Digo Melviano, seorang CEO tampan yang merasakan pertentangan dihidupnya.
Disatu sisi ia memiliki istri yang nyaris sempurna. Namun itu saja tidak cukup, orang tua Digo selalu mendesak mereka agar cepat memiliki momongan sebagai penerus tahta keluarga Melviano. Namun Kiara, istri Digo nampaknya acuh terhadap keinginan itu.
Hingga datanglah seorang wanita cantik dihidup Digo, yang membuat pria itu merasa tertarik padanya.
Digo meminta Renata Anastasya untuk menjadi istri keduanya, dan memiliki keturunan dari rahimnya.
Renata adalah artis sebuah majalah dewasa yang saat itu tengah menjalani kerja sama dengan perusahaan Melviano group.
Renata memiliki pemikiran yang cukup terbuka, hingga membuatnya berani mengambil keputusan untuk menjadi istri kedua Digo.
.. Happy Reading ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadia_Ava02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Siapa aku?
Renata mulai membuka matanya dengan perlahan, pandangannya masih belum terlalu jelas. Sakit di kepalanya pun masih sangat terasa.
Tibalah Hariz yang datang bersama bi Santi dengan terburu-buru.
"Ren, kamu sudah sadar?" tanya Hariz begitu sampai dan berdiri di samping ranjang Renata.
Renata masih tampak bingung dan menatap ke sekeliling. Tatapannya terhenti pada dua orang didepannya yaitu Hariz dan bi Santi.
"Aku.. Aku dimana?" tanya Renata dengan suara yang masih sangat lemah.
"Tenanglah, jangan terlalu banyak bergerak dulu, kamu ada dirumahku." jawab Hariz.
Renata mengerutkan alisnya sambil memegang kepalanya yang masih sangat pusing dan sakit. "Ah!" pekiknya saat ia mencoba untuk bangun.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Hariz. "Dokter akan segera datang, tenanglah." lanjutnya.
"Bibi ambilkan minum dulu ya non." ucap Bi Santi yang langsung pergi.
"Tuan, sebenarnya apa yang terjadi padaku, dan siapa Tuan?" tanya Renata yang tampak masih sangat bingung.
Hariz cukup kaget dengan pertanyaan Renata. Mungkinkah wanita ini benar-benar hilang ingatan? pikirnya.
"Kamu tidak ingat siapa aku?" tanya Hariz.
Renata menggeleng lemah. "Kepalaku sangat sakit, aku tidak bisa mengingat apapun." jawabnya.
Hariz menghela nafas dan memalingkan wajahnya. "Benar dugaanku!" batinnya.
Tidak berapa lama, dokter pun datang bersama Roni.
"Nona sudah siuman rupanya?" sapa dokter Erlangga sambil tersenyum ramah.
"Tenangkan pikiranmu, dokter akan memeriksamu terlebih dahulu." bisik Hariz.
Hariz membalikkan badannya dan berjabat tangan dengan dokter Erlangga terlebih dahulu. "Bagaimana kabar anda Tuan Hariz?" tanya sang dokter.
"Aku baik, Renata baru saja siuman. tolong periksa keadaannya dok. Sepertinya apa yang dikatakan dokter beberapa hari lalu benar, Renata tidak mengingat apapun. Mungkinkah dia benar-benar amnesia dok?" tanya Hariz dengan suara sedikit pelan agar Renata tidak mendengarnya.
Dokter Erlangga mengangguk. "Hmm.. Akan saya periksa terlebih dahulu."
"Silahkan."
Dokter Erlangga pun mulai memeriksa keadaan Renata, sementara Bi Santi masuk dengan membawa segelas air putih dan ia letakkan di atas nakas.
Hariz mendekati Roni yang masih berdiri didepan pintu. "Mari kita bicara." ucap Hariz.
"Baik Tuan." jawab Roni patuh.
Mereka berdua kini berdiri di samping kamar Renata.
"Jadi siapa yang melakukan ini pada Renata?" tanya Hariz tanpa basa-basi.
"Menurut data yang kami dapatkan, mobil tersebut dikendarai oleh nona Kinara Tuan." jawab Roni.
Hariz melebarkan tatapannya, dugaannya benar. Hariz tidak menyangka jika Kinara akan berbuat senekat ini pada Renata demi untuk menyingkirkannya.
Hariz merasa amat kecewa pada Kinara, karena ini bukanlah sosok Kinara yang ia kenal. Sakit hati merubah wanita itu menjadi seperti seorang iblis.
Sebentar lagi Hariz harus pergi pulang ke kota 'B'. Dia tidak mungkin meninggalkan Renata sendirian disini, apa lagi dengan keadaannya yang seperti ini.
Mengembalikan Renata pada Digo pun itu akan sama saja membuat nyawanya kembali terancam. Hariz tidak mau jika sampai Kinara melakukan hal yang lebih nekat dari ini.
Pria itu memang tidak tau jika saat ini Kinara sudah berada di luar negeri saat ini.
"Baiklah, kamu boleh pergi." ucap Hariz.
"Baik Tuan."
Hariz pun kembali ke kamar Renata, wanita itu baru saja selesai diperiksa.
"Bagaimana dok?" tanya Hariz.
"Bisa kita bicara diluar Tuan Hariz?" pinta sang dokter.
"Baiklah, kita ke ruang kerja saya saja." ajak Hariz.
"Bi, tolong jaga Renata." titah Hariz lalu pada bi Santi.
"Baik Tuan." ucap Bi Santi mengangguk patuh.
Hariz dan dokter Erlangga pun mulai berjalan memasuki ruang kerja Hariz yang letaknya cukup jauh dari kamar Renata.
"Silahkan duduk dok." ucap Hariz sopan. Dokter Erlangga pun mengangguk.
"Jadi bagaimana dok dengan kondisi Renata saat ini?" tanya Hariz. kini mereka berdua tengah duduk di kursi sofa yang terletak disamping meja kerja Hariz.
"Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya tuan, nona Renata mengalami benturan yang cukup keras dibagian kepalanya. Dia mengalami amnesia, mungkin separuh ingatannya akan hilang." terang dokter tersebut.
Wajah Hariz tampak berubah menjadi cemas. "Lalu bagaimana dok, apa ingatannya bisa kembali lagi?" tanya Hariz lalu.
"Bisa saja, tapi itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Jadi anda harus sedikit bersabar untuk ini Tuan Hariz." ujar dokter Erlangga.
"Lalu bagaimana dengan kondisi tubuhnya?" tanya Hariz lagi, ia harus benar-benar memastikan keadaan Renata dengan baik.
"Sejauh ini semuanya sudah cukup membaik, hanya saja dia masih cukup lemah. Itu wajar Tuan, karena dia baru saja sadar dari koma." ucap dokter Erlangga.
"Baik dok. Tapi bisakah saya membawa Renata untuk pergi bersama saya ke kota 'B' dalam waktu dekat ini. Saya memiliki pekerjaan penting disana, dan tidak mungkin jika Renata saya tinggalkan disini sendirian." terang Hariz.
"Kondisinya masih cukup lemah Tuan Hariz, tunggulah beberapa hari lagi. Saya akan berikan obat yang harus nona Renata konsumsi, itu untuk mengembalikan keadaan tubuhnya agar lebih cepat pulih." ucap sang dokter.
"Baik kalau begitu dokter Erlangga, saya sangat berterimakasih." ucap Hariz.
"Sama-sama Tuan Hariz." jawab dokter Erlangga.
Dikamarnya, Bi Santi kini tengah membantu Renata untuk duduk.
"Minum dulu non." ucap Bi Santi sambil memberikan segelas air putih pada Renata.
"Terimakasih Bi." Renata menerimanya dan meminumnya perlahan.
"Bibi kenal saya?" tanya Renata setelah selesai minum. Ia tidak minum banyak, hanya sedikit untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokannya.
Bi Santi menggeleng. "Tidak non, Tuan Hariz yang membawa nona cantik ke sini. Waktu itu non cantik dalam keadaan yang sangat parah, Tuan Hariz bilang non cantik habis kecelakaan mobil. Untung Tuan Hariz datang diwaktu yang tepat, jadi non bisa selamat." terang Bi Santi dengan suara lembut sambil mengusap rambut panjang Renata yang terurai bebas.
Dari cara bi Santi memperlakukan Renata, ia bisa merasakan bi Santi adalah orang yang baik.
Tapi kenapa dia tidak bisa mengingat apapun? Tenang siapa Hariz, apa mereka telah saling mengenal sebelumnya? tentang kecelakaan yang terjadi padanya, ia tidak bisa mengingat apapun. Semakin ia mencoba mengingat kepalanya malah terasa semakin sakit.
"Ah, sakit!" pekik Renata sambil memegang kepalanya.
"Aduh! Non kenapa? Saya panggilankan dokter ya?" ucap Bi Santi panik.
Renata segera mencegah Bi Santi dengan menahan tangannya. "Tidak perlu bi, saya baik-baik saja." ucap Renata sambil meringis menahan nyeri di kepalanya.
"Banar non tidak apa-apa? Apa bibi panggilkan Tuan Hariz saja?" tanya bi Santi memastikan.
Renata tersenyum lemah sambil menggeleng. "Tidak apa-apa bi, kepalaku hanya terasa sedikit nyeri." jawabnya.
"Ya sudah kalau begitu. Bibi boleh kedapur dulu buat siapkan sarapan untuk non cantik. Pasti non cantik sudah lapar." ujar bi Santi.
Renata mengangguk, sebenarnya dia juga tidak lapar. Tapi biarlah Bi Santi mengerjakan tugasnya, lagi pula Renata butuh waktu untuk sendiri dulu. Ia berharap agar bisa kembali mengingat apa yang sebenarnya terjadi.
jika tdk, sekalipun ada cinta. digo bisa mencari lagi wanita yang bisa memuaskannya😌