Jatuh cinta kepada seorang Arthur Mayer yang memiliki masa lalu kelam tidak dipermasalahkan Shannon Claire karena ia sungguh mencintai pria itu.
Namun bagaimana ketika terungkap dimasa lalu Arthur lah dalang dari peristiwa yang menyebabkan Shannon kehilangan orang yang disayanginya? apakah Shannon memilih bertahan atau meninggalkan Arthur? simak kisahnya di novel hasil menghalu dari Ratu Halu Base 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AD #33
"Lanjutkan ceritamu, sayang." Tanya Arthur dengan nada suaranya yang lembut.
Sayang. Batin Rosella. Dirinya seperti tertampar mendengar sebutan Arthur untuk Shannon.Jadi, yang diucapkannya tadi itu benar. Rosella tertunduk, mengepalkan kedua tangannya yang berada di sisi tubuhnya. Maniknya terasa berkedut, dan mengembun.
"Rosella mengatakan aku telah menggodamu."
"Lalu, apa yang kau lakukan?".
"Aku membenarkan ucapannya. Aku menjawab, ya aku menggodanya, menggoda kekasihku." Shannon mengulang ucapannya kepada Rosella membuat Arthur harus berusaha menahan senyuman. Kekasih kecilnya terlalu jujur. "Rosella tidak terima, dia menyebutku wanita penggoda dan mendorongku hingga aku terjatuh."
"Kau di dorong?" Shannon mengangguk. Arthur memeriksa tubuh Shannon, dan ia menemukan luka di siku Shannon. Arthur membuang napasnya, ia berbalik lagi sambil menggenggam tangan Shannon.
"Minta maaflah! " perintah Arthur yang di tujukan kepada Rosella. Rosella hanya diam, enggan meminta maaf. "Kau tuli, hah!" bentak Arthur tidak hanya membuat Rosella tersentak, Shannon dan Chloe pun demikian.
Rosella akhirnya mengangkat wajahnya. "Maafkan aku, Shannon."
"Ulangi, dan panggil kekasihku dengan sebutan Nona."
"Maafkan aku, Nona."
"Rolando bawakan kotak obat ke kamarku, dan pecat wanita itu." Perintah Arthur.
"Baik, Tuan."
Arthur menuntun Shannon, mengajak kekasihnya ke kamar. Shannon hanya bisa pasrah, mengikuti kemauan Arthur. Sesampainya, Arthur mendudukkan Shannon di tepian tempat tidur.
"Lukamu harus di bersihkan dulu."
Meninggalkan Shannon, Arthur melangkah masuk ke dalam toilet.
Tidak lama, Arthur sudah kembali, dan sudah ada kotak obat di atas tempat tidurnya. Arthur pun duduk, mengambil tempat di samping Shannon. "Kemarikan tanganmu, " Arthur meraih tangan Shannon kemudian ia membersihkan luka yang terdapat di kedua tangan Shannon menggunakan handuk basah yang dibawanya.
Shannon tersenyum, memerhatikan Arthur yang terlihat serius membersihkan lukanya, bahkan beberapa kali Arthur meniupnya. "Katakan, bagian mana lagi yang sakit?" Arthur menaikan tatapannya.
"Tidak ada, hanya di tangan."
"Oke, aku akan mengobati lukamu," Arthur mengeluarkan krim dari dalam kotak. Selanjutnya, ia mengoles krim tersebut diatas luka Shannon. "Sudah selesai."
"Terimakasih, mon chérie."
Senyuman mengembang di wajah Arthur, menanggapi ucapan tulus dari Shannon. "Aku ingin mandi sebentar, kau tunggulah disini." Arthur mencubit pelan sisi wajah Shannon. Shannon pun mengangguk.
Sepeninggalnya Arthur, Shannon bangun dan membuka pintu yang terhubung dengan balkon. Pintu terbuka lebar, angin malam yang berhembus pelan seperti menyapanya. Shannon meneruskan langkahnya. Ia berhenti di dekat pembatas, sambil menatap langit pekat berhiaskan bulan, dan taburan bintang.
Dua puluh menit kemudian, Arthur keluar dari walk in closet seraya memakai kaosnya. Ia menghubungi Rolando, meminta pria itu untuk membawa makan malam untuknya, dan juga Shannon. Setelah menghubungi Rolando, Arthur menyusul Shannon yang masih berada di balkon.
Arthur tersenyum, ia melangkah pelan mendekati kekasihnya.
Jarak mereka sudah dekat, Arthur dengan cepat menarik pinggang Shannon hingga tubuh Shannon sedikit terangkat membuat kekasihnya tersentak.
"Arthur!" seru Shannon. Detik berikutnya ia tertawa lepas disaat Arthur menghujani kecupan di lehernya.
"Ampun Tuan, tolong berhentilah." Ujar Shannon di sela tawanya. Arthur tersenyum lalu ia membalikkan tubuh kekasihnya. Kini mereka berhadapan, dan saling menatap penuh cinta.
Masih di dalam rengkuhan Arthur, Shannon tidak mengalihkan pandangannya masih memerhatikan wajah Arthur. Tangannya terangkat, ia memainkan rambut Arthur yang lembap. "Kau sangat tampan, Arthur. Aku menyukai rambutmu yang basah, dan berantakan." Akunya.
"Kau lagi-lagi memujiku." Arthur mencubit hidung Shannon. Ia sangat menyukai cara Shannon memperlakukannya, sangat manis.
"Hubungan kita sudah diketahui, dan sebentar lagi berita tentang kita sampai ke telinga Daddy. Mungkin dalam waktu dekat, aku akan mengajakmu ke Marseille untuk menemui Daddy. Apa kau siap? " Arthur bertanya sambil merapikan rambut Shannon yang bergerak mengikuti arah angin, lalu menyelipkan di belakang telinga.
"Ya, Arthur... Aku siap." Shannon melingkarkan tangannya di belakang leher Arthur. "Katakan padaku, apa yang Daddy suka?"
"Daddy suka bermain catur, golf, dan suka membaca. Untuk makanan kesukaannya, Daddy menyukai Osso Buco, Bruschetta, dan lasagna."
"Baiklah, besok aku akan belajar memasak makanan kesukaan Dad."
"Lakukan, sesuka hatimu sayang." Arthur menarik pinggang Shannon, dan ya posisi mereka sangat dekat. "Kau bebas melakukan apapun disini, kecuali membersihkan rumah atau melakukan pekerjaan yang biasa kau lakukan."
"Kau memecatku?"
"Tidak."
"Tidak, katamu? kau baru saja mengatakan jika aku tidak boleh mengerjakan apapun. Lalu, aku harus mengerjakan apa Tuan Arthur Mayer?"
"Belajar memasak, berlatih bermain piano lagi untuk mengasah kemampuanmu, aku akan memanggil guru terbaik untuk mengajarimu, atau berenang, aku bisa mengajarimu."
"Itu kemauanmu, agar kau bisa melihat ku tampil dengan bikini."
Arthur tergelak sambil memegangi perutnya. "Kau harus mempertimbangkannya, sayang. Berenang bersama, kegiatan yang sangat romantis. Mungkin kita bisa mencobanya."
"Tutup mulutmu, Arthur. Aku sungguh malu mendengar kalimatmu yang mesum." Arthur tergelak lagi berhasil menggoda Shannon.
Ketukan pintu terdengar oleh mereka. Arthur pun melepaskan pelukannya. "Masuklah Rolando." Arthur meredakan tawanya, sambil mengusap air matanya.
Rolando bersama Chloe masuk. Shannon menghampiri Chloe, ingin membantu sahabatnya itu.
"Biar aku yang melakukannya, Shannon."
"No.. No.. Aku akan membantumu."
Shannon membantu Chloe, memindahkan menu makanan di atas meja. Setelah selesai, Shannon berencana ingin ikut Chloe, namun tangannya di tahan Arthur. "Kau tidak boleh kemana-mana, makanlah bersamaku, disini."
Setelah berpamitan, Chloe, dan Rolando sudah keluar dari kamar. Shannon dengan Arthur mendaratkan bokongnya bersama di sofa. Shannon meletakkan kentang kukus, dan potongan daging di piring Arthur. "Makanlah, aku akan menemanimu."
"Kau tidak makan?" tanya Arthur.
"Tidak Arthur, kau makanlah lebih dulu. Aku akan makan nanti bersama dengan Chloe, Bibi Gabriella, Paman Rolando, dan Paman Rudolf."
Arthur meraih gagang telepon yang ada di nakas, menghubungi Rolando. "Kembali ke kamarku, ajak Chloe lalu beritahu Gabriella, dan Rudolf untuk makan malam di ruang makan."
Shannon terkesiap tanpa berkedip ia memerhatikan Arthur, tidak percaya apa yang di dengarkan. Tindakan kekasihnya selalu di luar dugaannya.
Sesuai perintah Arthur, kini Gabriella, Chloe, Rolando, dan Rudolf sudah berada di ruang makan. Mereka menundukkan kepala, memberi hormat saat Arthur, dan Shannon datang. Arthur manarik kursi dari bawah meja untuk Shannon. "Terimakasih, Arthur." Shannon tersenyum, dan ia duduk,
"Kenapa kalian berdiri? duduklah!" Arthur mendaratkan bokongnya di kursi begitu juga dengan mereka. Sejarah baru yang dilakukan Arthur. Tidak pernah sekalipun pria itu duduk bersama dengan para pekerja dan ini pertama untuk Arthur.
Chloe yang duduk di samping Shannon, sedikit memiringkan tubuhnya. "Apa yang kau lakukan pada priamu?"
"Nanti aku ceritakan. Tidak sekarang, lihatlah dia menatap ke arah kita."
"Mari kita makan, semua." Perintah Arthur, kemudian ia mencondongkan tubuhnya ke arah Shannon. "Apakah kau senang?" Shannon mengangguk. "Sekarang, kau makanlah."
.
.
.
.
👉 Mon chérie : sayang
👍👍
Shannon jangan lemah hadapi ulat bulu, Brantas ulat bulu Shannon
pasti dia tidak mau wanitamya dilecehkan dan pasti akan mnjaga wanitanya..