Lisna seorang istri penyabar dan tidak pernah mengeluh pada sang suami yang memilih menganggur sejak tahun ke tiga pernikahan mereka. Lisna dengan tulus menjadi tulang punggung keluarga.
Setelah tujuh tahun pernikahan akhirnya sang suami terhasut omongan ibunya yang menjodohkannya dengan seorang janda kaya raya. Dia pun menikahi janda itu atas persetujuan Lisna. Karena memang Lisna tidak bisa memberikan suaminya keturunan.
Namun istri kedua ternyata berhati jahat. Dia memfitnah Lisna dengan mengedit foto seakan Lisna sedang bermesraan dengan pria lain. Lagi lagi suaminya terhasut dan tanpa sadar memukul Lisna bahkan sampai menceraikan Lisna tanpa memberi kesempatan Lisna untuk menjelaskan.
"Aku pastikan ini adalah air mata terakhirku sebagai istri pertama kamu, mas Fauzi." Ujarnya sambil menghapus sisa air mata dipipinya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Saksikan di serial novel 'Air Mata Terakhir Istri Pertama'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimana letak adilnya?!
Hari ini Wulan dan Fauzi pulang. Sementara Queen sudah mereka titipkan pada mamanya Wulan. Selama Wulan hamil, Queen akan tinggal bersama neneknya.
Kepulangan mereka disambut senang oleh Lisna.
"Mas, sudah pulang." Sambut Lisna menyalami suaminya.
Fauzi tidak lupa untuk memeluk Lisna dan memberikan ciuman didahinya. Wulan cemburu, terlihat jelas di wajahnya. Sejak hamil dia menjadi sangat sensitif.
"Nih, tas buat kamu."
Fauzi memberikan kantong belanjaan berisi tas ransel yang dijanjikannya pada Lisna.
"Alhamdulillah. Terimakasih banyak ya mas."
Lisna sungguh terharu. Mendapat hadiah dari suami setelah sekian lama, sungguh membuatnya bahagia. Rasa amarah karena dibohongi dan dicurangi pun hilang seketika.
"Wulan, kamu baik baik saja?" Tanya Lisna yang mulai menyadari ketidak nyamanan Wulan.
"Sayang, kamu kenapa?" Fauzi langsung merangkul Wulan.
"Mas, aku capek. Antar aku ke kamar."
Sebentar Fauzi menengok pada Lisna. Karena harusnya giliran Fauzi di kamar Lisna mulai malam ini sampai seminggu kedepan.
"Mbak, bolehkan mas Fauzi mengantarkan aku ke kamar. Nanti kalau aku sudah tidur, mas Fauzi kembali ke kamar mbak Lisna." Ucap Wulan dengan suara lemas.
Lisna tidak menjawab. Raut wajahnya tampak sendu. Dia bahkan melupakan kecurangan dan kebohonhan mereka. Mereka bahkan sudah menghabiskan liburan di Bali seminggu terakhir. Tapi, malam ini Wulan masih tidak ingin berbagi dengannya.
"Lis, wulan hamil. Usia kandungannya sudah masuk minggu ke empat. Jadi, dia punya kebiasaan kalau mau tidur perutnya harus dielus elus dulu sampai dia tidur lelap." Ungkap Fauzi.
Kalimat itu bagaikan kiamat bagi Lisna. Istri kedua suaminya kini sudah hamil. Itu membuat Lisna kembali menyadari kekurangannya yang membuat suaminya memilih berpoligami.
"Kalau mbak Lisna keberatan, tidak apa kok mas. Mas antar aku saja ke kamar. Tidak usah menemani sampai aku tidur.."
"Tidak Wulan. Kamu tidak bisa tidur kalau aku tidak mengelus perutmu."
"Tapi mbak Lisna.."
"Lis, aku mohon. Tolong izinkan aku menemani Wulan sampai dia tidur ya. Ini demi bayi yang ada dikandungannya. Anakku Lis, buah hati yang sudah aku nantikan selama ini."
Fauzi memohon pada Lisna dengan raut wajah sendu penuh harap.
Kalimat terakhir dari ucapan Fauzi seakan membuat jantung Lisna akan segera meledak. Aliran darahnya semakin cepat, membuat keringat dinginnya mulai muncul. Wajahnya bahkan tampak mulai memerah. Kedua tangannya mengepal erat bagian samping gamisnya.
"Lisna.." Panggil Fauzi.
Mata Lisna menengok padanya. Sorot mata itu tampak merah berair. Wulan dan Fauzi bisa melihat itu dengan jelas.
"Tidak apa mas, aku bisa tidur sendiri." Ucap Wulan sok sok pengertian.
"Iya mas. Mas bisa menemani Wulan." Jawab Lisna kemudian sambil tersenyum sangat manis pada kedua insan didepannya.
Saat bersamaan air mata tumpah dari pelupuk matanya. Tapi segera dihapusnya.
"Selamat ya Wulan, atas kehamilanmu. Selamat mas, akhinya mas akan menjadi seorang ayah." Ucap Lisna yang membuat air matanya kembali tumpah lebih deras dari sebelumnya.
Lisna berusaha kuat untuk tetap tersenyum menatap suami dan madu-nya meski air mata terus menetes.
"Lisna.."
Fauzi hendak memeluk Lisna, tapi dengan cepat Lisna melangkah mundur.
"Aku ke kamar duluan mas. Selamat malam." Ucap Lisna.
Dia membalikkan tubuhnya, lalu melangkah menaiki satu persatu anak tangga tanpa menoleh kebelakang, dimana Fauzi menatap punggung istri pertamanya itu dengan rasa bersalah dan rasa iba.
Ini baru permulaan mbak Lisna.
Wulan tersenyum penuh kemenangan menatap punggung Lisna yang semakin menjauh dari jangkauan matanya.
*
*
*
Saat Fauzi kembali ke kamar Lisna. Lisna pura pura sudah tertidur lelap. Padahal sebelumnya dia menangis diam diam di bawah selimut tebalnya.
"Lisna, kamu sudah tidur?" Bisik Fauzi di telinga istri pertamanya itu.
Merasa Lisna sudah terlelap, Fauzi hendak kembali ke kamar Wulan. Tapi sebelum itu terjadi, Lisna langsung memanggil suaminya itu.
"Mas.. mas mau kemana?" Panggil Lisna yang membat Fauzi berbalik arah dan langsung baring di sebelah Lisna.
"Mas kira kamu sudah tidur, sayang."
"Kalau aku sudah tidur, mas akan kembali ke kamar Wulan?"
"Loh kok kamu bilang gitu sih sayang. Ya tentu tidak sayang. Kan sekarang giliran kita tidur bersama." Bohongnya karena dia pikir Lisna tidak tahu kebiasaanya kembali ke kamar Wulan saat Lisna sudah lelap.
"Aku rindu sama kamu, mas. Apa mas tidak pernah merindukan aku lagi sejak mas menikah dengan Wulan?"
"Kok kamu jadi curigaan gini sih sayang." Fauzi malah memeluk erat tubuh Lisna.
"Mas, kalau memang mas sudah tidak membutuhkan aku lagi, karena Wulan sudah memenuhi semua syarat menjadi istri terbaik dan sempurna untuk, mas. Maka lepaskan aku, mas." Ungkap Lisna dengan harapan suaminya akan merespon.
"Aku tidak akan pernah menceraikan kamu sampai kapanpun, Lis. Aku tahu aku sangat menyakiti kamu. Terlebih karena sekarang Wulan sudah mengandung. Tapi, percayalah Lis, aku membutuhkan kamu dalam setiap perjalanan hidupku."
Fauzi membelai Lisna saat mengatakan kalimat manis mengandung kebohongan itu.
"Aku merindukan kamu, Lisna."
Fauzi mulai menyentuh Lisna diberbagai tempat hingga Lisna tergoda dan menerima sentuhan suaminya dengan senang hati.
"Sungguh aku sangat merindukan kamu, sayang." Bisik Fauzi menggoda di telinga Lisna.
Belaian Fauzi malam ini sungguh lembut, mesra dan penuh kerinduan. Lisna menerimanya juga dengan penuh kerinduan. Dia membiarkan suaminya membalas rasa rindu yang sudah cukup lama di pendamnya.
Mereka melakukannya tidak hanya sekali. Tapi Fauzi yang kecanduan karena Lisna terasa bak mereka baru menjadi pengantin selama tiga bulan. Lisna sungguh manis memabukkannya.
Fauzi meminta berkali kali dengan berbagai posisi yang disukainya saat main bersama Wulan dan ternyata Lisna juga bisa dengan posisi itu, hanya saja selama ini mungkin karena Lisna terlalu lelah bekerja disiang hari hingga malamnya menjadi lemas dan tidak memuaskan suaminya.
"Kamu adalah canduku, Lisna. Teruslah seperti ini sayang. Jangan terlalu kelelahan lagi, karena saat kamu kelelahan kamu menjadi sangat lemah dan tidak membuatku puas." Ungkap Fauzi terus berceloteh saat merasakan nikmatnya ibadah syurga dunia dengan pasangan halalnya.
Sampailah di penghujung permainan suami istri itu yang tampak sama sama kelelahan.
"Terimakasih sayang." Bisik Fauzi sambil memberikan banyak ciuman di wajah Lisna.
"Peluk aku, mas." Pinta Lisna.
"Permintaan di kabulkan sayang."
Fauzi memeluk erat tubuh Lisna hingga Fauzi terlelap lebih dulu. Sementara Lisna masih terbangun. Perlahan dia melepaskan pelukan suaminya. Lisna melangkah ke kamar mandi, membersihkan diri dan berganti pakaian.
Saat dia hendak kembali ke ranjang, handphone-nya memiliki notif pesan WA dari Wulan. Segera saja Lisna membukanya.
Wulan:
#Kasihan sekali kamu, mbak. Dijadikan mas Fauzi sebagai pe la cu r gratisan.
"Astaghfirullah, kenapa Wulan sekejam ini mengataiku." Bisik Lisna pada dirinya sendiri.
Wulan:
#Mbak Lisna tidak pernahkan mendapat nafkah lahir dari mas Fauzi. Aku mendapatkannya mbak. Mas Fauzi memberikan seluruh uang gaji pertamanya untuk aku. Karena aku berjasa bisa mengandung benihnya.
Mata Lisna melotot. Ulu hatinya kembali terasa perih. Baru saja beberapa jam lalu, dia meraskan kebahagian bersama suaminya, kini malah mendapat kabar buruk yang tidak mengenakkan seperti ini.
"Mas, bangun!"
Lisna langsung membangunkan Fauzi untuk menanyakan kebenaran yang dikataka Wulan tentang nafkah lahir.
"Ada apa, Lisna?" Sahut Fauzi yang masih mengantuk.
"Mas benar memberikan semua uang gaji pertama mas pada Wulan?" Tanya Lisna dengan suara bergetar dan mata berair.
"Iya. Itu karena Wulan sedang mengandung. Lalu, selama sembilan bulan kedepan, Wulan akan cuti kerja yang artinya dia tidak punya pemasukan sama sekali. Jadi selama masa kehamilan Wulan, aku akan memberinya uang gajiku."
Pengakuan Fauzi barusan bagaikan kiamat season ke dua di hati Lisna.
"Lalu aku bagaimana, mas?" Tanya Lisna yang akhirya menangis.
"Lis, kamu jangan nagis gitu. Aku hanya mencoba menjadi suami yang adil."
"Dimana letak adilnya, mas. Aku juga istrimu, tapi kamu hanya menafkahi istri kamu yang lain, sementara aku kamu abaikan." Lisna mulai muak dengan suaminya.
"Tentu aku adil, Lis. Wulan sedang hamil bayiku. Selama hamil dia tidak bekerja dan tidak ada pemasukan. Sementara kamu tetap bekerja dan lagi pula uang gaji kamu sudah dinaikkan. Kamu tidak akan kehabisan uang. Aku juga sudah tidak minta uang sama kamu lagi sepeserpun. Jadi, adil kan.."
Lisna hanya bisa diam mendengar devinisi adil menurut suaminya.
uh..ampun dah..
biarkan metrka berusaha dengan keangkuhanya dulu