Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17
Tenang, itulah yang Rayyan rasakan saat ada di pelukan gadis yang belum lama ia kenal. Bahkan hatinya yang sempat kosong, perlahan mulai terisi kembali dengan tingkah kejutekannya, dan kejudesannya. Namun, justru itulah yang membuat Rayyan lebih tertarik, ia tipikal cowok yang suka dengan perempuan yang tidak begitu agresif. Rania ini salah satunya, sejak awal bertemu menunjukkan sikap kontranya terhadap dirinya, membuat pria itu semakin tertantang untuk lebih dalam memasuki dunianya.
Di saat di luar sana semua orang tertarik padanya, Rania justru terlihat tidak berminat terhadap dirinya yang notabene selalu ingin dikenal banyak orang. Terutama di tempat ia bekerja, namun Rania bahkan jenis manusia yang tidak meliriknya dari sekian manusia yang pernah Rayyan jumpai.
Dari situ menjadi daya tarik tersendiri untuk lebih mengenal lebih dekat. Pria itu bukannya tidak tahu, bahkan sebelumnya ia sudah mengakses semua data tentang gadis yang saat ini tengah dalam pelukannya.
"Dok, ini udah lebih dari lima menit," protes Rania gusar.
"Hmm, bentar Ra, sebentar lagi," sanggahnya merasa tak rela.
Dalam dekapannya ia menemukan kedamaian di sana, apalagi perlahan tangan lembutnya mengusap perlahan punggungnya, seakan begitu menenangkan jiwa pria itu yang tengah meronta.
"Dok, bisa lepas sekarang nggak, saya susah napas," rengek Rania merasa gerah. Rayyan mendekapnya begitu erat hingga bongkahan kenyalnya terhimpit dadanya.
Pria itu mengendurkan pelukannya, namun masih enggan berjarak. Menatapnya begitu lekat, seakan menembus jantung yang membuat organ penting itu berdetak tak karuan.
"Maaf, Ra, kalau bikin kamu nggak nyaman," ujar pria itu sembari duduk dengan posisi normal.
Rania bergeming, sibuk menata degup jantungnya yang seperti baru saja mendapat serangan antah berantah.
"Ra, aku boleh cerita nggak? Kalau kamu bosen sambil rebahan di sini nggak pa-pa," ujarnya seraya memposisikan tempat duduk lebih nyaman.
"Cerita aja nggak pa-pa," jawab perempuan itu datar.
Rayyan mulai sesi curhatnya, dari semasa kuliah, perjalanan cinta hingga karirnya yang mungkin tidak akan habis tujuh hari tujuh malam. Rania yang merasa ngantuk, tak terasa tertidur begitu saja di kursi empuk panjang, yang sebenarnya sangat nyaman. Pria itu memperhatikan seksama, ia tersenyum lembut melihat Rania sudah terlelap damai.
"Ra, mau pindah kamar nggak? Kamu beneran tidur?" Namanya udah nyenyak tidak menyahut. Gadis itu terlelap damai.
"Aku temenin kamu di sini ya, jangan kaget kalau besok bangun posisi kita begitu dekat."
Entah apa yang merasukinya, sisi kelelakian pria tersebut sangat meresahkan saat-saat dihadapkan situasi seperti ini. Pria itu dengan nakalnya, untuk pertama kalinya memberanikan diri mencuri satu kecupan singkat di bibirnya.
"Boleh ya Ra?" Izin Rayyan secara ilegal. Ia tersenyum sendiri meraba bibir ranum Rania yang baru saja berkenalan tak tahu aturan.
"Bobok aja, kamu tuh manis, besok aku kenalin ke mama ya, pasti mama seneng banget aku bawa kamu ke rumahnya." Pria itu sudah berandai-andai dengan sejuta imajinasi di kepalanya.
Pria itu sempat kembali ke kamar mengambil selimut, lalu kembali lagi ke beranda ikut tidur di sebelah Rania. Rayyan memeluknya tanpa dosa.
Ya, malam itu Rania dan Rayyan tidur di beranda dengan saling menghangatkan satu sama lain. Rania yang saat itu sudah terlelap, merasa begitu nyaman seperti di kasurnya. Sementara Rayyan yang tak ingin melewatkan moment sedikitpun, berlaku curang dengan membiarkan gadis itu dalam dekapan tubuhnya. Bahkan, sedikit berani mengusak lembut samping ceruk lehernya. Menemukan kenyamanan di sana yang membuatnya betah berlama-lama.
"Ra, jangan marah ya? Aku nggak nakal kok, janji cuma sebatas ini," gumamnya seraya memejamkan matanya yang mulai berat.
Keesokan harinya, Rania terjaga, merasa tubuhnya tertindih beban berat. Ia menyipit, mengumpulkan kesadarannya sepenuhnya. Gadis itu terpekik syok mendapati dirinya tidur dalam dekapan pria dewasa dengan tubuh mereka yang begitu rapat. Rania langsung bangkit, dan menyingkap selimutnya, meneliti tubuhnya yang masih dengan pakaian utuh. Seketika gadis itu bernapas lega.
Suara melengkingnya tentu saja mengusik seseorang yang dengan percaya dirinya tidur di sampingnya.
"Dok, kok kita ada di sini?" Rania ngeblank seketika.
"Apa Ra, 'kan emang dari semalam kita barengan di sini," jawab Rayyan santai seraya bangkit mensejajarkan tubuh mereka.
"Dokter nggak ngapa-ngapain saya 'kan?"
"Menurut kamu?"
"Ya nggak terjadi apa-apa lah seharusnya."
"Kalau iya kamu ikhlas?"
"Maksudnya, Dokter beneran—"
"Enggak lah Ra, emang boleh ya gituin orang lagi tidur, yang ada kamu juga pasti ngerasain kalau aku sentuh," jawab pria itu tersenyum sembari mengacak lembut puncak kepalanya.