"Aku tidak menyangka kau begitu tega padaku. Di saat aku bertugas di luar kota, kau malah selingkuh di belakangku. Aku menyesal karena sudah menikahi wanita sepertimu!"
Devina ditalak dan dituduh telah berselingkuh dengan pria lain yang tak lain adalah sahabat dari mantan suaminya, Marcell. Hidupnya jadi menderita dan terlunta-lunta ketika berpisah dari suaminya. Fitnah keji itu membuat anak kembar yang dilahirkannya harus menanggung beban penderitaan karena keegoisan orang tua. Dalam keadaan serba kekurangan, Devina berdiri sendiri untuk menjadi ibu sekaligus Ayah buat kedua anaknya.
Mampukah Devina melewati segala cobaan yang datang silih berganti dalam hidupnya?
Mungkinkah dia bersatu kembali dengan mantan suami setelah tahu dia memiliki anak yang harus dijaga bersama?
Kisah Devina hanya ada di Noveltoon, dengan judul Bayi Kembar Presdir Tampan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Pikiran Masa Depan Anak-anak
Dengan sangat terpaksa Devina memberikan izin kepada Marcell untuk menginap di rumahnya. Azalea tak henti-hentinya menangis tak ingin ditinggalkan oleh Ayahnya. Badannya juga demam hingga membuatnya susah tidur.
"Lea tidur ya sayang, badanmu panas banget nak, mommy kompres lagi ya?"
Sudah tengah malam Azalea menangis dengan keluhan kepalanya pusing. Untuk pergi membeli obat pun tak ada warung yang buka. Menunggu sampai esok pagi rasanya terlalu lama.
"Biar aku yang gendong ya? Dengan begitu kamu bisa istirahat," nasehat Marcell.
Marcell tidak tega melihat mantan istrinya yang berdiri dengan menggendong anak perempuannya. Hampir tiga jam dia berdiri berjalan mengelilingi ruangan untuk menenangkan anaknya yang merengek.
"Enggak usah, kamu aja yang istirahat, aku udah terbiasa seperti ini."
Setiap kata selalu menyinggungnya, tapi tak masalah, asalkan ia masih diizinkan untuk menemaninya begadang.
"Iya, aku tau itu, pasti sangat melelahkan. Jika kamu dulu menghubungiku, atau memberitahuku kalau lagi hamil, mungkin keadaannya akan beda. Aku sebagai laki-laki sangatlah buruk, tidak bisa mempercayaimu dan malah terhasut oleh orang tuaku sendiri. Andai saja dulu kamu bilang tengah mengandung anakku, aku juga tidak akan menceraikanmu, walaupun hatiku sakit."
Devina menanggapinya dengan senyuman getir. Tak ada angin tak ada hujan saja tiba-tiba dilayangkan gugatan cerai, apalagi ia katakan tengah mengandung, pasti pemikiran mantan suaminya tengah menuduh telah mengandung benihnya dengan orang lain. Buat apa menjelaskan kalau hanya sakit hati yang didapatkan.
"Apa kamu yakin tidak akan menceraikanku? Bahkan tak memiliki masalah yang jelas saja kau langsung mentalakku, apalagi jika aku menjelaskan tentang kehamilanku, nggak mungkin kamu akan mengurungkan niatanmu untuk tidak menceraikanku, bisa-bisa kau menuduhku jika anak yang aku kandung bukanlah darah dagingmu."
Untuk bisa memaafkan secara lahir dan batin rasanya sangat sulit. Kalau saja bukan karena permintaan Azalea, ia juga tidak mau mantan suaminya menginap.
"Mendingan kamu tidur di kursi situ, ambil bantal agar kepalamu nggak sakit. Besok pagi kamu harus pergi dari sini, jangan sampai ada orang lain tau keberadaanmu di sini, bisa malu aku sama tetangga sebelah, kalau mereka tiba-tiba menggerebek rumah ini bagaimana? Apa yang bisa kulakukan? Aku harus pergi ke mana, sedangkan aku belum punya uang untuk pindahan."
Marcell senyum-senyum sendiri. Ia malah senang jika tetangganya tiba-tiba datang menggerebeknya, dengan begitu ia tak punya alasan untuk mengelak dan bisa langsung menikahi Devina.
"Kurasa nggak apa-apa kalaupun ada tetangga yang mengetahui keberadaanmu di sini, toh mobilku juga terparkir di depan, pasti mereka sekarang tengah berpikir untuk mendatangi rumah ini."
Devina melotot, ia tak sadar kedatangan Marcell ke rumahnya menggunakan mobil, tentunya saat ini sudah menjadi gibahan warga sekitar.
"Ya ampun, bagaimana kalau mereka beneran datang kemari? Aku harus bilang apa sama mereka? Lagian kamu datang ke sini kenapa harus bawa mobil? Harusnya jalan kaki atau naik ojek aja, biar aman. Kalau begini sama aja kamu membuat masalah di sini, bisa-bisa aku diusir dari sini. Kau itu benar-benar bikin sial!"
Raut wajah Devina seketika cemas, takut tiba-tiba tetangganya datang dan membuat keonaran di kontrakannya. Sedangkan Marcell nampak begitu santai, kalaupun ada yang datang menggerebeknya, dengan senang hati ia langsung menikahi Devina kembali.
"Segitu keselnya kamu sama aku hingga mengataiku pembawa sial. Kebencianmu itu hanya akan membuatmu tidak nyaman Vin, cobalah mau berdamai dengan kenyataan, walaupun sekarang kita sudah berpisah, tapi diantara kita sudah tidak ada lagi jarak, kita sudah memiliki anak yang harus kita jaga bersama, tidakkah kamu berpikir untuk rujuk denganku? Alangkah baiknya kalau kita rujuk, daripada saling menjauh dan hanya akan membuat anak-anak kecewa."
Devina tak menggubris ocehan mantan suaminya, dia mencoba membuka jendela dan melihat suasana malam yang begitu sepi, tidak seorang pun yang didapatinya di luar, ia berharap tidak ada masalah walaupun Marcell menginap di rumahnya.
"Mommy, aku mau cama Daddy!"
Azalea yang masih membuka matanya, menoleh pada Ayahnya yang duduk di kursi kayu dengan memangku laptop. Kemanapun ia pergi, tidak pernah lupa membawa laptopnya.
"Daddy lagi sibuk kerja, Lea bobok aja ya?"
Marcell mendongakkan kepala dan menatap putrinya yang tengah merengek mencarinya. Ia langsung beranjak dan menghampirinya.
"Lea belum juga tidur? Mau digendong Daddy?"
Lea mengangguk saat Marcell mengulurkan tangannya. Digendongnya anak gadisnya dengan penuh cinta.
"Sekarang Lea bobok ya? Kalau panasnya belum turun, besok kita periksa ke dokter ya?"
Dengan cepat Azalea menggeleng. "Enggak mau, aku nggak mau dicuntik."
Kembali Azalea merengek takut Ayahnya akan membawanya ke dokter.
"Siapa bilang Lea akan disuntik? Cuma periksa doang kok, lagian kenapa nggak mau disuntik, disuntik kayak digigit semut, nggak bakalan sakit."
Semakin keras Lea menjerit, dia menangis ketakutan. Devina kembali mengomel dengan tatapan melotot. Baru saja anaknya mulai tenang, kembali Marcell membuatnya menangis.
"Kalau kehadiranmu hanya membuat anakku menangis, mendingan kamu pulang saja. Lea ini lagi sakit, dia butuh tenang, baru saja tenang, kamu sudah menakut-nakutinya."
Marcell mengusap-usap punggung putrinya dengan meminta maaf. "Maaf sayang, Daddy minta maaf. Daddy janji nggak bawa Lea ke dokter, tapi Lea juga harus janji lekas sembuh, oke, biar bisa bermain kembali."
Kini giliran Marcell yang berdiri menggendong dan menimangnya untuk membuatnya kembali tenang. Seumur hidupnya baru kali ini merasakan begadang menemani anaknya yang lagi rewel.
"Sekarang Lea bobok lagi ya, biar nanti badannya nggak demam. Kak Kenzo juga udah bobok dari tadi, emangnya Lea nggak ngantuk?"
Gadis itu menggeleng dengan tatapannya nanar. Bukannya dia tidak mengantuk, tapi dia tidak ingin di saat pulas tertidur, Ayahnya pergi dan tidak kembali.
"Kenapa nak? Kenapa menatap Daddy seperti itu?"
Marcell mengusap anak rambut Lea yang berantakan hingga bagian dahinya tertutup penuh.
"Lea nggak mau tidul, kalau Lea tidul, pasti Daddy pelgi ninggalin Lea. Lea ingin Daddy tetap di cini."
Kembali Lea bersedih dengan tangan mungilnya memegang lengan Marcell begitu erat, takut kehilangan sosok Ayah.
Marcell terharu sampai ia menitikkan air matanya. Mungkin selama ini Lea merindukan sosok Ayah yang belum pernah didapatinya.
Devina juga terharu mendengar anaknya merengek tak ingin ditinggalkan. Tapi ia tidak ingin terlalu menggantungkan harapan pada orang yang pernah membuatnya kecewa.
"Lea sayang, Daddy kan udah bilang sama kamu, Daddy nggak akan pergi ninggalin Lea. Daddy akan di sini temani Lea. Daddy juga ingin kita berkumpul bersama nak, apa kamu pikir Daddy bisa hidup tenang meninggalkan kalian di sini?"
Tatapan dingin Marcell beralih pada Devina yang duduk di kursi. Berusaha untuk tidak kembali emosi, ia berikan sedikit teguran pada mantan istrinya.
"Kamu dengar sendiri kan? Mereka butuh aku, mereka butuh sosok Ayah kandungnya, apakah kamu tidak iba melihat kesedihan anak-anak, jangan karena egois kamu mengabaikan perasaan mereka. Kalau kamu tidak butuh aku, aku masih bisa menghargainya, tapi setidaknya kamu pikirkan masa depan anak-anak."
kosa kata nya msh belepotan thort