Polygamy Or Divorce
Matahari muncul dari ufuk timur, seorang gadis menggeliatkan badannya dan dia segera beranjak dari tempat tidur. Dirinya berjalan untuk membuka tirai jendela. Tak puas hanya menghirup udara yang sedikit, dia pun membuka pintu balkonnya.
Gadis berwajah manis itu tersenyum lebar, dia memejamkan mata lalu mendongakkan kepalanya ke atas. Beberapa detik kemudian, dia menatap ke bawah dimana tukang kebun sedang menyapu halaman.
"Hem, udara pagi memang sangat segar." ujar gadis itu.
Fatimah Az-Zahra, itulah nama lengkap dari sang pemilik paras manis nan mempesona tersebut . Zahra melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Ya, gadis itu sudah terbiasa bangun pagi seperti ini.
"Zahra, apa kau sudah bangun?" panggil seseorang dari luar kamar yang tak lain adalah Mama dari Zahra sendiri.
"Iya, Ma! Sebentar!" Zahra bergegas berjalan menuju pintu kamar, dia membukanya dan langsung tersenyum saat melihat wajah Mamanya yang bersinar di pagi hari.
"Pagi, Ma." Zahra mengecup pipi sang Mama.
"Pagi, Sayang. Mama pikir kau belum bangun. Ayo cepat mandi! Setelah itu kita sarapan bersama." perintah sang Mama.
Zahra mengangguk lalu dia menutup pintu kamar setelah Mama pergi dari sana. Gadis itu melakukan apa yang Mamanya katakan.
Tak lama kemudian, Zahra sudah bersiap dengan memakai outfit biasa. Ya, hari ini dia reunian dengan teman kuliahnya. Zahra berjalan menuruni anak tangga, gadis itu melihat Mamanya yang sudah duduk di kursi meja makan.
"Mama," Zahra berjalan mendekati meja makan.
"Duduklah, Nak. Mama sudah menyiapkan menu spesial untukmu."
Zahra melihat ke meja makan, dari raut wajahnya terlihat dia begitu bahagia. Bagaimana tidak, Mama memasakkan Sup buntut kesukaan Zahra. Gadis itu langsung mengambil piring dan mengisinya dengan sedikit nasi lalu sup beserta sambal khas dari Mama.
"Eum, masakan Mama memang tidak diragukan lagi. Ra jadi sedih, bagaimana jika nanti Ra menikah dan berumah tangga? Pasti Ra akan tinggal terpisah dari Mama, lalu Zahra tidak bisa lagi menikmati masakan Mama yang super lezat ini." ucap Zahra dengan nada bersedih.
"Sayang, kenapa kau bicara seperti itu? Jika ada waktu Mama pasti akan berkunjung ke rumahmu, lalu memasakkan makanan yang banyak untukmu." Mama tersenyum mencoba untuk membujuk Zahra, alasan gadis itu belum menikah di usianya yang sudah menginjak dua puluh lima tahun ini karena dia tidak ingin jauh dari Mamanya.
"Ck, Mama membuat Ra sedih pagi-pagi begini."
"Hei, kau yang mengkhayalkannya. Kenapa malah menyalahkan Mama?" wanita paruh baya itu tertawa melihat wajah lucu milik Zahra.
Zahra tidak ingin memperpanjang perbincangan, dia memilih diam lalu melahap sarapannya hingga habis.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah selesai sarapan. Zahra melirik ponselnya yang ada di atas meja, seseorang mengirimkan pesan agar Zahra tidak melupakan reuni yang diadakan.
"Zahra?"
Zahra yang kala itu masih sibuk dengan ponselnya langsung menoleh dan meletakkan benda pipih berbentuk segi empat itu di atas meja.
"Mama ingin berbicara serius denganmu."
"Ada apa, Ma?"
"Kau masih belum memiliki seorang kekasih? Nak, usia Mama sudah tidak lagi muda. Mama ingin segera melihatmu menikah dan Mama ingin secepatnya menggendong cucu seperti teman-teman arisan Mama yang lainnya."
"Nanti akan ada saatnya, Ma."
"Kapan, Nak? Selalu jawaban itu yang kau katakan jika Mama bertanya masalah pernikahan."
"Ma, Ra tidak ingin berdebat dengan Mama. Mama doakan saja yang terbaik untuk Ra, saat ini Ra masih ingin fokus dengan pekerjaan."
"Apalagi yang kau cari, Nak? Harta? Menurut Mama apa yang kita miliki saat ini sudah lebih dari cukup. Pengalaman kerja? Mama rasa kau sudah puas dengan pengalaman kerjamu yang sudah hampir lima tahun ini. Usiamu juga sudah pantas untuk menikah, Nak."
"Ma, Mama tidak perlu memikirkan hal itu. Mencari pendamping hidup tidaklah mudah, Ma. Menikah itu hanya sekali seumur hidup, maka Ra tidak boleh salah dalam memilih pasangan." Zahra melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia tidak ingin berdebat dengan Mamanya, maka dari itu Zahra memutuskan untuk pamit meskipun waktu perkumpulan reuni masih cukup lama.
Zahra masuk ke dalam mobil, dia melajukan kendaraan beroda empat itu menjauh dari pekarangan rumah mewahnya. Di dalam mobil, Zahra mengingat kembali perkataan Mamanya. Siapa bilang dia tidak ingin menikah? Tentu saja sangat ingin karena pernikahan adalah keinginan setiap manusia. Namun, Zahra membayangkan hal yang sudah terjadi pada teman kerjanya.
Setelah wanita itu menikah beberapa tahun, suaminya berselingkuh dan menikah dengan wanita lain. Zahra sangat takut akan hal itu, dia tidak ingin patah hati karena baginya pernikahan hanya berlaku satu kali seumur hidup. Zahra tidak bisa menerima sebuah pengkhianatan, maka dia harus teliti memilih pasangan.
Tak lama kemudian, Zahra sampai di sebuah kedai kopi. Dia turun dan masuk kedalam sana. Dirinya memesan coffee late untuk menghangatkan tubuh dan pikiran yang sedang berperang.
Tak lama kemudian, coffee pesanan Zahra tiba. Gadis itu sengaja memesannya menggunakan cup dan bukan gelas. Dia membuka aplikasi Instagram dan tak sengaja melintas postingan kakak kelasnya dulu yaitu Evan.
"Ini, ini benar kak Evan? Astaga ternyata dia sangat tampan setelah tumbuh dewasa." mata Zahra tidak bisa berbohong jika dia tertarik dengan pemuda tampan itu. Sejujurnya semasa Zahra kuliah dulu, dia sudah tertarik dengan kakak seniornya itu.
"Dia membuat caption, meet old friends. Itu artinya, bertemu teman lama dan ada emot bendera Indonesia. Berarti?" Zahra tidak sadar jika senyumnya langsung terbit hingga menampakkan giginya yang rata dan bersih.
Zahra menggigit bibir bawah lalu dia memeluk ponselnya. "Baiklah, Zahra. Kau harus terlihat cantik dan feminim, kau akan kembali bertemu dengan pemuda yang selalu kau rindukan itu."
Gadis itu beranjak dari kursi, dia membawa coffee - nya yang baru berkurang sedikit. Saat membuka pintu, tanpa sengaja Zahra menubruk seseorang. Dia tidak melihatnya karena sangat bahagia hingga ceroboh.
"T—tuan, maaf." Zahra merasa tidak enak dengan pemuda yang ada di depannya itu.
"Tidak masalah, Nona. Maaf saya juga tidak melihat karena terlalu buru-buru." pemuda itu berkata dengan sopan, tanpa menunggu jawaban dari Zahra, dia langsung masuk ke dalam kedai itu.
Zahra melihat cup yang ada ditangannya, terlihat coffee tadi tumpah sedikit mengenai baju pemuda itu.
"Astaga, coffee nya tumpah." Zahra kembali masuk ke dalam untuk mengganti rugi, mungkin saja baju pemuda itu kotor akibat perbuatan cerobohnya.
Setelah berada di dalam, Zahra mencari pemuda tadi tetapi tidak ketemu.
"Dimana dia? Pemuda tadi masuk ke dalam sini, tidak mungkin aku salah lihat." gumam Zahra bingung.
Ketika Zahra membalikkan badan, dia melihat pemuda itu yang sudah memakai pakaian khusus pegawai.
"Oh, jadi dia pekerja di tempat ini." Zahra mengangguk pelan. Dia berniat untuk menghampiri pemuda itu, tetapi di urungkan karena melihat sang pemuda yang sangat sibuk melayani pelanggan.
"Kalau begitu kapan-kapan saja aku akan menemuinya." Zahra pergi dari sana karena sebentar lagi waktu reunian akan tiba.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments