Aruna Azkiana Amabell perempuan berusia dua puluh lima tahun mengungkapkan perasaannya pada rekan kerjanya dan berakhir penolakan.
Arshaka Zaidan Pradipta berusian dua puluh enam tahun adalah rekan kerja yang menolak pernyataan cinta Aruna, tanpa di sangka Arshaka adalah calon penerus perusahaan yang menyamar menjadi karyawan divisi keuangan.
Naura Hanafi yang tak lain mama Arshaka jengah dengan putranya yang selalu membatalkan pertunangan. Naura melancarkan aksinya begitu tahu ada seorang perempuan bernama Aruna menyatakan cinta pada putra sulungnya. Tanpa Naura sangka Aruna adalah putri dari sahabat dekatnya yang sudah meninggal.
Bagaimana cara Naura membuat Arshaka bersedia menikah dengan Aruna?
Bagaimana pula Arshaka akan meredam amarah mamanya, saat tahu dia menurunkan menantu kesayangannya di jalan beberapa jam setelah akad & berakhir menghilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8. Siasat Aruna untuk kabur
Rika dan Aruna masuk paling akhir, hanya tinggal satu meja bulat yang kosong. Aruna memindai dengan matanya, hanya tinggal empat kursi. Di sana ada bu Imel atasan mereka, itu berarti Arshaka akan duduk di meja itu jua.
“Mbak, tinggal empat kursi. Mbak Rika duduk di sebelahku, please. Biarkan aku duduk di samping bu Imel,”
Rika paham maksud Aruna, sudah pasti dia ingin menghindar dari Arshaka. “Berani bayar berapa?” ucap Rika.
Aruna mengerucutkan bibirnya. “Ck ... mbak Rika materai,”
“Matre Ar, matre bukan materai” Rika menoyor kening juniornya tersebut.
Mereka terkikik bersama, tanpa mereka sadari Arshaka dan Danu ada di belakang mereka. Rika dan Aruna masih ngobrol sambil berjalan menuju meja.
“Please lah mbak. Ya ... ya ... ya,” mata memohon jurus andalan dia keluarkan. Mereka masih belum menyadari kehadiran Arshaka dan Danu.
“Bayarannya apa dulu nih?” ulang Rika.
“Bakso dekat pengkolan jalan tu,” jawab Aruna.
“CK ... itu isi ATM banyak Aruna, masa cuma bakso pengkolan sih. Kali-kali resto bintang lima,”
“Iya deh, iya resto kaki lima. Emang susah kalau sudah materai,” ucap Aruna lagi.
Rika kembali menoyor kepala Aruna. “Bintang lima bukan kaki lima bege. Matre bukan materai, heran sama ni bocah. Jangan-jangan kamu kepribadian ganda Ar, di luar kerjaan gesrek gak karuan. Tapi kalau jadi tim delta, tatapanmu dingin mematikan. Kolam ikan bisa beku sekali kena tatapan kamu Ar,”
“Mbak pikir aku elsa gitu? Kalau bisa jadi elsa sih lumayan juga kali ya,”
“Cape hati, cape pikiran bicara sama kamu yang mode begini Aruna Azkiana amabell” gerutu Rika.
“Hahaha, sorry mbak. Bercanda doang,” Aruna kembali ke mode serius, kemudian mereka terkekeh bersama.
Sementara itu Danu yang berada di belakang mereka berusaha menahan tawanya, tak lupa dia melihat kearah atasannya. Ekspresi yang Danu tidak pernah lihat, Arshaka kembali menetralkan ekspresinya saat sadar Danu sedang menatapnya.
“Ada yang aneh?”
“Tidak tuan. Mereka lucu,” ucap Danu menunjuk Rika dan Aruna.
“Kalian datang bersama pak Arshaka dan pak Danu?” tanya Lin yang sudah ada di sana lebih dulu.
“Haa? Kita cuma berdua Lin,” ucap Rika.
“Lah itu di belakang kalian?”
Rika dan Aruna menengok kebelakang, mereka sangat terkejut karena tepat di belakang mereka dua pria itu berdiri.
Rika dan Aruna salin adu tatap, seolah mata mereka bisa saling bicara. “Sejak kapan tu dua orang di belakang kita Ar?”
“Mana aku tahu mbak. Ayo cepat sana duduk,” begitulah kira-kira mereka saling mengkode.
Sesuai permintaan Aruna, Rika akan membiarkan Aruna duduk di samping bu Imel. Sedangkan dia akan duduk di samping Aruna, tapi sayangnya dewi amor tidak berpihak pada mereka berdua.
“Rika. Duduk di sini, ada yang mau saya bicarakan denganmu” ucap Imel.
“Baik bu,” Rika berdiri dari tempat duduknya.
Mau tak mau mereka berdua bertukar tempat, Aruna berharap yang duduk di sampingnya adalah Danu asisten Arshaka. Dengan begitu lebih aman untuk jantungnya, meskipun dia sudah bilang membenci pria itu. Namun tetap saja kalau berada di jarak dekat dengannya, jantung Aruna tidak bisa terkondisikan.
“Kita ketemu lagi Aruna,” sapa Danu.
“Iya pak Danu,” jawab Aruna kikuk. Dalam hati dia bersyukur Danu yang duduk di sampingnya.
Arshaka menarik Danu untuk duduk di kursi dekat Arshaka berdiri, Aruna hanya bisa melongo karena itu berarti Arshaka duduk di sampingnya.
"Ck ... Kenapa juga si kutub ini duduk pas di sampingku,” batin Aruna sambil memegang dadanya.
“Kamu membatin aku?” ucap Arshaka.
“Haah? Percaya diri sekali pak Shaka, eh maksudnya pak Arshaka. Tidak ada yang membatin pak Arshaka,” jawab Aruna kemudian memalingkan muka. Dia benar-benar malu.
“Tapi aku kan membatin kenapa harus malu. Ish, dia ini manusi kutub apa cenayang sebenarnya,” batin Aruna.
Aruna menjadi serba kikuk karena di sampingnya ada Arshaka, orang yang dia idolakan sekaligus dia benci. Hati dan pikiran Aruna ada dua apa ya, bisa begitu dia mengidolakan tapi juga benci. Terserah Aruna sajalah, dia yang punya hati, Author ini gimana sih hahaha.
Melihat makanan lezat di depannya saja Aruna sudah tidak berselera, sesekali dia menghela napas.
“Kia, jangan makan yang itu” suara bu Imel membuyarkan lamunan Aruna.
“Iya bu Imel, kenapa?”
“Kamu alergi udang. Ada udang di capcaynya,”
“Ah iya. Terimakasih bu,”
“Sini Ar, biar aku makan. Kamu ambil menu lain saja,” ucap Lin yang duduk di sebelah kiri Imel.
“Terimakasih Lin,”
“Mi imi Aruna emes,”
Arshaka dan Danu mengerutkan dahinya mendengar ucapan Lin. “Haa? Artinya apa Lin? Aku belum pernah dengar bahasa seperti itu,” kepo Danu.
Imel tertawa mendengar ucapan Danu, Aruna dan Rika tersedak minuman mereka. Sementara Arshaka yang juga bingung bertambah bingung saat melihat kedua staffnya tersedak.
“Ya ampun pak Danu, kita hanya beda dua tahun. Masa pak Danu tidak paham bahasa gaul?” jawab Lin polos.
“Artinya sama-sama Aruna gemes,” Imel yang sudah sangat terbiasa dengan karakter tim delta tersebut memberikan jawaban pada Danu.
Aruna dan kawan-kawan yang ada di meja itu menahan tawa mereka, bos dan asistennya padahal punya pendidikan yang terbaik. Mereka juga suka main medsos, tapi bahasa gaul seperti yang di ucapkan Lin mereka tidak paham.
Aruna tidak banyak makan, dia juga tidak terlalu banyak ikut megobrol dengan yang lain. Dia ingin segera pulang, badannya sudah sangat lelah.
“Apa aku ijin ke kamar mandi saja ya? Habis itu kabur pulang saja, aku juga tidak akan bertemu dengan pak Arshaka lagi setelah ini, kan? Sepertinya tidak apa-apa,” batin Aruna yang sedang menyusun siasat untuk kabur.
Tanpa dia sadari Arshaka memperhatikan Aruna yang senyum smirk. “Dia sudah tidak waraskah? Bisa-bisanya senyum-senyum sendiri, atau karena aku tolak dan gara-gara vidio kemarin itu dia jadi agak kurang,” Arshaka dengan pemikirannya sendiri.
Aruna menenggak habis jus strawberrynya, setelah itu dia pamit ke kamar mandi. Sesuai rencananya, setelah dari kamar mandi dia akan kabur pulang.
“Heeh. Aku capek sekali, kepalaku rasanya berat. Apa tadi aku makan yang ada udangnya tanpa sengaja ya?” Aruna bermonolog dengan dirinya sendiri.
Aruna sedikit limbung dengan napas yang sedikit tersengal, tiba-tiba pandangannya menggelap dan hilang.
“Triiring ... Triiring,”
Bunyi alarm terus mengganggu pendengaran Arshaka, dia mencari-cari sumber suara. Dia mematikan alarm tersebut, setelah itu kembali tidur. Entah kenapa dia merasa nyaman dan sangat nyenyak memeluk guling di kamarnya.
“Braakk,”
“Tuan Arshaka siapa dia? Apakah dia kekasih anda,” suara-suara yang menganggu pendengaran Arshaka bersama kilauan cahaya membuatnya bangun.
“Ah ya ampun suara siapa sih berisik sekali,”
Arshaka membelalakkan matanya, dia mengedarkan pandangannya. Seketika sadar kalau itu bukan kamarnya, dan apa? Yang tadi dia peluk bukan guling tapi seorang perempuan.
Dengan sigap Arshaka langsung menutupi gadis tersebut dengan selimut, menyembunyikan wajahnya dari kilatan lampu kamera.
“Kalian apa-apa an sih? Tama, Danu usir mereka,” suara bariton yang cukup Arshaka kenal memenuhi ruangan tersebut.
Tama dan Danu berhasil mengusir wartawan-wartawan tersebut. Tinggal Naura, Arshaka dan entah siapa yang di sembunyikannya di dalam selimut. Arshaka sendiri juga belum tahu.
“Shaka apa dia Davina? Apa kalian menginap dan tidur bersama semalam?” cecar Naura dengan ekspresi geram dan marah.
“Mama apa-apa an sih? Aku saja belum bertemu Davina dari kemarin siang, aku juga tidak tahu dia siapa. Aku tidak mungkin melakukan hal di luar batas ma,”
“Ya ampun kenapa kalian berisik, kepalaku pusing. Ini juga aku tidak bisa napas, singkirkan selimutnya” gadis tersebut menyibak selimutnya.
“Aaaaa, kenapa pak Arshaka ada di kamarku?”
“Bruuuk,” Aruna menendang tubuh Arshaka hingga jatuh ke lantai.
“Argggh. Dasar gadis gesrek, sakit tahu” Arshaka bangun sambil mengusap pantatnya yang sakit.
sia nnti aku mmpir
terima ksh sll mendukung