Seharusnya sudah melewati 10 tahun usia pernikahan, rumah tangga harusnya semakin harmonis apalagi sudah ada kehadiran dua malaikat kecil di dalam kehidupan mereka.
Namun, tidak dengan rumah tangga Yana Ayunda.
Sikap suaminya langsung berubah setelah melewati 10 tahun pernikahan mereka, Yana berusaha agar rumah tangganya harmonis kembali.
Tapi, semakin hari sikap suaminya semakin dingin dan mudah marah terutama pada dirinya.
hingga Yana memutuskan untuk mencari tahu penyebab perubahan sikap suaminya itu.
Apakah Yana bisa menemukan titik terang penyebabnya?
Mampukah ia melewati itu semua?
Yuk simak ceritanya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Kabar pernikahan Yana sudah sampai di telinga Clara, bahkan ia sempat menyaksikan momen pernikahan yang di siarkan di televisi.
Prank!
Clara melempar vas bunga ke arah televisi, hingga membuat keduanya menjadi pecah.
“Damar, sampai kapanpun aku tidak akan merelakanmu! Tidak akan!” teriak Clara histeris, seperti orang tidak waras di kamar miliknya.
Sejak kejadian di ruang meeting, Clara langsung di pecat secara tidak hormat oleh Damar. bahkan, ia di ancam oleh anak buah Damar, jika berani berbuat macam-macam lagi.
“Damar, hiks ... aku sangat tulus mencintaimu. Tapi, kenapa kamu malah menikahi wanita lain?! Hiks ... Damar,” ucapnya lirih melihat foto Damar di layar ponsel miliknya.
Clara begitu obsesi pada Damar, sehingga membuat dirinya menjadi seperti orang tidak waras. Bahkan ia akan menyingkirkan siapapun yang berani mendekati Damar dulu.
Clara terbaring di lantai, dengan air mata yang begitu deras mengalir.
“Damar,” ucapnya lirih tak hentinya menyebut nama Damar.
Sementara Dian, duduk termenung di teras kontrakannya. Ia melihat momen pernikahan yang di tayangkan di televisi, terlihat jelas jika Yana begitu sangat bahagia.
Bahkan ia tidak menyangka, jika Yana akan menikah dengan Damar mantan bosnya sendiri.
Pernikahan yang di gelar di hari yang sama dengannya, tapi berbeda dengan dirinya. Bagaikan langit dan bumi, pernikahan mantan istrinya di gelar begitu sangat megah.
Sedangkan dirinya, hanya bisa membayar penghulu saja untuk menikahkan mereka. Itu karena harus bertanggung jawab dengan wanita yang telah ia hamili.
“Huft ... semoga kamu menemukan kebahagiaan bersama Damar, aku juga ikut bahagia. Setidaknya, Diki dan Deva mempunyai masa depan yang cerah,” gumamnya dalam hati.
Berulang kali ia menghela napas kasar.
Dian sudah mendapatkan pekerjaan sebagai kuli bangunan untuk menghidupi istri dan bisa menabung untuk biaya istrinya melahirkan nanti.
Meskipun saat ini, ia tidak tahu keberadaan istrinya. Setelah pernikahan selesai tadi pagi, istrinya berpamitan untuk keluar sejenak.
Namun, hingga tengah malam wanita yang baru saja menjadi istrinya itu tak kunjung kembali.
Dian seperti tidak peduli dengan keberadaan istrinya, tidak berniat sedikitpun untuk mencari keberadaan istrinya saat ini.
“Huh! Kemana wanita itu? Jam segini kok belum balik!” gerutunya.
Ia masuk ke dalam rumah lalu menguncinya.
Ia merebahkan tubuhnya sembari memandang langit-langit rumah, tak lama terdengar suara ketukan pintu.
Dian sudah menduga, jika itu adalah istrinya.
Ceklek!
Damar membuka pintu.
“Dari mana saja kamu?!” tanya Dian menatap istrinya.
“A-aku baru pulang dari rumah teman, ia sedang sakit.”
Dian menatap istrinya, lalu mengangguk.
“Masuklah. Lain kali, jangan keluar sampai larut malam.”
Istrinya mengangguk.
Setelah mengatakan itu, Dian masuk ke kamar untuk mengistirahatkan dirinya. Karena tubuhnya sangat lelah dan ia juga harus bangun pagi besok. Karena tempatnya bekerja dari rumahnya cukup jauh.
***
Seminggu sudah berlalu.
Damar menepati janjinya untuk mengajak istri dan ketiga putranya untuk berlibur. Saat ini tujuan mereka adalah ke London, atas rekomendasi oleh istrinya.
Mereka baru saja di hotel ternama di sana, karena sangat lelah melakukan perjalanan panjang. Membuat Diki, Deva dan Kevin langsung tertidur pulas di kamar mereka bertiga.
Karena Damar memesan satu kamar besar yang cukup mewah untuk mereka bertiga, sedangkan dirinya dan Yana kamar terpisah dengan putra mereka.
“Cape?” tanya Damar memeluk istrinya dari belakang, karena saat ini Yana baru saja selesai membersihkan dirinya. Yana memoleskan beberapa pelembab ke wajahnya, Damar menatap istrinya yang semakin cantik dari pantulan kaca.
“Sedikit,” sahut Yana walaupun masih canggung dengan perlakukan Damar padanya.
Damar tersenyum, lalu mencium leher istrinya yang putih mulus itu. Membuat Yana menggeliat merasa geli.
Tangan nakal Damar mulai menarik tali yang terikat di handuk kimono istrinya, lalu memutar pelan badan Yana untuk menghadapnya.
“Yana,” panggil dengan suara beratnya, tatapannya sayu menatap bibir ranum yang berwarna pink pucat itu.
Yana tersenyum getir, walaupun dirinya sudah berpengalaman. Tetap saja dirinya masih terlihat gugup untuk melakukannya lagi.
“Apa aku boleh memintanya sekarang?” tanya Damar masih dengan suara berat.
Yana terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.
Damar tersenyum melihat Yana mengangguk.
Damar menggiring istrinya untuk ke tempat tidur, mereka ini sudah duduk di tepi kasur.
Damar menyelipkan rambut halus yang menjuntai menutupi wajah istrinya, lalu mengangkat pelan dagu istrinya agar menatapnya.
“Kamu kenapa diam saja?” tanya Damar melihat Yana sejak tadi hanya diam.
Yana menggelengkan kepalanya.
“Seperti yang aku katakan, aku tidak akan memaksamu jika kamu belum siap. Aku akan melakukannya disaat kamu siap saja,” ujar Damar.
Walaupun matanya tidak bisa membohongi, karena terlihat jelas jika suaminya saat ini tengah menahan sesuatu di bawah sana.
“Sa-sayang,” panggil Yana pelan.
Damar membulatkan matanya mendengar panggilan Yana, tentu saja dirinya sangat dengan saat Yana memanggilnya dengan sebutan kata sayang.
Jantung berdetak cukup kencang, karena dirinya memberanikan diri untuk memanggil suaminya dengan kata sayang.
“Coba katakan sekali lagi,” ujar Damar meminta Yana untuk mengulang panggilan tadi.
“Sayang,” panggil Yana lagi.
Yana ingin sembunyi di lubang semut saat ini, karena sangat malu dengan ulahnya sendiri.
Cup ...
Damar mengecup bibir Yana sekilas.
“Iya, Sayang.” Damar membalas panggilan tersebut.
“Sayang, apa boleh aku melakukannya sekarang?” tanya Damar, karena jujur saat ini ia tidak bisa lagi menahan keinginannya.
Yana mengangguk.
“Lakukanlah,” sahut Yana pelan.
Damar tidak mau menunggu lagi, ia menarik kembali tali handuk kimono yang terikat di pinggangnya. Karena sebelumnya belum sempat terbuka dengan sempurna.
Yana melingkarkan tangannya di leher suaminya, Damar tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Damar menarik pelan kepala Yana agar lebih dekat, lalu menyatukan bibirnya dengan bibir istrinya.
Damar memberi sedikit ******* disana, tak lama Yana membalas ******* suaminya.
Karena mereka sudah berpengalaman sebelumnya, sehingga begitu mudah bagi mereka untuk membangkitkan gairah masing-masing.
Tanpa melepaskan bibir mereka, Damar melepaskan pakaiannya begitupun dengan pakaian yang Yana kenakan dan membuang ke sembarang arah.
Lalu menindih tubuh istrinya, sebelum itu ia menutupi tubuh polos mereka dengan selimut tebal.
“Katakan jika aku menyakitimu. Jujur, ini adalah pertama kalinya lagi aku melakukannya setelah kepergian mantan Istriku,” bisik Damar dengan suara berat.
Yana tersenyum lalu mengangguk.
Penyatuanpun di mulai, Yana mulai menikmati setiap sentuhan lembut yang damar berikan. Bahkan keluar ******* kecil dari mulut Yana, begitupun Damar sangat menikmatinya.
Semakin lama permainan tersebut semakin panas, suara-suara indah dari keduanya memenuhi kamar tersebut. Beruntung kamar tersebut kedap suara, sehingga tak mungkin orang di luar sana mendengar suara indah mereka yang sedang memadu kasih.
Satu jam lamanya, mereka mengakhiri permainan tersebut. Akibat kelelahan, Yana tertidur di dalam pelukan suaminya.
“Sayang, terima kasih.” Mengelus pipis mulus istrinya.
“Aku harus berterima kasih pada Dian, karena dia telah melepaskan wanita secantik dan sebaik dirimu.” Memeluk istrinya, bahkan berulang kali mengecup kepala istrinya tersebut.
Malam hari.
Yana terbangun ia mengerjapkan kedua kelopak matanya, melihat sekelilingnya tak melihat suaminya.
Karena dirinya masih dalam keadaan polos, ia beranjak dari tempat tidur untuk mengambil pakaiannya dan mengenakannya.
Setelah selesai berpakaian, bersamaan dengan pintu yang terbuka.
“Sayang, kamu sudah bangun?” tanya Damar dengan menenteng bungkus makanan di tangannya.
“Sudah, aku mau ke kamar anak-anak.” Yana bersiap untuk keluar kamar, tapi Damar menahannya.
“Mereka sudah makan, aku sudah membawa makanan untuk mereka. Sekarang kamu makan dan beristirahatlah, kamu pasti sangat lelah. Besok pagi, aku akan membawa kalian jalan-jalan,” ujar Damar dengan lembut.
Yana berpikir sejenak, lalu mengangguk.
Damar mengajak istrinya untuk duduk di sofa, lalu mulai membuka bungkus makanan tersebut.
“Makanlah,” ujar Damar menyodorkan sendok yang berisi makanan tersebut ke mulut istrinya.
Dengan senang hati ia menerima suapan tersebut, karena memang dirinya sangat lapar.
“Kamu sudah makan?” tanya Yana.
“Yana, aku bisa minta tolong?” bukannya menjawab, Damar malah balik bertanya padanya.
Yana mengangguk.
“Bisa kamu ubah panggilanmu, dari kata kamu menjadi Sayang. Tapi, jika kamu keberatan aku tidak memaksa,” ucap Damar lembut masih menyuapi istrinya.
Yana terdiam sejenak, lalu kembali mengangguk.
“Iya, Sayang. Maaf, jika aku masih canggung. Karena masih belum terbiasa,” sahut Yana lembut.
Damar tersenyum, karena istrinya itu sangat menurut apa yang dia ucapkan. Bahkan tidak membantah dengan apa yang Damar ucapkan.
***