Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.
Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
Madava akhirnya berhasil memboyong Ayu dan Rafi ke rumahnya. Rumah itu cukup besar. Hampir sama besar seperti rumah Bu Shanum. Ayu sampai membeliakkan matanya membayangkan harus membersihkan rumah itu seorang diri. Tapi ia juga kurang setuju bila harus mempekerjakan art di sana.
Pernikahannya dan Madava bukanlah pernikahan biasa. Ia yakin akan ada banyak percekcokan yang terjadi setelah ini. Tentu ia tidak ingin apa yang terjadi pada pernikahan mereka diketahui orang lain. Oleh sebab itu ia setuju saja saat Madava mengatakan tidak akan mempekerjakan art di sana.
Yah meskipun ia sendiri tahu tujuan Madava sebenarnya. Apalagi kalau bukan untuk mengerjainya. Namun Ayu tidak takut sedikitpun. Loe jual, gue beli. Itu prinsip Ayu. Lagipula ia sudah biasa mengerjakan pekerjaan seperti ini. Anggap saja itu bayaran karena sudah diberikan tempat tinggal, makanan, dan juga biaya pengobatan Rafi kelak.
"Ini kamarku dan mau silahkan pilih sendiri mau tidur di kamar mana!" ujar Madava setelah berada di dalam rumahnya. Rumah itu terdiri atas dua lantai. Di sekelilingnya terdapat banyak jendela kaca sehingga tanpa lampu pun rumah itu sudah kelihatan terang di siang hari.
Rafi yang mendengar itu mengerutkan keningnya.
"Kenapa kamar mama dan Om eh Pa ... " Mata Rafi dan Madava beradu. Rafi sedikit ketakutan melihat tatapan datar itu.
"Rafi mau tanya apa?"
"Itu ... Kenapa kamar mama dan Om itu terpisah? Bukannya kata nenek Om itu sudah jadi papa Rafi, Ma." Rafi bertanya bingung. Karena setahunya ayah dan ibu itu tidur di satu kamar. Bukannya terpisah seperti ini. Rafi takut membahasakan Madava sebagai ayah. Entah kenapa ia seakan bisa melihat raut ketidaksukaan di wajah Madava.
Madava dan Ayu sedikit tertegun. Ayu pun tidak menyangka Rafi akan mengajukan pertanyaan seperti ini.
"Oh, itu, itu karena Rafi 'kan baru pertama kali tinggal di rumah ini. Jadi ... Om Dava pikir pasti Rafi takut. Jadi Om pikir biar Mama temenin Rafi dulu," jelas Ayu yang sangat jelas merupakan kebohongan. Madava tersenyum sinis. Ia tidak menyangka kalau perempuan itu pandai beralasan.
"Oh. Tapi Rafi nggak takut kok, Ma. Rafi 'kan anak berani. Dulu aja waktu mama pergi kerja 'kan mama sering tinggalin Rafi sendirian di rumah. Rafi nggak takut 'kan," ucap Rafi membuat Ayu cukup terkejut dengan jawabannya.
"Ya sudah, Rafi istirahat dulu ya." Ayu tak ingin menanggapi kata-kata Rafi lagi. Ia tahu, semakin ditanggapi, maka pertanyaan Rafi akan semakin panjang pula.
Madava memilih segera berlalu dari sana. Ia masuk ke kamarnya, sementara Ayu mencari kamar yang ada di lantai satu saja. Tujuannya agar Rafi tidak naik turun tangga. Ia khawatir Rafi terjatuh bila terus-terusan naik turun tangga.
"Bagaimana, Rafi suka kamarnya?" tanya Ayu.
"Suka, Mama. Kamarnya bagus dan besar. Lampunya juga bagus. Wah, ada AC-nya. Jadi kita nggak akan kepanasan seperti dulu ya, Ma," pekik Rafi girang. "Kasurnya juga empuk banget. Rafi suka. Rafi suka." Rafi melompat-lompat di atas ranjang sambil bertepuk tangan. Ia terlihat begitu bahagia.
"Dasar norak!" ucap Madava yang entah kapan sudah berdiri di ambang pintu. Ayu yang mendengar kalimat itu jelas saja merasa kesal.
"Ya, kami memang norak. Kenapa? Wajar 'kan, namanya juga pembantu," desis Ayu yang sudah sedikit mendekati Madava. Ia hanya tak ingin Rafi mendengar kata-kata mutiara yang akan saling mereka lontarkan.
Madava kesal bukan main karena Ayu sepertinya tidak memiliki rasa takut sedikitpun padanya.
"Rumah ini sudah seminggu belum dibersihkan. Bersihkan sekarang juga. Awas kalau sampai masih ada debu yang menempel."
"Pantas saja seperti kandang kambing. Punya rumah bagus, tapi malas dibersihkan," ejek Ayu.
"Kau ... Tapi rumah yang seperti kandang kambing ini nyatanya tidak sanggup kau beli," balas Madava semakin kesal.
"Untuk apa apa aku susah payah beli kalau aku bisa tinggal gratis di dalamnya!" Ayu menjawab santai. Ekspresinya datar saja alias lempeng. Berbanding terbalik dengan Madava yang sudah merah padam karena sikap Ayu yang menurutnya begitu menyebalkan.
"Dasar perempuan matre!"
"Bukannya calon istrimu lebih matre, kabur dengan membawa semua mahar yang kau beri!" jawab Ayu santai, tak mau kalah.
"Sialan kau ya!"
"Terserah kau mau memanggilku apa. Kalau kau hanya ingin mengajakku bertengkar, lebih baik pergi. Aku mau istirahat."
"Istirahat? Hei, aku tadi menyuruhmu membersihkan rumah ini, bukannya istirahat."
"Terserah. Hoaaam ... Ngantuknya." Malas menanggapi Madava yang ingin mengomel terus, Ayu memilih masuk ke dalam kamar kemudian menutup dan mengunci pintunya rapat. Jelas saja Madava semakin berang. Seumur-umur, tak pernah ada seorang pun yang berani bersikap menyebalkan seperti ini padanya.
"Dasar, brengsek! Awas kau! Tunggu pembalasanku!" teriak Madava kesal dari depan pintu.
Rafi yang sedari tadi sudah duduk diam di atas ranjang hanya bisa mengerutkan kening. Ia bisa mendengar kalau suara Madava terdengar kesal pada ibunya.
"Ma, Om itu kenapa? Om itu tidak suka kita tinggal di sini ya?" tanya Rafi lirih.
Ayu cukup tertegun dengan pertanyaan Rafi.
"Ti-tidak. Om Dava suka kok kita tinggal di sini," ujar Ayu tak ingin anaknya kepikiran dengan sikap Madava.
"Tapi muka Om itu galak, Ma. Kayak mau makan orang. Mana marah-marah terus sama Mama."
"Om Dava nggak galak kok. Mukanya emang gitu, tapi sebenarnya baik. Rafi nggak perlu takut." Ayu terus mencoba memberikan Rafi pengertian.
"Benarkah?"
"Benar."
"Tapi kenapa Om itu marah-marah terus sama Mama?"
"Om Dava bukannya marah. Cuma memang cara bicaranya kayak gitu. Kalau Om nggak suka kita, nggak mungkin kita tinggal di sini. Iya 'kan?"
"Ma, katanya Om itu sudah jadi papa Rafi, tapi kok nggak kayak papa Agus dan Ahmad ya, Ma?" Saat di kontrakan sebelumnya, Rafi memiliki teman bernama Agus dan Ahmad. Ia sering melihat kalau ayah kedua temannya itu begitu baik. Mereka suka bermain bersama dan membelikan teman-temannya mainan. Mereka sering tertawa bersama, tidak seperti Madava yang wajahnya selalu terlihat kesal.
"Itu karena Om belum benar-benar mengenal Rafi. Udah, nggak usah mikir macam-macam. Ayo, tidur siang dulu! Ingat, Rafi nggak boleh capek nanti sakit lagi."
"Iya, Ma."
Ayu pun membantu Rafi berbaring. Lalu ia mengajak Rafi membaca doa. Tak lama kemudian, Rafi pun tertidur.
Sebenarnya Ayu pun ingin ikut tidur, tapi ia ingat rumah itu masih dalam keadaan kotor. Sebenarnya ia bisa saja cuek-cuek saja, tapi ia harus ingat, rumah ini bukan dihuni ia dan Madava saja, tapi ada Rafi. Ia harus menjaga lingkungan selalu bersih untuk tumbuh kembang dan kesehatan Rafi.
Jadi Ayu pun segera beranjak dari tempat tidur. Ia keluar dan segera mencari perlengkapan bersih-bersih. Setelah mendapatkannya, ia pun mulai melakukan bersih-bersih.
...***...
Hari sudah begitu larut, tapi Madava belum juga pulang ke rumah. Ayu tidak begitu peduli. Untung saja ia masih memiliki uang jadi ia bisa memesan makan malam secara online tadi. Ayu belum bisa memasak karena memang tidak ada apa-apa di kulkas rumah itu. Hanya ada mie instan dan itu tidak baik untuk kesehatan Rafi.
Sementara itu, Madava kini sedang berada di sebuah club' malam. Ia sedang minum-minum dengan temannya. Saat sedang berbincang, tiba-tiba ponselnya berdering. Madava awalnya mengabaikan panggilan itu, tapi saat melihat nama yang tertera di ponselnya, Madava pun segera mencari tempat yang aman untuk mengangkat panggilan itu.
"Ha---"
"PULANG SEKARANG, MADAVA!" teriak Bu Shanum dari seberang telepon.
Ponsel Madava hampir saja terlempar ke lantai karena terkejut dengan teriakan yang nyaris memekakkan telinga itu.
"Mama apa-apaan sih pake teriak segala. Aku belum tuli, Mama," kesal Madava.
"Pulang sekarang atau ... "
"Pulang kemana?"
"PULANG KE RUMAH ISTRI KAMU, APALAGI!!!"
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰...