Vivian Lian di hidupkan kembali setelah mendapatkan pengkhianatan dari suaminya dan adik tirinya. Di kehidupan lalu, dia mempercayai ibu tirinya dan adik tirinya hingga berakhir mengenaskan. Dia pun melakukan cinta semalam dengan calon tunangan adik tirinya hingga mengandung anak sang CEO demi membalaskan rasa sakit hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Buket Bunga yang sama
Vivian tersenyum melihat sarapan yang tersaji di meja makan, lamb sandwich, ia secara khusus membuatkan sarapan untuk Anderson. Ia duduk di meja makan sambil melihat ke arah kursi yang biasanya Anderson duduki.
Ia mengusap kedua lengannya, sudah beberapa menit Anderson tidak datang. Ia melihat ponselnya di atas meja dan sudah lewat jam 7 tidak biasanya Anderson datang terlambat. Ia pun menghubungi Anderson, namun yang menjawab bukan Anderson tapi suara Operator.
"Kemana Anderson?"
Mendadak hatinya gelisah dan tak menentu arah. Ia pun menghubungi Daniel, pria itu pasti mengetahui dimana Anderson.
"Hallo Daniel, kau ada di mana?" tanya Vivian. "Apa kau bersama Anderson, aku menghubunginya tidak bisa," imbuhnya.
Daniel menunduk, ia melihat sepatu hitamnya kemudian menoleh, melihat sang tuan yang tak tidur sepanjang malam.
"Tuan sedang sibuk nyonya, mungkin baterai ponselnya habis dan tuan tak menyadarinya," jelas Daniel. Ia terpaksa berbohong karena tidak mungkin mengatakan tuanya sedang galau, gelisah dan menara karena tiba-tiba kedatangan mantan. Ia masih menjaga perasaan nyonyanya itu.
"Oh begitu ya?"
"Ya sudah." Vivian menutup ponselnya, firasatnya tidak enak. Ia merasa sesuatu sedang terjadi. "Aku berharap tidak terjadi apa-apa."
Karena merasa gelisah Vivian menghubungi nenek Amel. Dia menanyakan kabarnya dan nenek Amel pun menanyakan balik kabarnya.
"Aku baik saja Nek, Anderson tidak pulang semalam, mungkin sibuk. Sarapan pun dia tidak datang. Aku hanya menghungi Daniel tadi."
Hati wanita mana yang tidak sakit saat menerima kenyataan pahit bahwa suaminya sedang bersama dengan mantan kekasihnya. Mendengarkan suara Vivian nenek Amel semakin terpukul, hubungannya dengan Anderson sudah di pastikan akan merenggang. Ia berharap Vivian akan tegar dan apapun yang terjadi ia akan mendukung Vivian.
"Vivian nenek ingin cerita, ada sepasang suami istri mereka baru menikah dan pernikahan itu di paksakan. Tiba-tiba mantan suaminya datang dan tanpa sepengatahuan istri, suaminya diam-diam masih berhubungan dengan mantan kekasihnya. Menurut mu sebagai seorang istri apa yang akan dia lakukan pada pernikahannya."
Vivian mengangguk, ia berpikir keras menurut isi hati dan pikirannya. "Kalau menurut Vivian ya Nek, kalau suaminya memang tidak cinta pada istrinya dan dia masih mencintainya mantan kekasihnya, lebih baik pisah saja."
Seketika air mata nenek Amel mengalir. Dadanya terasa sesak dan nyilu. "Ah begitu ya sayang, terima kasih karena pendapat mu, Nenek jadi tau jawabannya."
"Tunggu Nek, seperti kisah ku dong. Tetapi tidak mungkin Anderson begitu."
Semakin terpukul hati nenek Amel, yang ia maksud hubungannya dengan Anderson cucunya. "Semoga Anderson tidak seperti itu."
...
Daniel memasukkan ponselnya ke dalam sakunya, ia memilih bungkam dan tidak melaporkannya. Percuma saja ia mengatakannya. Tuannya memilih diam.
Sejenak Anderson mengangkat wajahnya, kemudian menghidupkan ponselnya. Deretan pesan singkat dari Vivian pun masuk, bahkan ia melihat sarapan pagi yang di meja makan dengan emoticon love. Bibir Anderson terangkat membentuk senyuman. Hatinya mendadak tenang melihat pesan singkat itu.
Drt
Daniel melihat ponsel milik tuannya bergetar kembali. Firasatnya mengatakan kalau yang menghubunginya adalah Elina.
Sama sekali tak ingin menjawab, Anderson memilih mengabaikannya.
"Aku akan pulang, kau pesankan buket bunga mawar merah untuk Vivian."
Anderson semakin tersenyum, ia membayangkan Vivian akan menerima bunga mawar merah itu.
...
Elina menajamkan kedua matanya, ia ingin melempar ponselnya, namun ia tahan. "Pasti dia sedang bersama Vivian, aku sudah menduganya." Ia pun menghubungi kembali Daniel dan Daniel mengangkatnya.
"Daniel, tolong katakan pada Anderason. Aku ingin memeriksa kandungan ku. Tadi dia tak mengangkat ponselnya."
"Baik Nyonya Elina, nanti saya menghubungi lagi." Tanpa bersikap sopan, Daniel mematikan ponselnya dan kembali mengulang perkataan Elina pada Anderson.
"Tuan, nyonya Elina ingin memeriksa kandungannya. Apa tuan ingin menemaninya?" tanya Daniel.
Anderson berpikir, ia kasihan jika Elina tidak di temani. "Baiklah, kau hubungi dia lagi. Aku akan menemaninya."
"Tanyakan padanya, jam berapa aku akan menjemputnya?" tanya Anderson. Setidaknya ia berbuat baik karena bayi yang di kandung Elina.
"Tuan, sebenarnya seperti apa perasaan tuan?" tanya Daniel.
"Entahlah Daniel, aku belum memastikannya. Aku bingung dengan perasaan ku sendiri." Tutur Anderason. Ia memang bingung dengan perasaannya.
"Baiklah, saya akan mengatakannya pada nyonya Elina."
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Anderson menjemput Elina sesuai dengan janjinya. Elina baru saja keluar dari lift dan menuju ke arah mobilnya.
"Anderason," sapa Elina tersenyum ramah. "Maaf kau lama menunggu ku." Tatapan Elina melihat ke arah bunga mawar itu dan tersenyum sinis. "Anderson, buat siapa bunga mawar itu?"
"Buat istri mu?" tebaknya.
Anderson terseyum hangat, hingga deretan gigi putihnya terlihat. "Iya ini untuk Vivian."
"Anderson tiba-tiba aku menginginkan bunga itu," ucap Elina.
"Aku bisa membelikannya yang lainnya, tapi ini untuk Vivian. Aku tidak mungkin memesannya lagi." Entahlah, hatinya sangat pelit jika sudah menyangkut Vivian.
Nyes
Hati Elina seperti tertusuk anak panah, sakit dan nyeri. Ia tidak pernah mendapatkan penolakan dari Anderson. Apapun yang ia minta Anderson akan memenuhinya. "Baiklah, boleh aku pinjam hanya untuk berfoto." Elina mengeluarkan ponselnya.
Anderson mengangguk, ia pun mengambil foto Elina yang memegang buket bunga itu.
"Terima kasih Anderson."
Elina memasukkan ponselnya ke dalam tasnya, ia tidak akan menghilangkan foto ini.