Pernikahan adalah sebuah impian bagi semua orang, termasuk Zahra. Namun, pernikahan yang bahagia kini rusak akibat kehadiran orang ketiga. Evan selaku suami, mulai membandingkan Zahra dengan gadis lain.
Suatu hari dia memutuskan untuk menjalin hubungan hingga tidak memperdulikan hati Zahra. Akankah pernikahan mereka mampu diselamatkan? Ataukah Zahra harus merelakan suaminya bersama dengan wanita lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28 Memikirkan hidup yang baru
Evan yang kala itu baru selesai meeting dengan kliennya langsung membuka pesan dari Zahra. Sebelum membacanya, senyum pria itu terus terbit. Namun, ketika dia sudah membaca isi pesan dari Zahra, tangannya langsung terkepal erat, rahangnya pun mengeras dan biji mata Evan hampir saja lompat dari tempatnya.
"Si*al!" teriak Evan melemparkan ponselnya ke dinding. Pria itu terlihat gusar, dia harus segera mencari Zahra dan membawanya kembali ke rumah.
"Dia pergi membawa calon anakku, kau tidak akan bisa lari, Zahra!" ucap Evan kesal penuh amarah.
Pria itu keluar dari ruang kerjanya, bahkan dia membatalkan semua jadwal hari ini. Tujuan pria itu adalah menemukan Zahra, hanya itu yang dia fokuskan.
Beberapa menit kemudian, sampailah Evan dirumah dan disana sudah ada tiga bodyguard yang tadi bertugas menjaga Zahra. Amarah Evan kembali memuncak, dia memberikannya bogeman mentah di wajah tiga anak buahnya itu. Sementara para bodyguard hanya diam saja tidak berani melawan karena mereka bersalah.
"Bagaimana bisa istriku kabur? Kalian bertiga tidak becus menjalankan tugas! Menjaga satu orang wanita saja kewalahan, dasar bodoh!'' maki Evan tanpa ampun.
"M-maaf, Tuan. Tadi ada kejadian tak terduga di Mall, tas Nyonya di copet dan kami berdua mengejar copet itu. Lalu, dia—" salah satu bodyguard menunjuk seorang pria yang berdiri di tengah. "Dia yang menjaga Nyonya sewaktu Nyonya ke toilet, tapi setelah itu Nyonya tidak muncul-muncul, dan—" ucapannya terputus karena Evan menyela.
"Sudah diam!" Evan menatap ketiga bodyguard tersebut dengan tajam. "Cepat cari istriku, kalau perlu panggil semua bodyguard dan kalian harus bisa menemukannya! Jika tidak, maka aku akan memberikan kalian semua pelajaran. Ingat itu!" ucap Evan lalu masuk ke dalam rumah.
Tanpa dia sadari, sedari tadi Anna menguping di balik jendela. Evan yang kelelahan dan terlalu khawatir memikirkan Zahra tidak mengetahui istri sirihnya itu berada disana.
"Kak Zahra kabur?" Anna tersenyum senang. ''Itu tandanya, sebentar lagi aku akan menjadi Nyonya besar di rumah ini." ucapnya penuh kebahagiaan.
Di ruang kerja, Evan menyandarkan tubuhnya di kursi, dia memijit pelipis yang terasa berdenyut. Pikirannya benar-benar kacau dibuat Zahra.
"Jika saja dia tidak hamil, mungkin aku tak akan segelisah ini." ucap Evan pelan lalu dia mengebrak meja.
Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka. Anna masuk ke dalam sana, dia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
"Mas, aku buatkan kopi untukmu." ucap Anna sambil meletakkan nampan berisi segelas kopi hitam di atas meja kerja Evan.
"Kenapa, Mas? Kau terlihat murung, apa ada masalah di kantor?'' Anna pun duduk di kursi yang berseberangan dengan Evan.
"Tidak ada, Anna. Terima kasih untuk kopinya, tapi maaf, saat ini aku ingin sendiri." ujar Evan membuat Anna berdecak pelan.
"Ya sudah, kalau gitu aku keluar dulu. Jangan lupa diminum kopinya," Anna mengelus pundak Evan dengan senyum manisnya, lalu dia keluar dari ruangan itu.
Setelah berada di luar, Anna menghentakkan kaki di lantai. Dia terlihat kesal karena Evan terlalu memikirkan Zahra.
"Aku juga sedang hamil, kenapa Mas Evan sepertinya lebih mementingkan kak Zahra? Menyebalkan. Aku berharap wanita itu tidak ditemukan, biar mam*pus sekalian." gerutu Anna iri, dia berjalan menuju ke kamarnya.
🍃
🍃
Di tempat lain, Zahra masih bingung harus pergi kemana. Dia saat ini sedang berada di dalam taksi. Air mata terus saja menetes membasahi pipi mulusnya, sedari tadi sopir taksi terus bertanya kemana tujuan Zahra tetapi wanita itu hanya menjawabnya dengan jalan saja saya pasti akan membayarmu.
"Kenapa nasib pernikahanku jadi seperti ini? Mas Evan menduakanku hanya karena aku yang sibuk bekerja. Seharusnya dia 'kan bisa memahamiku sedikit saja. Terlebih sakitnya lagi, dia berselingkuh dengan adik tiriku," tangis Zahra semakin menjadi.
Sopir yang mengemudi hanya mampu melihat Zahra lewat kaca.
"Nyonya, sudah hampir satu jam kita terus jalan, apa Anda tidak punya tujuan?"
Zahra menoleh ke depan. ''Carikan hotel terdekat di daerah sini." ucap Zahra dan langsung di iyakan oleh sopir itu.
Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah hotel yang terletak di kota. Zahra membayar sopir itu dengan nominal yang semestinya, dia masuk ke dalam dan mulai memesan kamar. Setelah mendapatkan kamar, wanita itu pun berjalan gontai ke tempat tujuannya. Tubuhnya terasa lelah, otaknya seperti ingin meledak karena memikirkan hidup kedepannya.
"Apa aku bisa hidup sendiri tanpa seorang suami yang mendampingiku disaat aku sedang hamil seperti ini?" ucap Zahra sembari berjalan keluar dari lift.
Saat dia hendak mencari nomor kamarnya, tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan Zahra pun jatuh pingsan. Dari kejauhan, seorang pria yang baru saja keluar dari lift melihat hal itu. Dia berlari ke arah Zahra lalu mencoba membangunkan.
"Nona, Nona bangun!" panggil pria itu sambil menepuk pipi Zahra dengan pelan. Dia tidak tahu harus berbuat apa, dirinya pun segera membopong Zahra dan berjalan menuju kamarnya.
Di dalam kamar itu, pria tersebut merebahkan Zahra di atas kasur. Dia mencari minyak angin dan mulai mengoleskan di kepala serta hidung Zahra. Beberapa menit kemudian, kesadaran Zahra pun pulih. Dia terkejut melihat seorang pria yang tak dikenal berada di dekatnya. Terlebih lagi saat dia melihat ke sekeliling dirinya berada di sebuah kamar.
"Argh! Siapa Anda? Kenapa saya bisa ada disini?" Zahra berteriak dan dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Nona, tenang dulu. Tadi saya menemukan Anda pingsan, jadi saya membawa Anda ke kamar saya. Tapi, saya tidak melakukan apa-apa, sungguh!" tegas pria berusia tiga puluh tahunan itu.
Zahra melihat pakaiannya yang masih lengkap lalu dia menatap pria di depannya itu dengan lekat.
"Baiklah, saya bukan orang jahat. Perkenalkan, nama saya Regan." Pria itu mengulurkan tangan kanannya.
"Zahra,"
"Anda—" ucapan Regan terputus karena mendengar suara cacing dari perut Zahra. Pria itu tertawa pelan. "Anda lapar, Nona? Tunggu sebentar," dirinya berdiri dari ranjang menuju kulkas yang ada di dalam kamar itu.
Zahra baru teringat jika dia hanya makan sepotong roti dan segelas susu tadi pagi. Dirinya mengelus perut yang masih rata.
"Maafkan Mama, Sayang. Mama egois, karena ambisi ingin kabur, Mama sampai lupa memberimu makan." ucap Zahra menyesal karena terlalu lalai.
Tak lama kemudian, Regan kembali dengan membawa sebotol susu dan roti, ada juga spaghetti yang tentunya masih hangat.
"Ini, makanlah sebelum Anda pingsan lagi." ucap Regan.
Zahra menerima makanan itu tanpa curiga, dia yakin jika Regan adalah pria baik. Dirinya juga harus memikirkan keadaan sang buah hati yang masih berada di dalam perut.
"Terima kasih, Tuan Regan." ucap Zahra di sela-sela makannya.
"Sama-sama, habiskan. Jika kurang katakan saja, saya akan membuatkannya lagi untuk Anda."
Keduanya saling melempar senyum tipis.
Bersambung
VISUAL REGAN 😍