxia dapat melihat dengan jelas ada orang yang duduk menghadap ke arahnya.
Beberapa saat memandangi orang tersebut mengeluarkan sebuah senjata besar yang Daxia tidak tau apa itu, seperti sebuah bazoka besar tapi dia sendiri tidak yakin.
"Bibi Marianne apa kamu kemari membawa teman lain?" Marianne yang tertidur sesaat langsung membuka matanya kaget mendengar ucapan Daxia.
Dilihatnya keluar dan dia sangat kaget melihat helikopter tersebut terbang mendekat, langsung diambilnya senjata yang ada di belakang kursi duduknya membalas todongan bazoka yang mengarah ke helikopter mereka.
"Pasang parasut yang ada di dekat kalian, mereka adalah Xiejing aku akan menurunkan kalian di dekat rumah untuk Helena yang ada di perumahan di pegunungan." suruh Marianne menunjuk ke parasut jaket yang ada di belakang mereka.
Qinling langsung mengambilkan parasut dua buah untuk dipakainya dan Daxia, Changrui membantu Chengsin dahulu untuk pasang parasut baru membantu Jiayi, orang yang ada di helikopter sebelah sana mengangkat bazokanya lebih tinggi.
"Tunggu aba-aba dariku aku ingin kalian melompat turun, helikopter ini dikendalikan jarak jauh jika dia menembakkan bazoka itu aku akan membalas tembakan dahulu sebelum menyusul kalian turun,"
Mereka berlima menelan saliva dengan wajah yang tegang Marianne sudah sedia dengan parasut di belakangnya, beberapa detik menunggu orang tersebut menembakkan bazokanya.
Marianne berteriak menyuruh mereka berlima melompat, Qinling melompat turun duluan di ketinggian disusul Jiayi, lalu Daxia, Changrui, dan terakhir Chengsin. Beruntung parasut mereka dapat terbuka sempurna.
Tembakan bazoka tadi meleset dan malah mengarah ke bagian depan helikopter, Marianne menggunakan kesempatan tersebut untuk membalas tembakan dan langsung tepat sasaran setelahnya ia akan melompat turun menyusul mereka berlima.
Sebelum melompat ia sempat memencet sebuah tombol darurat yang ada di kendali di depan, baru setelahnya melompat turun.
Karena keahliannya dalam menggunakan parasut Marianne memilih turun lebih cepat agar bisa menuntun mereka untuk mengarah ke lapangan helipad yang ada di belakang sebuah rumah mewah.
Sedikit kesusahan karena ini pengalaman kedua dari mereka menggunakan parasut apalagi Chengsin yang baru pertama kali, wajahnya tegang tapi berusaha untuk tetap tenang.
Dalam beberapa menit saja mereka dapat mendarat dengan mulus berkat diarahkan beberapa orang yang sudah menunggu mereka di bawah, saat kakinya baru menapak tanah Marianne langsung melepaskan parasutnya dan berlari melewati taman menuju ke depan rumah.
Mobil Bibi Helena bersama empat motor lainnya baru tiba, saat motor baru saja berhenti Fangxi dan Guotin langsung melompat turun mencari keberadaan ketiga adiknya, Marianne mengarahkan mereka untuk ke belakang.
"Di jalan lancar aja, kan?" tanya Marianne menatap wajah Bibi Helena yang keringatan.
"Aman gak ada ancaman apapun, syukurnya. Mana helikopter yang dipakai kalian tadi?"
"Anak buah Xiejing ngejar aku pakai helikopter dan saat dia mau nembakkan bazoka aku langsung nyuruh keponakan kamu yang lain buat turun pakai parasut, helikopter sudah dikendalikan otomatis oleh kepolisian,"
Mata Bibi Helena membulat sempurna dan langsung berlari ke taman belakang jalan di mana ia melihat Marianne keluar, di sana Guozi Qianfang segera turun dan menyusul kemana Bibi Helena pergi.
Semua keponakannya yang memakai parasut baik-baik saja hanya Chengsin yang dari tadi sedikit gemetaran dan sekarang sudah ditenangkan Changrui, melihat keadaan mereka semua yang baik-baik saja Bibi Helena langsung menarik Marianne dalam pelukannya.
"Thanks, selalu bisa diandalkan." ucapnya sambil mengelus kepala Marianne yang sepundak dengannya, Marianne mengangguk dan membalas pelukan tersebut.
"Secepatnya kamu masuk Helena, keponakanmu tidak apa-apa jika ingin keluar sebentar," Marianne mengajak Bibi Helena masuk dan ia mengiyakan.
Zianjiaxi duduk berkumpul di kursi taman dilengkapi meja yang berhadapan langsung dengan dataran kota Tianjin di depan, Daxia berkali-kali menghembuskan nafasnya meniup helaian rambut depannya yang berantakan.
"Sekarang apa? Hidup kita gak bakalan tenang lagi setelah semua kejadian ini." ucap Guozi melepaskan kacamatanya untuk di lap baru setelahnya dipakai kembali.
"Gua kira masalah yang meneror kita bersembilan sewaktu di bangku menengah atas itu adalah pertama dan terakhir kalinya kita bakalan diganggu." celetuk Changrui menyandarkan kepala Chengsin ke pundaknya.
"Nyatanya malah sekarang ada masalah baru yang bakalan kita hadapi di kedepannya, entah seperti apa ancamannya," sahut Daxia.
"Gua selalu berharap kehidupan kita bakalan tenang tanpa ada gangguan apapun saat masing-masing dari kita mengambil alih perusahaan orang tua, tapi buktinya bahkan belum resmi jadi pewaris sah hidup kita udah acak-acakan gini," Qinling menghela nafasnya pelan.
"Sebenarnya yang mereka kejar itu kenapa harus anak-anak para pemilik perusahaan? Kita aja gak pernah terlibat langsung dengan urusan tersebut." Qianfang melempar helaian daun yang dicabutnya.
"Para musuh yang mengincar kita itu artinya mereka ingin menghabiskan seluruh generasi keluarga Jianqiang, jika mereka hanya ingin mengalahkan persaingan yang diincar hanya orang tua kita atau bahkan Kakek Nenek, tapi ini buktinya kita semua terlibat," Fangxi menjawab menyimpulkan.
"Kita udah sejauh ini dari rumah ke depannya entah perjalanan seperti apa lagi yang akan kita hadapi menghindari ancaman." Daxia bangkit lalu berjalan perlahan menghampiri pagar kayu di depan.
Jam sudah tepat tengah malam, cahaya rembulan bersinar cerah ditemani gugusan bintang yang terhampar luar, suara hiruk-pikuk kota Tianjin masih terdengar ramai di jam segini.
Hening beberapa saat karena mereka memilih menenangkan pikiran masing-masing sambil menikmati keindahan langit juga keindahan bangunan tinggi penuh cahaya pusat kota Tianjin.
"Ternyata pilihan gua buat kembali ke keluarga kandung gua nggak ada salahnya sama sekali, gua bisa hidup bebas setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan monoton." celetuk Chengsin tiba-tiba bangkit berjalan menghampiri Daxia dan melempar pandangan ke hadapan luas.
"Lu sama sekali gak nyesal setelah menerima kenyataan kalau hidup bersama keluarga kandung lu bakalan seribet ini?" tanya Daxia menatap ke sebelahnya.
"Never... bagaimana gua bisa benci sama keluarga sendiri, bahkan kehidupan seperti ini sebenarnya kehidupan yang gua inginkan. Kehidupan selalu mendapatkan tantangan, mungkin sedikit aneh ya menurut kalian?" Chengsin terkekeh pelan sebelum menundukkan kepalanya.
Jiayi menghampiri adiknya lalu merangkulnya. "Senang denger lu nerima kenyataan ini .... Kita semua juga gak menyangka ini adalah perjalanan lanjutan yang bakalan kita hadapi,"
"Zianjiaxi,"
Sapaan lembut dari belakang mengagetkan mereka suaranya tidak asing seperti salah satu orang tua mereka, saat mereka kompak berbalik dan dugaannya benar. Semua orang tua mereka ada di sana dengan pakaian sederhana.
Zianjiaxi langsung bergegas berlari menghampiri dan memeluk orang tua masing-masing, Jiayi langsung menangis kencang dalam pelukan Mommy-nya. Daxia juga menangis tapi dalam pelukan Papanya yang mengelus kepalanya lembut.
Qianfang memeluk erat bundanya yang berdiri di samping adiknya yang merupakan seorang polisi, Guotin tersenyum hangat melihat saudara juga sepupunya bertemu kembali dengan orang tuanya.
"Bagaimana kalian tau kami di sini?" tanya Fangxi menatap adik-adik Mamanya yaitu Paman Haoyu dan Paman Jiahao, lalu beralih menatap ke Papanya sendiri.
"Paman Jiang yang mengabari lalu dia mengirimkan alamat dari rumah Bibi Helena ini, kita bisa pulang ke Beijing malam ini jika kalian mau. Urusan kemarin sudah dibereskan adiknya Bunda Lisha," tutur Mama Annchi menjelaskan.
Adik Bunda Lisha maju lalu menunjukkan kepada keponakannya tentang berkas dan bukti rekaman dari pelaku yang mengacaukan perayaan malam kemarin. "Mereka sudah diurus di polisi sekarang dan bukti juga sudah diamankan,"
Bibi Helena keluar dari pintu belakang rumah bersama dengan Marianne lalu menjabat tangan semua orang tua yang ada di sana lalu menatap keponakan suaminya. "Maaf telah merepotkan kalian untuk pergi keluar dari Beijing hingga sampai ke Tianjin, dan terimakasih kalian mau menemani Bibi selama perjalanan kemari."
Senyumannya terlihat tenang tapi terlihat jelas ada kesedihan di matanya Zianjiaxi maju mengerumuninya lalu satu persatu bergantian memeluknya.
"Terimakasih kembali telah memberikan kami ketegangan yang sebenarnya juga terasa fantastis dalam semalam, Bibi. Kami sama sekali tidak pernah menyalahkanmu atas membawa kami ke Tianjin, anggap saja ini liburan di mana Bibi membawa kami." ujar Guotin menenangkan dengan senyumannya yang hangat.
Kedua wanita tersebut tersenyum hangat mendengar tanggapan Guotin juga senyuman lebar dari Zianjiaxi yang lainnya, lalu setelah itu mereka berpamitan untuk ikut pulang bersama orang tua mereka.
Tidak langsung pulang ke Beijing tapi akan menginap selama sehari di salah satu hotel termewah yang ada di Tianjin, mereka langsung pergi ke hotel tersebut lalu naik ke lantai paling atas yaitu balkon untuk menggelar kumpul keluarga.
❁ See You In The Next Part ❁