HAPPY READING ~
Novel ini menceritakan tentang, lima saudara kembar cewek yang barbar, kompak, dan gak ada takut-takutnya! Ayesha, Aresha, Abila, Aurora, dan Arumi bukan cuma bikin heboh sekolah, tapi juga satu Cianjur! Dari nyolong mangga kepala sekolah, bolos ke Puncak, sampai ketahuan guru BK dan dihukum Babehnya, hidup mereka gak pernah sepi drama.
Tapi di balik kelakuan mereka yang selalu bikin geleng-geleng kepala, ada kisah persahabatan, keluarga, dan kenakalan khas remaja yang bikin ngakak sekaligus haru.
Siap ikut keseruan Mojang Cianjur dalam petualangan gokil mereka? Jangan lupa baca dan kasih vote!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Yanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Hari Pertama di Al-Ihsan Islamic Boarding School
Pagi itu, suasana rumah penuh ketegangan. Biasanya, mereka berlima yang paling ribut, tapi kali ini malah hening. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Koper sudah siap, hati mereka belum.
Arumi terus melirik ke arah Babeh, berharap ada secercah belas kasihan. "Beh, arurang janji nggak bakal ngulangin lagi, sumpah! Tolonglah, jangan kirim kita ke asrama..."
Umi yang sejak tadi diam akhirnya buka suara. "Teu aya gunana. Ini udah jadi keputusan Umi jeung Babeh, sareng teu tiasa dirobih."
Ayesha mencengkram gagang koper dengan kesal. "Ini keterlaluan. Arurang cuma mau HP arurang balik, lain berarti arurang kudu dikirim ka asrama!"
"Tong loba ngomong, Ayesha," potong Babeh tegas. "Maraneh butuh didisiplinkan!"
Tanpa bisa melawan, mereka berlima naik ke mobil dengan hati penuh pemberontakan.
---
Saat tiba di gerbang Al-Ihsan Islamic Boarding School, perasaan mereka makin campur aduk. Asrama itu besar dan megah, dengan pagar tinggi yang membuatnya terlihat seperti penjara. Beberapa santri berkeliaran dengan gamis dan peci, berbeda jauh dari gaya mereka yang santai.
"Astaga, ini beneran kayak pesantren," gumam Abila dengan tatapan ngeri.
"Ya emang pesantren, goblok," sahut Aresha ketus.
Mereka digiring ke kantor kepala asrama, seorang pria paruh baya dengan wajah ramah tapi penuh wibawa. "Selamat datang di Al-Ihsan. Saya Ustaz Farid, kepala asrama di sini," katanya sambil tersenyum.
Tak ada yang membalas.
Melihat mereka diam, Ustaz Farid hanya mengangguk. "Saya tahu ini pasti berat buat kalian. Tapi percayalah, ini tempat terbaik buat kalian belajar disiplin dan tanggung jawab."
"Disiplin... Bengeut sia hurung tah," gumam Aurora pelan, tapi cukup buat Aresha dan Arumi nyenggol lengannya supaya diam.
Ustaz Farid menatap mereka satu per satu. "Di sini ada beberapa aturan yang harus kalian patuhi. Shalat berjamaah wajib, tidak boleh membawa atau menggunakan HP, dan ada jadwal harian yang harus diikuti. Saya harap kalian bisa menyesuaikan diri."
Mereka masih diam, tapi di dalam kepala masing-masing, semua sudah mulai menyusun strategi buat bertahan.
Mereka dibagi ke dalam satu kamar besar di asrama putri. Kamar itu cukup luas, dengan lima ranjang susun dan lemari kecil untuk masing-masing santri. Tapi dibandingkan kamar mereka di rumah? Jauh banget!
"Anjir, ini kamar atau sel penjara?" bisik Arumi.
Belum selesai mereka mengeluh, seorang santri datang. Gadis berkacamata dengan senyum ramah itu memperkenalkan diri. "Assalamualaikum, kenalin aku Nayla, ketua kamar di sini. Kalian anak baru, ya?"
Tak ada yang menjawab. Mereka berlima malahan saling pandang, lalu serempak menatap gadis berkacamata itu.
Nayla tetap tersenyum. "Kalau ada apa-apa, bilang aja ke aku, ya. Di sini nggak boleh main HP, jadi kalau ada keperluan bisa izin ke ustazah."
Mereka semua langsung saling pandang. Larangan main HP? Itu udah jelas, tapi mendengarnya langsung bikin mereka makin sesek.
Nayla lalu menunjukkan lemari tempat mereka bisa menyimpan barang, menjelaskan aturan mandi yang pakai giliran, serta jam malam yang ketat.
"Waktu tidur di sini maksimal jam sembilan malam," kata Nayla sembari tersenyum.
Aurora langsung mendengus. "Kita biasa begadang sampai jam dua. Ini sih nyiksa."
Nayla hanya tertawa kecil. "Nanti juga terbiasa. Sekarang, aku ajak kalian ke aula buat perkenalan, ya."
---
Aula asrama penuh dengan santri. Suasana terasa asing buat mereka berlima. Semua terlihat rapi, duduk bersila, mendengarkan Ustazah memberikan tausiyah.
Mereka duduk di barisan belakang, merasa seperti alien yang nyasar.
"Ini tempat apaan sih..." gumam Aresha.
"Tempat kita dihukum," timpal Ayesha lalu disetujui oleh Abila.
"Jujur, gue belum pernah denger tausiyah selama ini," kata Arumi, melirik ke arah ustazah yang sedang bicara soal pentingnya sabar.
"Yeeeh, da maneh mah sibuk di mek up wae," sindir Aurora yang membuat Arumi mendengus sebal.
Mereka berlima saling pandang. Hidup mereka beneran berubah. Gak ada lagi kebebasan buat ngelayap, gak ada lagi lelucon receh tengah malam, dan yang paling nyesek, gak ada lagi HP.
Setelah sesi perkenalan selesai, mereka kembali ke kamar. Hari pertama di asrama terasa panjang dan melelahkan. Mereka yang biasanya bebas melakukan apa aja, sekarang harus ikut aturan ketat.
Malam itu, mereka semua berbaring di tempat tidur masing-masing, menatap langit-langit.
"Lo semua udah pada tidur?" bisik Abila.
"Belom," jawab Ayesha pelan.
"Lo semua nyesel nggak?" suara Aurora terdengar lirih.
Sunyi.
Aresha akhirnya menghela napas. "Nyesel parah."
"Ya mau gimana lagi kan?" sahut Arumi yang diangguki oleh kembarannya.
Mereka semua berpikir hal yang sama. Andai mereka tidak gegabah nyuri HP, andai mereka bisa sedikit lebih sabar. Tapi sekarang, udah nggak ada jalan mundur.
Hidup mereka di asrama baru saja dimulai. Dan mereka harus bertahan. Apakah mereka akan berubah? Atau, akan lebih parah? Selamat menunggu kelanjutannya