Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.
Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.
Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
"Duduk!" Usai sambungan dengan mama terputus, mas Sagara meletakkan ponselnya kembali ke atas meja, lalu memintaku untuk duduk.
Di depan meja kerjanya memang ada dua kursi yang sengaja dia sediakan. Aku dengan ragu menuruti perintahnya.
Begitu sudah duduk, mas Sagara tak langsung bersuara. Sepasang matanya terus fokus padaku ketika aku mencoba mencuri pandang ke wajahnya.
Pembawaannya benar-benar sangat santai, persis kayak ayah ketika lagi negur aku dan mas Ryu kalau habis berantem.
"Kamu dengar sendiri kan?" Tanyanya setelah hening beberapa saat.
"Mau sampai kapan kamu su'uzon sama aku tanpa konfirmasi terlebih dulu?" Tatapannya itu benar-benar menghujam yang membuatku seketika mengkerut seperti kehilangan nyali.
"Harusnya kamu tuh tanya baik-baik. 'Mas apa kamu yang nyuruh mama buat kirim makanan? Kalau iya, bilang ke mama supaya jangan kirim-kirim lagi ya'. Gitu kan enak di dengar, lebih hemat energi juga"
Aku tak menjawab. Hanya diam dengan sekelumit rasa gugup campur malu.
"Nggak usahlah nuduh orang, mbengok-mbengok terus marah-marah nggak jelas. Iya kalau benar, kalau salah, sudah tenaganya terkuras karena teriak-teriak, malu sendiri kan jadinya?"
Hening lagi...
Aku merasa bodoh di hadapannya, padahal kalau sama mas Ryu aku nggak mau kalah walaupun aku salah.
"Maaf" Kataku akhirnya.
"Kamu minta maaf ke siapa? Ke kakimu?" Sindirnya karena kepalaku menunduk.
Nyaliku memang menciut untuk sekedar menatapnya sebab ada banyak kesalahan yang sudah ku lakakan. Salah satunya sudah meracuninya dengan minyak wijen.
"Tapi aku nggak mau mas melarangku memasak, melarangku buat siapin keperluan mas"
"Kenapa? bukankah kamu senang, bukankah kamu yang selalu mengatakan 'aku bukan pembantu'?"
"Tapi ini berlebihan, aku keberatan. Dan pokoknya semua urusan rumah aku yang tentukan, termasuk mas mau pakai kemeja yang mana pun aku yang siapkan. Semua aku lakukan seperti biasanya"
Ku lirik pria di hadapanku menautkan kedua tangan untuk menopang dagunya dengan siku tetap bertumpu pada sandaran tangan di kursi.
Kembali hening lumayan lama, mas Sagara hanya diam terpaku sambil menatapku.
Mendapat tatapan darinya, rasa gugup semakin naik level, jantungku juga berdegup tanpa irama.
Ah kurang ajar memang, dia selalu selangkah lebih maju dariku.
"Ini uang bulanan untuk bulan ini" Katanya seraya menggeser amplop di atas meja.
"Dan ini skincare buat kamu, biar uangnya lebih hemat nggak terbuang buat beli skincare"
Mas Sagara menyerahkan satu paket produk pearl skin, merk skincare buatan pabrik Lolita.
"Tapi aku nggak pake merk itu"
"Mulai sekarang biasakan pakai itu"
"Tapi kalau nggak cocok gimana?"
"Di coba dulu! Bantah terus hobinya" Sungut mas Sagara, dan mulutku persekian detik terkatup rapat. "Lebih baik pakai produk sendiri dari pada pakai punya orang" Lanjutnya membuat bibirku reflek mengerucut.
Skincare berlabel aman dan halal itu memang sedang di gandrungi oleh kalangan masyarakat karena memang dari kemasannya yang berwarna gold terkesan mewah, elegan dan glamour, tapi aku belum pernah nyoba padahal banyak teman-temanku yang sudah mencobanya termasuk Emma. Katanya memang adem dan nyaman di kulit.
"Mas kan cuma dosen, kenapa setiap bulan memberiku uang yang lumayan banyak?" Tanyaku penasaran. Sebenarnya ingin ku tanyakan dari awal mas Sagara memberiku uang, tapi masih ku tahan karena aku masih menganggap itu bukan urusanku. Masih kesal juga karena dia tiba-tiba memutuskan untuk menikahiku.
"Kenapa memangnya?" Tanyanya balik.
"Mas nggak aneh-aneh kan?"
Kening mas Sagara mengerut. "Mulai lagi kan, Ji?"
"Bukannya aku su'uzon, tapi aneh aja cuma dosen tapi setiap bulan ngasih aku segitu. Gaji dosen kan nggak seberapa"
Mas Sagara tampak mendesah kemudian menggelengkan kepala. Bukannya memberitahuku, pria itu malah bangkit dari duduknya lalu meninggalkanku yang di buat mematung.
****
Malam selesai aku membereskan dapur dan mencuci piring bekas kami makan, aku langsung pergi ke kamar untuk mengambil buku-buku perkuliahanku. Aku akan belajar sebab tertinggal mata pelajaran satu hari dan belum sempat mengulasnya di bukuku sendiri. Aku mendapat catatan pinjaman dari Emma untuk ku salin.
Namun, saat aku masuk ke kamar, ada sesuatu yang membuatku sonta naik darah.
Sebuah kemeja beserta celana panjang sudah teronggok di atas sofa, di bawahnya juga ada sepatu dan kaos kaki.
Lagi-lagi, pria itu masih sok mempersiapkan segalanya sendiri.
Tanpa pikir panjang, aku langsung memasukkan kembali kemeja itu ke lemari.
Mas Sagara yang heran, bola matanya bergerak mengikuti langkah kakiku.
"Besok jangan pakai kemeja ini" Gerutuku sambil menggantung kemejanya ke dalam lemari. Tak peduli dengan reaksi mas Sagara, mau setuju atau enggak, dia harus menurut padaku.
"Aku akan menyiapkannya besok" imbuhku seraya menutup lemarinya kembali.
Aku berbalik, meraih buku di atas meja rias. Mengabaikan sorot mata mas Sagara yang bergeming duduk di atas kasur.
Di pikir aku ini kak Lala yang hanya bisa diam dan iya-iya aja.
Bersambung...
Next part Jihan mau ngalah aja deh...
Ngalah yang gimana?
Tungguin ya... 😘😘