NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 33

"Cine, kamu sudah dari tadi menyendiri di situ. Keburu dihabisin sama Samu tuh, camilannya," ujar Kai menghampiriku yang tengah menyuapi sapi Niji yang kuberi nama Nuju.

Terdengar suara tawa dari Niji, Samu, Queen dan tamu tak diundang seperti Zetta. Ya, bukan apa-apa. Sebab kami tengah mengerjakan tugas kelompok prakarya yang waktu itu belum sempat terlaksana. Tapi lumayanlah jika ada Zetta, menambah anggota tak resi agar tugas lebih cepat selesai. Sekali pun ia ke sini tentu karena banyak makanan yang disediakan tuan rumah. Niji.

"Lebih tepatnya dihabisin Zetta," pungkasku sambil menyuapi Nuju. Dua sapi di sebelahnya memang kusuapi juga, namun hanya sesekali, sebab aku paling suka dengan Nuju. Si sapi dengan warna bulu paling gelap.

Kai tertawa, "Iya, juga. Aku terkejut dengan kedatangannya. Tak kusangka, badan sekecil itu mampu menampung banyak makanan. Ya, walaupun bukan hanya dia orang kurus satu-satunya yang doyan makan."

Aku tersenyum, tidak menjawab dengan kata-kata. Melihat sapi yang sudah lama tidak kutemui rasanya lebih asik.

"Memangnya kamu tidak bosan terus-terusan di sini?" Kai bertanya.

"Nggak. Aku senang bisa melihat Nuju lagi. Aku sangat merindukannya selama bertengkar dengan Niji. Biasanya, sapi ini menjadi penghiburku. Tapi, aku tak dapat melakukan beberapa waktu lalu. Karena pemiliknya yang tengah berselisih denganku," jawabku yang kini sudah melepas ranting yang sudah habis daunnya ke dalam perut Nuju.

"Nuju? Nama sapi ini?" Tangan Kai mencoba untuk mengelus bulu Nuju. Terlihat kaku dan ragu sebab ia jarang melihat sapi, kecuali dalam bentuk daging siap santap.

Daun nangka lainnya aku ambil lagi. Lantas kembali memberi makan Niji. Kegiatan seperti ini selalu mengasikkan. Kemudian, aku memberikannya kepada Kai.

"Iya, namanya Nuju. Biarpun disuruh ganti sama Niji."

Kai tertawa sembari menerima ranting daun-duan nangka segar dariku, "Eh, asik juga. Aku baru pertama kali memberi makan sapi. Ternyata tidak sama dengan menyuapi Lika yang susah disuruh makan. Sapi ini malah menurut saja mengunyah dengan lahap. Andai Lika seperti ini juga."

"Astaga, jangan menyamakan adikmu dengan sapi juga!" tegasku sedikit heran dengan perkataan Kai.

"Hei, Cine."

"Apa, Kai?"

"Kamu udah baikan sama Niji." Kai tertunduk. Ranting daun nangka yang mengarah ke mulut sapi dilepasnya sejenak.

"Nanya apa ngasih tahu?" tanyaku sembari mengelus bulu gelapnya Nuju.

"Nggak dua-duanya, sih," jawab Kai.

"Lah, nggak jelas. Fokus, biar tugas kelompok cepat selesa!" seruku tegas.

"Aku cuma inget aja kemarin. Waktu kamu masih belum berdamai. Kamu sampai bisa berkunjung ke rumahku, dan kita ke taman Udayana. Tapi, sekarang kamu kayak menghindar gitu. Aku ada salah?" raut wajah serius Kai terlihat.

Seorang lelaki berkulit kuning langsat datang. Disusul seorang gadis bermata sayu. Samu dan Queen. Dengan begitu, pertanyaan Kai pun tak dapat aku jawab sekarang. Orang-orang dengan tempat tinggal yang jauh dari perkebunan, persawahan serta perkandangan ini begitu antusias. Seperti turis yang baru pertama kali melihat sapi. Bersamaan dengan itu, ayah Niji datang dengan sekarung besar hidangan lezat untuk Nuju dan dua temannya. Ya, hanya Nuju yang aku berikan nama. Selebihnya tidak ada karena aku hanya tertarik dengan Nuju. Seolah sapi yang dibunuh Yoru tempo waktu tidak pernah ada. Terlupakan begitu saja.

"Wah, ramai sekali!" Ayah Niji berseru sembari menurunkan sekarung penuh rerumputan. Kai segera membantu, tak lupa menepuk Samu yang lemot itu agar segera ikut membantu. Pada akhirnya, mereka turut memberi makan sapi-sapi dengan gembira. Niji dan Zetta memantau dari teras sana dengan mulut Zetta yang terlihat jelas sedang mengunyah tanpa henti. Karung besar berisi rumput ini mengingatkanku tentang perut Zetta. Menampung banyak.

"Eh, kok ikut?" tanyaku pada Kai saat aku hendak menuju teras, tempat Niji dan Zetta berada.

"Kurang seru kalau ramai. Rebutan ngasih sapi. Udah cukup Samu dan Queen aja." Kai menjawab yang kini sejajar denganku.

❀❀❀

Suara ketukan pintu membuat lelapku berlalu. Dunia mimpi tak tampak lagi. Loteng dengan beberapa corak bekas hujan yang bocor. Kipas angin berkarat dengan suara kurang sedap. Seorang anak perempuan berusia lima tahun masih pulas menjadikan lenganku bantal. Kesemutan parah!

Pintu masih diketuk. Pasti tamu bibi. Dengan sisa kantuk, aku berusaha berdiri. Lenganku benar-benar mati rasa setelah dijadikan bantal oleh Fara.

"Assalamu'alaikum," ucap seseorang di balik pintu masuk.

Krekkk.

"Waalaikumussalam. Bibi Yumi!?" Nyawaku yang seolah baru terkumpul setengahnya kini langsung penuh seketika. Wanita itu langsung memelukku. Ia mencubit pelan pipiku. Kami memang sudah lumayan lama tidak bertemu, sejak kejadian Yoru dihukum sampai pingsan. Lalu pak Addin tidak memperbolehkan aku ke sana lagi.

"Shinea. Senang sekali bisa melihatmu lagi. Kamu lagi ngapain?" Bibi Yumi bertanya.

"Nggak ada, Bi. Aku baru bangun tidur. Tadinya nidurin Fara, tapi aku malah ikutan tertidur," jawabku sembari mengucek mata yang penglihatannya masih rada buram.

"Bibi Ilma ke mana?"

"Lagi ke pasar."

Bibi Yumi mengangguk, tanpa mengerti. Ia tampak melihat dalam rumah. Astaga, bisa-bisanya aku lupa untuk mempersilakannya masuk.

"Silakan masuk, Bibi Yumi. Sebentar lagi bibi pulang. Soalnya udah dari tadi dia perginya," ucapku diiringi langkah ke tempat karpet tergulung rapi di balik pintu ruang dapur.

"Silakan duduk, Bi."

Bibi Yumi mengangguk. Lalu duduk dan melihat Fara yang terbaring di ruangan yang sama dengannya.

"Dia memang lebih suka tidur di ruangan ini daripada kamar tidurnya," ungkapmu pada bibi Yumi sebelum ia bertanya.

"Sebenarnya, saya mau mengembalikan barang yang dulu pernah saya pinjam. Dulu sekali, tapi saya lupa dan dia juga tidak pernah meminta rok ini. Tapi, saat sedang berkemas, saya menemukannya."

Aku menerima sebuah rok polos berwarna putih dari tangan bibi Yumi. Kainnya seingatku sangat digemari sewaktu aku masih SD. Karena orang-orang seusia anak SMA banyak sekali yang memilikinya.

"Baik, Bibi Yumi. Terima kasih."

Suara motor terdengar. Bibi telah kembali. Dalam sekejap sudah bergabung bersama kami dengan ekspresi senang. Sebab bibi Yumi jarang sekali ke sini. Hanya bibi Ilma yang beberapa kali ke sana. Bahkan, selama aku di rumah bibi Ilma, baru sekali ini aku mendapati bibi Yumi berkunjung.

"Wah, aku kira sudah hilang. Aku lupa kalau kamu yang meminjamnya, Yumi," seru bibi dengan sangat ceria.

"Maaf, kita sama-sama lupa."

"Santai aja, Yumi."

"Oh, iya. Saya mau ngasih tahu sesuatu. Termasuk ke Shinea juga." Bibi Yumi berkata.

Aku yang penasaran ini langsung bertanya dengan tatapan dan ekspresi. Bukan suara. Apa?

"Saya akan ke pulau Sumatera menemani keponakan saya. Sekalian mengunjungi kakak yang sudah lama tidak saya temui," ujar bibi Yumi.

"Naima?" tembakku.

"Eh, kamu mengenalnya?"

Aku mengangguk.

"Kapan, Yumi?"

"Ya, dalam waktu dekat. Ada urusan penting yang harus saya lakukan di sana."

"Apakah itu untuk membicarakan kepindahan Yoru ke sana? Apakah agar bapaknya mau menerima kedatangan Yoru dan bergabung bersama keluarga barunya di Sumatera sana?" tembakku lagi tanpa jeda dan langsung mengarah ke poin utama.

Bibi melongo. Sedangkan bibi Yumi tersenyum kecil. Naima dan bibi Yumi benar-benar akan mengusahakan hak Yoru untuk bersama orang tua kandungnya.

Perkataan Naima kala itu bukan hanya sekedar bualan.

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!