MENINGGALKAN NODA Pada ADIKKU

Bughhh

“Siapa yang menyuruhmu untuk membiusnya hah?! Kamu gila!” teriak Seth.

Seth menggeram kesal ketika orang suruhannya datang membawa Alina, tapi dalam keadaan terbius. Berapa banyak mereka memberikan obat biusnya sampai bisa bertahan selama perjalanan dari New York ke London.

Ia kembali berdecak kesal karena sebentar lagi ia pasti akan kena marah atasannya, yang tak lain adalah Martin Luca.

“Maaf, Tuan. Tapi kalau kami tidak membiusnya, sudah pasti ia tak akan mau ikut dengan kami. Ini adalah cara yang paling cepat dan ampuh.”

Lalu mata Seth menangkap orang suruhannya juga yang kini tengah menggendong seorang bayi di dalam dekapannya.

“Kalian juga membius bayinya?” tanya Seth. Ia takut terjadi sesuatu.

“Tidak, Tuan. Kamu tak berani.”

“Lalu kenapa bayi itu begitu tenang?” tanya Seth.

“Tidak tahu, Tuan. Sejak ia digendong oleh Louis, ia sangat tenang. Mungkin karena tubuhnya seperti bantal, empuk dan hangat,” jawab Sam.

Seth sedikit bernafas dengan lega karena orang suruhannya itu masih bisa berpikir dengan logika, tapi … sekarang ia bingung bagaimana harus menghadapi Martin.

Tak berselang lama, pintu ruangan tersebut terbuka dan tampak sosok seorang Martin Luca masuk ke dalam. Ia melihat Alina sedang tertidur dan bayinya berada dalam gendongan Louis.

“Apa yang kalian lakukan padanya? Mengapa ia masih tertidur?” tanya Martin.

“Sam membiusnya,” jawab Seth perlahan.

Bughhh

Sebuah pukulan kembali mendarat di perut Sam, “Bodoh!!”

Martin mendekati Alina kemudian memperhatikan wajahnya, “Ya, ia benar-benar sangat mirip. Aku harus segera membuktikannya.”

Martin mengambil sehelai rambut Alina kemudian memasukkannya ke dalam plastik. Setelahnya ia memberiknnya pada Seth.

“Periksa kedua plastik ini Seth, berikan padaku hasilnya segera,” perintah Martin.

“Baik, Tuan,” kata Seth yang ingin segera bergegas pergi dari sana.

Sam dan Louis memberikan tanda pada Seth, berharap mereka juga bisa segera keluar dari sana sebelum terkena amukan atasan mereka itu lagi.

“Oya Seth, di mana bayinya?” tanya Martin. Sehak tadi ia hanya fokus pada Alina dan ia tak mendengar tangisan seorang bayi.

“Di dalam gendongan Louis, Tuan,” jawab Seth.

Martin menoleh dan melihat Louis yang tengah berdiri sambil sedikit bergoyang. Ia mendekap seorang bayi laki-laki. Martin memicingkan matanya, ia merasa bayi laki-laki tersebut mirip dengan seseorang, tapi ia belum bisa mengingat siapa.

“Ya sudah, kamu keluar bersama Sam. Biarkan Louis bersamaku.”

Sam langsung mengurut daddanya lega, sementara Louis mencebik kesal karena kedua rekannya bisa keluar dan ia terjebak sendirian dengan bayi dalam gendongannya.

**

“Tak ada!” teriak Logan, “sebenarnya di mana dia? Tak mungkin kan dia pergi karena aku sudah mengetahui keberadaannya?”

Kini pikiran Logan mengarah ke mana-mana. Tak mungkin Alina menghilang begitu saja. Ia keluar dari rumah yang ditempati oleh Alina, lalu menghampiri mobil di mana informannya berada. Namun Sebastian kini telah berada di samping mobil karena Vin sedang tidur di dalam.

“Apa kamu melihatnya pergi?” tanya Logan.

“Tidak, Tuan. Nona Alina masih berada di dalam, bersama anaknya.”

“Anak? Anak siapa maksudmu?”

“Anak Nona Alina, Tuan.”

Logan tampak berpikir, tapi kini yang ia pentingkan adalah keberadaan Alina terlebih dahulu.

“Ia tidak ada di dalam dan kamu tidak melihatnya pergi?”

Apa Nona Alina pergi saat aku tertidur? Mati aku! - batin Sebastian.

Sebastian memejamkan matanya, ia benar-benar bingung harus menjawab apa. Tak mungkin juga ia berbohong, karena atasannya itu pasti akan segera mengetahuinya.

“Maaf, Tuan. Saya sempat tertidur tak lama setelah anda dan Tuan Vin kembali ke hotel,” kata Sebastian.

Logan menghembuskan nafasnya sedikit kasar. Ia menatap Sebastian, tapi tak mungkin ia marah-marah karena pria di hadapannya itu juga pastinya membutuhkan istirahat.

“Sekarang kamu cari tahu segera di mana ia berada! Aku tak ingin ada yang terlewat,” kata Logan.

“Baik, Tuan.”

“Satu lagi, kamu mengatakan kalau Alina bersama anaknya. Apa ia sudah menikah?” tanya Logan.

“Saya tidak pernah melihat suaminya, Tuan. Tapi yang sering datang ke sana adalah Tuan Carlos Manuel, tetangga sebelah rumah, pemilik Peternakan Manuel.”

Logan menganggukkan kepalanya, “kalau begitu segera cari tahu di mana Alina. Kabari aku secepatnya!”

“Baik, Tuan.”

Sebastian membuka pintu belakang kemudian membangunkan Vin. Ia harus segera pergi untuk menjalankan perintah Logan, sebelum pria itu marah dengan kesalahan yang telah ia lakukan.

“Tuan … Tuan Vin. Bangun, Tuan. Tuan Logan sudah menunggu anda,” kata Sebastian membangunkan Vin.

“Eughh!!!” Vin menggeliat kesal. Tubuhnya kini terasa sakit karena ia tidur meringkuk di kursi belakang mobil yang ukurannya tak sebanding dengan tinggi tubuhnya.

“Tuan … Tuan Vin,” sekali lagi Sebastian berusaha membangunkan Vin, tapi sepertinya pria itu benar-benar mengantuk.

“Bawa saja dia bersamamu dan jangan lupa untuk mengerjakan perintahku,” kata Logan.

“Baik, Tuan,” pada akhirnya Sebastian tak lagi membangunkan Vin. Ia kembali ke belakang kemudi dan melajukan kendaraannya, meninggalkan Logan dan membawa Vin bersamanya.

Logan kembali menoleh ke arah rumah yang ditempati oleh Alina.

“Kamu pergi ke mana, Al? Apa kamu pergi karena aku?” gumam Logan.

Tapi kemudian ia kembali teringat akan perkataan Sebastian.

Anak? Alina memiliki anak. Apa dia sudah menikah? - batin Logan.

Logan akhirnya kembali memasuki rumah tersebut. Ia melihat ke kiri dan ke kanan, memindai setiap sudut rumah tersebut.

“Mesin jahit? Kain? Apa selama ini ia mencari uang dengan membuat pakaian?” Logan melihat beberapa desain pakaian anak tergeletak di meja persis di samping mesin jahit tersebut.

Lalu langkah kakinya mengarahkannya kembali ke kamar tidur. Baru ia masuk, ia baru menyadari bahwa ada harum bedak bayi. Tadi ia terlalu memikirkan Alina hingga tak menyadarinya.

Logan masuk lebih dalam ke kamar tidur itu, membuka tirai yang menutupi jendela. Cahaya matahari mulai tampak tapi belum masuk sepenuhnya. Logan melihat sebuah keranjang berisi pakaian bayi, yang tak Logan ketahui untuk usia berapa.

“Anak siapa itu, Al? Apa kamu telah menikah? Atau?” Logan terus berpikir hingga ia tak sadar bahwa ia tertidur di atas tempat tidur Alina.

🌹🌹🌹