Sadiyah, seorang gadis yatim piatu, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Demi mengabulkan permintaan terakhir sahabat kakeknya itu, Sadiyah harus rela mengorbankan masa depannya dengan menikahi pria yang belum pernah ia temui sama sekali.
Kagendra, pengusaha muda yang sukses, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Disaat ia sedang menanti kekasih hatinya kembali, dengan terpaksa ia menerima gadis pilihan kakeknya untuk dinikahi.
Setelah pernikahan itu terjadi, Natasha, cinta sejati dari Kagendra kembali untuk menawarkan dan mengembalikan hari-hari bahagia untuk Kagendra.
Apakah Sadiyah harus merelakan pernikahannya dan kembali mengejar cita-citanya yang tertunda? Akankan Kagendra dan Natasha mendapatkan cinta sejati mereka?
Siapa yang akan bersama-sama menemukan cinta sejati? Apakah Sadiyah dan Kagendra? Ataukah Natasha dan Kagendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Makan Siang
Menjelang siang, Sadiyah bangun dari tidurnya. Ia merasakan seluruh tubuhnya seperti remuk tak bertulang. Dengan tertatih ia melangkahkan kakinya ke luar dari kamar. Ia ingin membersihkan badannya tetapi tidak ada kamar mandi di kamar tidur yang ia tempati sekarang. Dengan terpaksa ia masuk ke kamar tidur utama dan melihat kasur yang masih acak-acakan bekas pertarungan tadi malam. Dengan wajah memerah karena malu, Sadiyah mengganti seprai dan membereskan kasurnya. Setelah selesai mengganti seprai, ia segera masuk ke kamar mandi dan membenamkan tubuhnya di dalam bathtub. Cukup lama Sadiyah berendam di dalam bathtub, hampir satu jam ia berendam, ingin menghilangkan semua tanda yang diberikan oleh suaminya. Tetapi sekuat apapun Sadiyah menggosok tubuhnya, tanda kemerahan di sekujur tubuhnya tidak menghilang dan malah bertambah merah karena saking kuatnya ia menggosokkan sponge mandi ke tubuh putihnya.
Setelah puas berendam di dalam bathtub, Sadiyah segera mengeringkan tubuhnya dengan handuk dan langsung memakai bathrobe nya. Ia melihat pantulan wajah dan tubuhnya dalam cermin besar yang ada di kamar mandi itu. Ia melihat wajahnya yang pucat dengan tanda merah di sepanjang leher dan dadanya juga bibirnya yang masih terlihat membengkak akibat serangan bibir yang dilancarkan Kagendra.
Sadiyah kembali mengingat kejadian tadi malam, wajahnya memerah mengingat apa yang dilakukan Kagendra pada dirinya. Tanpa ia kehendaki air mata jatuh meluncur menganak sungai melewati pipinya yang halus. Segera ia membasuh wajahnya untuk menghentikan tangisannya. Ia tidak mau menjadi wanita yang lemah.
Dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, terutama di tempat tempat tertentu, ia keluar dari kamar menuju ke dapur. Orang yang membersihkan unit apartemennya hanya datang tiga kali dalam seminggu, dan kebetulan hari ini tidak datang. Dengan tertatih ia mencapai dapurnya dan dengan tenaganya yang tersisa ia mencoba untuk membuat makanan apa saja yang penting ia bisa mengisi perutnya yang keroncongan. Tenaganya telah terkuras tadi malam dan ditambah ia melewatkan sarapan mengakibatkan perutnya memberontak dengan keras.
Klik
Sadiyah mendengar pintu unit apartemen dibuka dan ia yakin hanya Kagendra yang masuk ke dalam tanpa membunyikan bel.
Kagendra terperangah melihat tampilan Sadiyah yang hanya menggunakan bathrobe pendek sebatas paha. Sadiyah pun terkejut melihat Kagendra yang tiba-tiba muncul di hadapannya sambil menenteng satu keresek besar. Rasa sakit di sekujur tubuhnya mengalahkan rasa malunya karena hanya memakai bathrobe di hadapan suaminya itu.
“Kamu baru bangun?” tanya Kagendra.
“Ya….” jawab Sadiyah seadanya.
“Saya beli makanan buat kamu.” Kagendra berjalan menuju dapur dan mengeluarkan isi di dalam keresek yang tadi ditentengnya.
Kagendra mengeluarkan dua bungkus nasi, dua potong ayam goreng dan dua bungkus soto ayam. Lalu ia mengeluarkan dua piring, sendok, garpu dan gelas dari dalam rak.
“Kamu duduk saja. Saya yang siapkan makan siang.” perintah Kagendra tegas.
Sadiyah menuruti perintah Kagendra. Ia duduk manis di kursi bar. Ia sudah tidak memiliki kekuatan untuk kembali ke kamar tidur dan mengganti bathrobenya dengan pakaian yang lebih pantas. Untuk berjalan menuju dapur saja ia sudah kewalahan apalagi harus kembali ke kamar untuk berganti baju lalu balik lagi ke dapur, sudah pasti ia tidak akan kuat.
Siang itu, mereka makan dalam hening. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengeluarkan sepatah katapun selama mereka menikmati makan siang mereka.
Sadiyah menyantap makan siangnya dengan lahap seakan ia ingin mengisi kembali tenaga yang terbuang tadi malam dengan melahap makan siangnya hingga tandas. Kagendra yang melihat ganasnya Sadiyah dalam melahap hidangan di hadapannya terkaget-kaget tapi ia hanya diam saja menyaksikan keganasan istrinya tersebut.
“Kenyang?” tanya Kagendra setelah melihat piring kosong di hadapan Sadiyah sedangkan piringnya sendiri baru habis setengahnya.
“Ya.” jawab Sadiyah singkat.
“Mau tambah lagi.” tanya Kagendra dengan gerakan tangan yang hendak mengangsurkan nasi yang belum habis di piringnya.
Sadiyah menggelengkan kepalanya.
Kagendra kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
“Kalau sudah selesai makan, biarkan saja piring kotornya di atas meja. Nanti saya bereskan. Sekarang saya mau istirahat di kamar.” Sadiyah beranjak dari duduknya dan berjalan dengan tertatih menuju kamar yang tadi pagi ia tempati.
Kagendra menatap punggung Sadiyah yang berjalan menjauh dari hadapannya.
Setelah menghabiskan makan siangnya, Kagendra segera membereskan piring-piring kotor bekas makan siang mereka. Tidak diindahkannya perkataan Sadiyah untuk membiarkan saja piring-piring kotor tersebut di atas meja. Setelah selesai mencuci piring, sendok, garpu dan gelas kotor, Kagendra segera kembali ke kantornya.
***********
Di dalam kamar, air mata Sadiyah kembali meleleh. Ia ingin membenci Kagendra yang telah memperlakukannya dengan tidak baik tapi sepertinya ada pertentangan dalam hatinya. Sadiyah mengingat kembali percintaan pertama mereka tadi malam dan membuat pipinya bersemu merah. Ia merenungi apakah tadi malam bisa disebut sebagai percintaan jika tidak ada cinta diantara mereka.
Sadiyah yakin jika ia mencintai Kagendra karena sekuat apapun ia berusaha untuk membenci Kagendra tapi ia tidak bisa. Tapi sadiyah yakin tidak ada cinta dari Kagendra untuknya. Ia heran, hal apa yang membuat Kagendra meminta haknya sebagai suami dan mengapa Kagendra tega melakukan hal itu berkali-kali jika tidak ada cinta untuknya.
Hati Sadiyah semakin sakit menyadari bahwa cintanya bertepuk tangan dan layu sebelum berkembang. Sebelumnya, ia memiliki harapan bahwa Kagendra lambat laun akan mulai menyayangi dan mencintainya tapi setelah apa yang ia saksikan di dalam ruangan kantor Kagendra dan pernyataan Kagendra yang akan terus menjalin kisah cinta dengan kekasihnya menghancurkan harapannya.
********
“Sayang…kamu darimana?” sambut Natasha yang sejak satu jam yang lalu dengan sabar menunggu di ruang kerja Kagendra.
Setelah memeluk singkat Natasha, Kagendra segera duduk di kursi kerjanya dan melanjutkan pekerjaan yang tadi sempat terhenti karena ia harus pulang membawakan makan siang untuk istrinya.
“Tadi kamu kemana?” Natasha mengulangi pertanyaannya karena belum mendapatkan jawaban dari Kagendra.
“Pulang sebentar.” jawab Kagendra singkat.
“Oh…kamu sudah makan?” tanya Natasha lagi.
“Hmmm…”
“I miss you, babe…nanti malam kamu ke apartemen aku kan?” Natasha mengalungkan lengannya di leher Kagendra sambil mendudukan dirinya di pangkuan Kagendra.
“Sepertinya aku tidak bisa ke apartemen kamu. Besok subuh aku harus berangkat ke luar kota for businnes trip.” sahut Kagendra.
“Kemana? Boleh aku ikut?” tanya Natasha manja sambil menciumi wajah Kagendra.
“ke Lombok. Aku ke sana buat kerja, bukan buat main-main.”
“Aku gak akan ganggu kerjaan kamu. Aku cuma ingin terus bersama dengan kamu.” protes Natasha yang merasa Kagendra tidak menginginkannya untuk ikut dalam perjalanan bisnisnya.
“Kalau ada kamu, aku tidak akan bisa fokus bekerja.” sahut Kagendra.
“Baiklah, kalau begitu, kamu tambah 1 atau 2 hari di sana. Aku akan menyusul kamu di hari terakhir kamu di sana. Kita habiskan waktu berdua saja. Gimana?” bujuk Natasha.
“Ok.” jawab Kagendra.
“Berapa lamu kamu di sana?”
“Enam hari.”
“I’ll be missing you.” Natasha menempelkan bibirnya di atas bibir Kagendra. “I love you.” bisiknya di telinga Kagendra.
************
semangat