Psikopat Gila Jatuh Cinta

...\=\=\=\=\=\=\=\= • Next Story • \=\=\=\=\=\=\=\=...

Barra masih menunggu Arlleta dengan perasaan yang rumit. Arlleta sudah menyelesaikan pekerjaannya membantu bibi Adelia.

Arlleta berjalan menuju kolam renang dimana Barra sudah menunggunya sedari tadi disana.

"Barra" sapa Arlleta

"Kemarilah, duduk disini" Sahut Barra menunjuk kursi di sampingnya.

"Jadi apa yang ingin kamu katakan Barra" Ucap Arlleta pada Barra setelah ia duduk di samping Barra.

"Aku tahu ini bukan waktu yang tepat untukku menyampaikannya tapi tahu kah kamu sikap ku terhadapmu selama ini" Ungkap Barra menatap lurus kedepan.

"Maksudnya bagaimana bar, kamu ingin menyampaikan hal apa?" Arlleta terlihat bingung dengan apa yang Barra ucapkan.

"Apakah segala bentuk perhatian ku tidak bisa tersampaikan dengan baik pada dirimu?" Sahut Barra kali ini ia menatap Arlleta yang duduk di sampingnya.

"Hmm.. Sebenarnya apa yang ingin kamu ucapkan Barra, aku sungguh tidak mengerti apa yang kamu sampaikan" Arlleta masih bingung. Sebenarnya Arlleta sudah menebak obrolan ini tapi ia tidak mau terlalu percaya diri.

"Apakah kamu tidak menyukai ku seperti aku menyukai mu Arlleta" Akhirnya kalimat itu keluar juga dari mulut Barra.

"Hah menyukai mu, tentu aku menyukai dirimu kau baik, dan selalu ada saat aku butuh pertolongan" Balas Arlleta dengan polosnya.

"Astaga Arlleta yang ku maksud adalah aku mencintaimu, ya aku mencintaimu sejak lama jadi mau kah kau bersama denganku Arlleta" Akhirnya Barra memiliki keberanian untuk mengatakan kalimat kramat itu.

Arlleta diam menatap wajah tampan Barra, disana tidak ada kebohongan sama sekali yang Arlleta lihat dari sorot mata Barra. Arlleta masih bingung bagaimana cara menjawab pernyataan cinta Barra ini.

"Hmm.. Aku bingung mau jawab apa Barra" Ucap itu lolos dari mulut Arlleta.

"Nggk usah di jawab sekarang, jika belum bisa memastikan hatimu. Tapi satu hal yang pasti aku ingin serius dengan mu Letta" Sahut Barra dengan senyuman manisnya ramahnya.

Setelah berkata demikian Barra berdiri dari duduknya ia berdiri menatap lurus kolam berenang di hadapannya. Sementara Arlleta merasa tidak enak dengan Barra, ucapannya tadi sungguh membuat suasana hati keduanya menjadi canggung.

Arlleta menghela nafas panjangnya, Ia meyakinkan diri bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama untuk Barra.

"Sebenarnya aku juga mencintaimu Barra, tapi aku takut terluka karena mencintai mu" Ungkap Arlleta.

Barra yang mendengarkan itu langsung berbalik badan dan menatap Arlleta. Barra mendekati Arlleta yang masih duduk di tempat yang sama seperti tadi.

Barra genggam tangan Arlleta dengan lembut sambil menatap wajah cantik Arlleta. Barra sekali lagi merasakan kegugupan melanda dirinya.

"Aku tidak bisa menjanjikan apapun untuk mu Arlleta, satu hal yang pasti ketulusan ku ini tidak perlu kamu ragukan lagi" Ucap Barra menatap dalam mata Arlleta.

"Bagaimana kita jalani saja Barra, seperti air yang mengalir?" Ungkap Arlleta dengan perasaan malu.

"Apapun itu, aku akan berusaha menjadi yang terbaik untuk mu" Ucap Barra masih menggenggam tangan Arlleta.

Barra masih menggenggam tangan Arlleta, jari-jemari mereka saling bertautan. Arlleta merasakan getaran aneh di dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Arlleta, Barra malah merasa gugup yang sangat luar biasa.

Sepasang kekasih itu kini larut dalam malam yang indah, ya hari ini detik ini Arlleta dan Barra meresmikan hubungan mereka untuk menjadi lebih dekat lagi.

...✍️(◔◡◔) Keesokan harinya (◔◡◔)✍️...

Arlleta dan Barra berangkat bersama kesekolah, Mereka berdua menggunakan mobil sport milik Barra.

Saat di parkiran kebetulan mereka sudah di tunggu oleh empat bujang siapa lagi kalau bukan Gabriel, Bastian, Leonardo dan Wildan. Kedatangan keduanya menjadi pusat perhatian pasalnya Barra tidak pernah memperlakukan seorang gadis dengan sangat romantis.

Kali ini Barra bahkan membukakan pintu mobil untuk Arlleta. Arlleta tentu merasa tidak enak, tapi Barra sudah bilang untuk membiasakan diri mulai dari sekarang.

Ternyata benar jika seorang yang berhati dingin jika sudah jatuh cinta lupa segalanya. Tidak ada bedanya dengan Barra, pemandangan itulah yang menjadi buah bibir murid lainnya.

"Psikopat gila bisa juga jatuh cinta" Ucap Gabriel dengan pelan.

"Nggak tahu aja lu kalau dia udah sayang sama itu cewek sayangnya melebihi dirinya sendiri " Sahut Wildan.

"Hmm.. Gue harap mereka bahagia, dan tidak ada yang berniat buruk pada mereka berdua" Balas Leonardo.

"Ya udah, kita doain yang baik-baik untuk Bu bos sama pak bos mana tahu Letta bisa bikin kegilaan bos berkurang" Sahut Bastian dengan wajah seriusnya.

Setelah Bastian mengatakan hal itu ketiga bujang lainnya langsung menatap Bastian dengan tatapan rumit.

"Waduh, gue salah ngomong ya ngapain pada liatin gue kayak gitu sih" Ucap Bastian.

Merasa terintimidasi Bastian ingin melarikan diri, tapi tangan Gabriel lebih dulu menahan tubuh Bastian.

"Dih, lepasin Gab, gue nggak tahu kalau ngomong gitu salah kan gue cuma berdoa aja emang salah ya" ungkap Bastian kembali.

Ketiga bujang itu saling bertukar pandangan, sepertinya mereka satu frekuensi dalam mengerjai Bastian. Bastian yang semula merasakan hawa dingin dari sahabatnya kini merasa lebih lega setelah Wildan tertawa melihat ekspresi wajah Bastian yang tertekan.

"Hahahaha... Lu ngapain Bastian, doa lu tadi itu adalah ide bagus buat Barra" Ungkap Wildan sambil ketawa renyah.

"Hah jadi kalian setuju?" Tanya Bastian

Ketiga bujang itu mengangguk kepalanya artinya mereka setuju dengan ucapan Bastian. Bastian menghela nafas panjang ia tadinya sudah ketakutan kerena tatapan intimidasi sahabatnya malah ia dikerjai oleh sahabatnya.

Singkat cerita, pasangan baru itu menjadi perbincangan satu sekolah. Tentu saja berita itu sampai ke telinga Michael dan kedua sahabat Arlleta.

Kedua sahabat Arlleta itu ikut bahagia jika memang jodoh Arlleta adalah Barra, karena memang selama ini Barra lah yang selalu ada untuk Arlleta.

Michael hanya tersenyum tipis mendengar berita jika Barra dan Arlleta telah resmi berpacaran dari teman-teman sekelasnya. Michael hanya bisa ikut bahagia dalam diam untuk Barra. Michael tahu Barra pasti tahu dan memahami apa yang terjadi pada dirinya.

...****************...

...****************...

...****************...