Pernikahan karena perjodohan nyatanya membuat Rani harus merasakan penderitaan. Suami yang tidak mencintainya ternyata menikah lagi dengan kekasih pilihan hatinya. Hidup Rani bagai neraka setelah suaminya menikah lagi. Bahkan ia harus tinggal seatap dengan madunya.
Ikuti cerita ini, bagaimana Rani menjalani hari-harinya yang menguras emosi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Membuat pilihan
Bab 25. Membuat Pilihan
POV Author
Damar keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di pinggangnya. Aroma sampoo dan sabun memenuhi kamar itu.
Damar berjalan mendekat pada Rani yang duduk di ranjang miliknya dan Laura. Merasa Damar aja berganti pakaian, Rani pun hendak meninggalkan kamar itu..
Damar yang kesadarannya sudah mulai sepenuhnya tidak rela Rani meninggalkan dirinya.
"Mau kemana?" Tanya Damar sambil menahan tangan Rani.
"Mau siapin nasi goreng buat Mas."
Rani hendak melanjutkan langkahnya kembali. Namun pelukan Damar dari belakang menghentikan langkahnya kembali.
"Mas, maaf. Jika Mas ingin melakukannya padaku, tolong hargai persyaratan ku waktu itu."
Damar melepaskan Rani dari pelukannya.
"Tapi kamukan isteriku."
"Tapi aku tidak pernah minta di madu Mas. Mas memaksa ku untuk nerima, Mas lupa?"
Rani membuang napas berat untuk melepaskan tekanan dalam dadanya.
"Mas bisa memilik aku seutuhnya, dan aku juga bisa memiliki Mas seutuhnya. Bagaimana caranya, Mas pasti tahu. Dan aku selalu menunggu keputusan Mas."
Rani diam sesaat untuk menyusun kata-kata berikutnya. Dan Damar pun hanya diam mencerna kata-kata yang di ucapkan oleh Rani.
"Masih ada waktu sebelum aku benar-benar pergi dari sini."
Kali ini Damar tertegun. Biasanya dia akan menatap tajam Rani atau meresponnya dengan datar. Namun kali ini Damar tampak merenung dan berpikir tentang apa yang harus ia lakukan.
"Maafkan aku. Berikan aku kesempatan untuk membuktikan semuanya."
Rani mengangguk, lalu melangkah meninggalkan kamar itu tanpa di halangi lagi oleh Damar. Begitu tubuhnya menghilang dari balik dinding, Rani memegang dadanya yang bergemuruh hebat. Rani tak menyangkal perasaan yang dulu ia sembunyikan untuk Damar kini mulai meluap lagi. Jika saja Rani tidak kuat dan tidak sabar manahan hati, mungkin saja mereka sudah melakukannya tadi. Namun Rani ingin Damar lebih tegas untuk memilih, dirinya atau wanita yang sampai detik ini belum pulang juga kerumah.
Rani semakin yakin, betapa hebatnya wanita itu dalam dalam segala hal yang mungkin tidak di kuasai oleh Rani, tetap Rani percaya, kalau kelembutan dan kesabaran bisa meruntuhkan tembok keras dan tinggi sekalipun.
Aroma nasi goreng buatan Rani menyeruak ke segala ruangan yang terbuka. Damar segera mendekat dan duduk di kursi yang biasanya ia duduk. Rani pun menyiapkan nasi goreng yang sudah ia masak. Dan Damar pun segera menikmati nasi goreng buatan Rani dengan lahap.
"Enak." Tutur Damar apa adanya.
Rani tersenyum, lalu menyiapkan air minum untuk Damar.
Makanan pun nyaris habis ketika terdengar suara pintu utama di tutup sedikit kasar. Damar perlahan menghentikan makannya. Rani tahu sebentar lagi pasti akan ada keributan di rumah itu karena melihat ekspresi Damar yang berubah menjadi kesal.
Laura melintasi mereka dengan langkah sempoyongan. Damar pun mendorong piring makannya dengan kasar hingga menimbulkan ke gaduhan di meja makan. Damar sengaja melakukan hal itu agar Laura menyadari kehadiran dirinya disitu. Namun Laura yang sudah mabuk berat tidak begitu peduli. Malah ia terkekeh dengan wajah tak berdosa.
"Oh, ada Damar dengan siapa itu, anak supir ya. Hehehe..."
Rani pura-pura tidak mendengar sambil membereskan sisa makanan di atas meja. Ia sudah terbiasa di perlakukan demikian selama ini sehingga hatinya pun sudah kebal.
Namun Damar tidak. Ia merasa jengah dan kesal Laura semakin menjadi dan terus menampakkan sikap buruknya dibanding perubahan yang ia janjikan waktu dulu.
Damar berdiri dan berjalan mendekati Laura yang tampak santai dan sesekali cegukan karena mabuk.
Merasa Laura cuek saja, Damar pun menjadi berang dan menyentak kasar tangan Laura.
"Aww!! Sakit!!! Lepas!!!"
Kali ini Laura yang terlihat marah meski sesekali tetap segukan.
"Kamu tidak dengar kata-kata ku kemrin hah?!" Ucap Damar degan nada kasar.
"Biar!! Aku mau begini untuk menghilangkan stresku gara-gara kamu!!"
"Aku?! Kenapa aku?! Justru kamu yang bertingkah!"
Laura tersenyum getir.
"Kamu tidak merasa buat salah?!" Tuding Laura. "Kamu lelaki plinplan yang tidak bisa memilih aku atau anak supir itu!" Tunjuk Laura ke arah Rani yang sudah selesai membereskan pekerjaannya. " kamu membiarkan kami tinggal satu atap padahal kamu tahu hal ini akan terus terjadi dan terjadi lagi! Mana janjimu akan membawaku tinggal di apartemen yang baru?! Bullshit semua!!"
"Cukup Laura!! Aku sudah berusaha membela mu selama ini karena rasa cintaku padamu. Tapi kamu selalu menunjukkan sisi burukmu dari hari ke hari. Jadi wajar saja aku masih mempertahankan Rani selama ini. Karena Rani juga merupakan wanita pilihan ibuku dan dia yang selama ini begitu perhatian melayani ku."
Laura terkekeh dan menatap sinis pada Damar.
"Puji saja dia terus! Ternyata kamu memang tidak pernah mencintai aku. Ucapan cintamu itu hanyalah bualan semata dan kamu tidak mencintaiku dari hati, tapi hanya mencintaiku dari mulutmu saja! Jika kamu ingin aku tidak melakukan hal yang tidak kamu sukai, maka ceraikan dia!! Aku akan menjadi wanita yang kamu inginkan sepenuhnya."Ucap Laura dengan tatapan mata tajam tanda ia serius dengan perkataannya.
Lagi-lagi Damar dihadapkan pada kenyataan yang sulit. Kedua istrinya saling menuntut hak mereka untuk disayangi secara penuh dan utuh. Tidak ada satupun dari mereka yang ingin berbagi suami, bahkan kini keduanya saling memaksa dan meminta untuk melepaskan salah satu dari mereka.
Damar menarik napas panjang dany menghembuskannya perlahan.
"Baiklah jika itu kalian minta dua minggu lagi aku akan mewujudkan siapa yang akan tinggal bersamaku di rumah ini."
Laura tampak tertegun mendengar ucapan Damar. Namun kemudian tersenyum dan melangkah pergi meninggalkan Damar.
Damar membuang nafas kasar melihat kepergian Laura Ia pun membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah Rani. Rani pun juga sama, Diam tanpa kata dan ia pun melangkah pergi meninggalkan Damar.
Lagi-lagi Damar membuang nafas kasar sambil berkacak pinggang. Ia menatap langit-langit dengan segala kemarahannya. Damar marah dan kesal harus dihadapi permasalahan yang pelit seperti ini. Rasa marahnya pun tidak jelas ditujukan untuk siapa dan karena apa sebab semua terjadi begitu saja.
Menikah dengan Laura adalah pilihannya. Sedangkan menikah dengan Rani adalah pilihan ibunya. Namun sikap Laura tidak bisa membuatnya bertahan untuk terus membela istrinya itu. Sedangkan Rani yang sabar membuatnya merasa nyaman dan perlahan ingin mempertahankan wanita itu di sisinya..
Damar duduk di sofa ruang tamu sendirian. Iya terus berpikir dan berpikir dalam gelapnya malam. Menentukan siapa yang akan menetap tinggal dengannya dalam satu atap tidaklah mudah baginya. Apalagi ia akan menjalani seluruh hidupnya dengan seseorang yang akan menjadi pilihannya itu. Damar berencana ingin mancari infomasi apa saja yang Laura lakukan di di luar sana tanpa isterinya itu ketahui. Juga mengawasi Rani meski wanita itu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Dan dalam waktu yang telah dijanjikan, Damar berharap semua infomasi sudah terkumpul sehingga ia dapat memutuskan.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
aah bahagianya,Damar buka segel nih yaaaa , dan laura yuda ya sudah peegilah yang jauh dan nikmati juga bangkitlah ,bweubahlah jadi orang baik dan menyesalah jangan lupa minta maaf sama orang" yang sudah kalian sakiti ya ,eeeeh ngomong sih enak tapi melakukannya susah ya yud,lau wkwkwk
Ralat:👆🏻