Sena, gadis tujuh belas tahun yang di abaikan oleh keluarganya dan di kucilkan oleh semua orang. Dia bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan bullying yang setiap hari merampas kewarasannya.
Alih-alih mati menjadi arwah gentayangan, jiwa Sena malah tersesat dalam raga wanita dewasa yang sudah menikah, Siena Ariana Calliope, istri Tiran bisnis di kotanya.
Suami yang tidak pernah menginginkan keberadaannya membuat Sena yang sudah menempati tubuhSiena bertekad untuk melepaskan pria itu, dengan begitu dia juga akan bebas dan bisa menikmati hidup keduanya.
Akankah perceraian menjadi akhir yang membahagiakan seperti yang selama ini Siena bayangkan atau justru Tiran bisnis itu tidak akan mau melepaskan nya?
*
Ig: aca0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Siena mengedarkan pandangannya ke sekeliling kafe, mencari keberadaan Cindy yang katanya sudah datang. Ya, Siena memang meminta untuk bertemu disini, ia hanya akan mencoba meminta wanita itu untuk menikah dengan Erlan dan membatalkan segala rencana buruknya.
Kakinya terasa berat saat melangkah ke sudut, Cindy sudah duduk disana dengan gaya angkuh. Semakin Siena mendekat, ia bisa melihat pipi Cindy memerah, ada jejak lima jari di sana. Apakah Cindy baru saja menerima tamparan?
" Wah... mimpi apa aku semalam, seorang Siena mau menghubungiku lebih dulu dan meminta bertemu," Cindy melayangkan segaris tipis senyum mengejek .
Siena menarik kursi dan duduk berhadap-hadapan dengan Cindy. Ia tidak tertarik untuk membalas ejekan tersebut, mencoba terlihat kuat dan baik-baik saja Siena memanggil waiters dan memesan segelas vanilla latte.
"Kupikir kau tidak akan membiarkan orang lain menyentuhmu," Siena menunjuk pipi kanan Cindy, "Jejaknya terlihat jelas, pasti sakit ya?"
"Bukan urusanmu." Ketus Cindy memalingkan wajah, tak bisa di pungkiri tangannya terkepal di bawah meja.
"Putuskan Erlan."
Kepala Cindy menoleh cepat, bibirnya berkedut, "Jangan mimpi."
" Kalau begitu menikahlah dengannya,"
Cindy melotot, kaget dan tidak percaya. Ia melihat Siena seolah-olah baru saja melihat penampakan hantu. Namun, beberapa detik kemudian, Cindy kembali tenang, ia tegakkan bahunya dan mulai memikirkan segalanya.
Dua belas tahun lalu, Cindy dan Siena bertemu untuk pertama kali di gerbang sekolah menengah atas di salah satu sekolah swasta standar internasional, di jakarta.
Saat itu masa pengenalan lingkungan sekolah, keduanya berada dalam satu kelompok yang sama. Cindy lupa menyelesaikan tugas membuat puisi, ia hampir di hukum jika Siena tidak membantunya.
Cindy bisa menilai Siena adalah gadis baik, berawal dari satu kelompok lalu mereka menjadi dekat. Siena mengenalkannya pada anak-anak hits sekolah mereka, geng Black Rose.
Siena adalah ketuanya dan sampai saat itu Cindy masih mengaguminya. Hingga suatu hari Alvaro, pangeran sekolah yang kepopulerannya di masa itu mengalahkan semua murid datang ke sekolah bersama murid baru yang ternyata adalah sahabat dekatnya pindahan dari luar negeri.
Fernando Sagara Caesa, siswa tampan bermata teduh yang langsung membuat Cindy jatuh cinta dan dari sanalah awal dari kehancuran persahabatan mereka.
Perasaan yang membelenggu membuat semuanya tak lagi sama, segalanya berputar dan membuat semuanya berserakan, hancur hingga tak bersisa.
"Kenapa kau diam saja, Cindy? Erlan mencintaimu dan dia bersedia menikahimu." Katakanlah Siena gila karena meminta perempuan lain untuk menikah dengan suaminya. Percayalah, Siena juga tidak ingin, hatinya juga sakit karena tanpa sadar ia mulai jatuh cinta.
Tetapi sebelum perasaannya semakin dalam dan membuatnya semakin sakit, Siena memilih melepaskan. Ia mengabaikan permintaan Siena asli untuk tidak bercerai dari Erlan.
Siena akan memikirkan cara lain untuk melindungi dirinya dari Nando.
" Pergi! Aku sedang malas bertengkar." Kata Cindy dingin, lamunannya buyar dan menatap Siena penuh kebencian.
" Cindy!" Panggil Siena tak kalah dingin.
"Kenapa kau membenciku? Kenapa kau ingin sekali menghancurkanku?" Tanya Siena, benarkah Cindy merelakan persahabatan mereka demi cinta atau ada hal lain yang tidak Siena tahu?
" Kau pikir kenapa? Aku lelah, Siena. Tidak bisakah kau mengalah sekali saja? Bercerai dari Erlan dan-" Cindy menunduk, mengepalkan tangannya lalu membawa ke dada, "Kau harus menikah dengan Nando."
"Itu tidak mungkin!" Pekik Siena mengundang tatapan tajam dari beberapa pengunjung, seakan tersadar Siena menangkupkan tangannya dan meminta maaf kepada mereka.
Menikah dengan seorang pembunuh adalah hal tergila yang pernah Siena dengar selama hidupnya. Ia tidak bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang menanti nya. Tidak. Siena tidak akan pernah mau.
" Kau egois. Aku juga mau bahagia!" Bentak Cindy marah dan orang-orang kembali menatap ke meja mereka sambil berbisik-bisik.
"Kau saja yang menikah dengan Erlan," Siena masih tetap dengan tujuan awalnya datang yaitu untuk memaksa Cindy menikah dengan Erlan lalu ia bisa bercerai dengan tenang dari pria itu.
BRAK!
" Sialan! Kau brengsek Siena!" Marah Cindy lalu berdiri dan pergi dari sana setelah membanting kursi cukup keras.
"Cindy-"
Tiba-tiba ponsel Siena berdering, ia melirik sambil berdecak kesal. Nama Erlan terpampang di layar, tidak biasanya dia menelpon, pasti ada yang penting.
"Hall-"
"Pulang sekarang!" Belum sempat Siena menyapa, suara dingin Erlan sudah lebih dulu memotong.
"Pulang? Ah, kerumah sakit maksudmu?"
"Matthew sudah menunggu di depan."
Klik.
Siena menatap bingung pada layar ponsel. Siena tidak mengerti, Erlan menelpon dan sungguh Siena tidak mengerti apa yang di katakan. Pria itu menyuruhnya pulang dan Siena paham, tapi bukankah Erlan masih dirumah sakit?
Tidak mau bingung sendirian, Siena membayar tagihan minuman nya lalu bergegas keluar dan benar saja Matthew sudah menunggu di depan dengan sikap siap.
"Silahkan, Nyonya." Matthew dengan sigap membukakan pintu,
"Kita mau langsung ke rumah sakit?" Tanya Siena setelah duduk di kursi belakang.
" Kita akan langsung ke mansion, Nyonya." Jawab Matthew duduk di depan dan mengambil alih tugas mengemudi.
"Erlan sudah pulang?" Tanya Siena.
"Sudah, Nyonya."
Benarkah? Kalau begitu cepat juga sembuhnya, atau pria itu yang tidak ingin berlama-lama di rumah sakit. Itu bisa jadi.
Perjalanan menuju mansion tidak memakan waktu terlalu lama, hanya menghabiskan waktu lima belas menit karena memang kafe yang Siena datangi tidak terlalu jauh dari mansion.
Matthew dengan sopan membukakan pintu untuk Siena, "Tuan sudah menunggu Nyonya di ruang kerja lantai satu." Ucapnya sembari menutup pintu kembali.
Siena mengangguk singkat lantas bergegas masuk, ruang kerja Erlan ada dua, satu di lantai satu dan satu lagi di lantai tiga. Kali ini Erlan berada di ruang kerja lantai satu.
Pintu dibuka lebar, sekarang Siena dapat melihat punggung kokoh Erlan yang duduk membelakanginya. Erlan sedang memperhatikan taman belakang melalui kaca bening yang senantiasa dibiarkan tanpa tirai yang terpasang tepat di belakang meja kerja Erlan.
"Apa kau menganggapku barang yang bisa kau tawarkan kesana-kemari?" Siena baru saja menutup pintu kala suara berat Erlan menyapa indera pendengarannya, pun seiring dengan kursi yang diputar. Erlan menatapnya dingin dari tempat duduk, tangannya masih di perban namun pada buku-buku jarinya nampak darah segar menetes ke ruas jarinya. Luka baru lagi.
...***...
Jangan lupa like, komen dan vote...