NovelToon NovelToon
Rumah Iblis Bersemayam

Rumah Iblis Bersemayam

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Spiritual / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 30

"Sukma! Cepat keluar!" seru yang lain.

Harum kembang kantil tercium diterbangkan angin malam, banyak dari mereka yang bergidik ngeri membayangkan tentang Sukma.

Semua orang di sana mengenal dirinya sebagai wanita baik hati, tapi kenyataannya tidak begitu. Sukma adalah wanita jahat yang bersembunyi di balik sikap lembut selama ini, begitulah pikiran para warga sekarang terhadapnya.

"Bu, ramai sekali di luar? Ada apa?" tanya Lastri yang baru selesai mengerjakan tugas sekolahnya.

Sukma mengambil sebuah lentera minyak yang terletak di dekat meja makan. Ia lalu pergi menuju depan sambil mengenakan selendangnya.

"Ibu mau ke mana?" tanya Lastri.

"Ibu mau menghadapi warga desa yang tidak tahu diri itu," ucap Sukma pelan.

Sukma tidak bodoh, ia tahu kalau semua ini adalah ulahnya Roro. Pasti Roro yang telah memfitnah dirinya, sejak kapan dia jadi dukun santet? Dia bahkan langsung meninggalkan suaminya begitu tahu kalau sang suami bersekutu dengan Iblis.

Sekarang dia justru difitnah oleh Roro akan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan.

"Bu, Lastri ikut!" ucap Lastri.

"Jangan! Biar ibu yang keluar seorang diri, kamu pergilah dari sini. Jangan sampai mereka mengetahui keberadaan kamu, pergi ke tempat yang aman. Kalau bisa jangan pernah kembali ke desa ini."

"Kamu benar-benar perempuan berhati Iblis Sukma, tega sekali kamu menjadikan istriku sebagai tumbal! Apa salah istriku sama kamu!?" tanya Arman memekik, lelaki itu menangis meraung di luaran sana.

Dia sama sekali tidak tahu akan kebenarannya, namun karena melihat sendiri istrinya yang mati dalam keadaan menyakitkan seperti itu, menjadikannya murka seketika.

Arman ingin membalaskan dendam istrinya pada Sukma.

"Cepat keluar!"

"Ayo keluar!"

Suara warga desa winara sangat menghebohkan malam itu, Lastri masih tidak yakin untuk pergi.

Gadis itu kembali menatap ibunya, ia sangat khawatir akan keselamatan wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.

"Bu, jangan keluar! Ayo kita pergi bersama ke sana!" ajak Lastri.

"Jangan! Biar ibu saja, kamu cepatlah pergi dari sini, jangan pernah kembali. Apa pun yang terjadi nanti, ibu akan membawa dendam ini sampai mati." Sukma memeluk anaknya, ia tak menangis sama sekali, batinnya begitu kuat menahan sakit itu.

Di depan anaknya dia tetap harus tegar, dengan berat hati Lastri pergi, saat warga desa mulai mendesak ingin mendobrak pintu kediaman mereka.

Crit!

Sukma membuka pintu kayu rumahnya, tampak banyak warga yang sudah menunggu dirinya dari tadi.

Ia dengan wajah dingin namun tetap tenang tersenyum kecut ke arah Arman.

"Berani sekali kamu menuduh saya tanpa bukti, Arman."

"Tanpa bukti? Heh, Sukma. Kamu pikir kami tidak tahu kalau kamu itu tukang santet? Mungkin kamu bisa membodohi lelaki lain karena kecantikan kamu itu, tapi tidak dengan aku! Aku tahu, kecantikan kamu itu berasal dari susuk kan? Kamu cantik karena susuk, dasar dukun santet!" teriak Arman marah.

Ucapannya begitu memprovokasi, para warga terlihat sudah tak bisa menahan diri untuk tidak memberi Sukma pelajaran.

"Jangan lupa, Arman. Desa ini ada karena kakek saya, dia tetua di sini. Kalian tidak bisa menuduh saya tanpa bukti, saya bisa saja melapor_"

"Melaporkan apa, hah?" sambar Arman, "jangan lupa Sukma, keluarga dari istri aku juga orang berpengaruh di sini. Kamu itu sebatang kara sekarang, tidak ada yang mau berdiri di pihak kamu." Arman menatap Sukma dengan sinis, Sukma jadi bingung, kenapa keadaan bisa jadi kacau seperti itu.

Kesalahannya apa sehingga mereka menuduhnya dukun santet?

"Kenapa bengong? Kamu tidak bisa membela diri lagi," ucap salah satu warga.

"Saya tidak tahu apa yang sudah terjadi pada Roro sehingga kalian menuduh saya sebagai pembunuh."

Para warga mulai berbisik, di antara mereka ada yang mulai ragu kepada tuduhan Arman saat melihat ekspresi Sukma yang memang kebingungan.

"Sudah! Enggak usah berlagak pilon kamu, istri saya tiba-tiba saja menderita penyakit aneh, seluruh tubuhnya gatal² dan berdarah. Apa kamu tahu bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Arman, dia terisak.

Sukma menggeleng, dia masih saja tidak paham. "Saya tidak tahu tentang apa yang terjadi pada Roro."

"Dia sudah mati, Sukma!" teriak Arman.

"Saya tidak melakukan apa pun!" Sukma jadi lemah mendengar keadaan Roro.

"Tapi selama ini kalian selalu berseteru, aku memang tidak tahu masalah kalian apa, tapi aku yakin kalau kamu penyebab ini semua," ucap Arman dengan sangat yakin.

"Kenapa masih di sini? Kenapa perempuan ini belum mati juga?" tanya mbah Darmo yang baru datang saat itu.

Mbah Darmo datang bersama Danang, lelaki tua itu membawa ramuan yang dipakai Roro sebagai bukti.

"Mbah Darmo."

Kening Sukma berkerut seketika, melihat kedatangan mbah Darmo, dia jadi semakin yakin kalau ini semua ada kaitannya dengan mbah Darmo juga.

"Ini obat yang kamu berikan kepada Roro, kamu bilang dia bisa cantik setelah memakai ini. Namun, nyatanya dia malah meregang nyawa. Kamu sudah menipu anak saya, Sukma. Saya tahu selama ini kalian tidak pernah akur, tapi tak seharusnya kamu menjadikan dia sebagai tumbal untuk kecantikan kamu sendiri!" tuduh mbah Darmo.

Sukma melirik ke arah Danang yang bersembunyi di belakang kakeknya.

"Danang, kamu percaya kalau saya telah mencelakai ibu kamu?" tanya Sukma.

Dia pikir Danang tidak akan berbohong, Danang tampak ragu untuk menjawabnya.

Sukma masih berharap kalau dirinya bisa selamat dari marabahaya malam ini.

Jika dia selamat, dia akan menyusul anaknya, dan pergi dari desa terkutuk itu.

Mbah Darmo memutar badannya melihat Danang, sang cucu tampak gugup untuk menjawab.

"Ayo Danang, katakan apa yang kamu lihat tadi!" suruh mbah Darmo, "kamu melihat nyi Sukma memberikan ini kepada ibu kamu kan?" tanya mbah Darmo, setiap kata yang ditanyakan pada Danang penuh penekanan.

Danang baru sadar kalau dia dijebak oleh kakeknya sendiri. Tadi kakeknya bilang kalau dirinya hanya harus ikut tanpa harus bicara apa pun, tapi ternyata dia disuruh berbohong hanya untuk menghabisi nyawa Sukma.

Dalam desakan yang terus dilakukan, Danang semakin bingung antara bicara jujur atau tidak.

"Katakan Danang! Katakan yang sejujurnya! Tadi kamu bilang di rumah kalau ibu sakit karena dia," ucap Arman.

"Maksud_"

"Katakan saja yang sejujurnya, Danang!" suruh Sukma menyela ucapan Danang.

"Iya, benar! Nyi Sukma yang sudah memberikan obat itu pada ibu," ucap Danang saat melihat tatap tajam dari kakeknya. Danang sangat takut akan mbah Darmo, apalagi kalau mbah Darmo sedang marah.

Mata Sukma membeliak lebar mendengar pengakuan Danang. Tak pernah disangka kalau Danang ikut berbohong juga.

"Danang! Katakan yang sejujurnya! Kamu jangan memfitnah saya," ucap Sukma.

"Semua sudah jelas, ayo! Kalian tunggu apa lagi? Bawa perempuan ini ke hutan jati, malam ini kita jadikan dia sebagai contoh bagi yang lain, tidak ada yang boleh belajar ilmu hitam dan menjadikan warga sendiri sebagai tumbal!" suruh mbah Darmo.

"Ayo!"

Mereka berbondong-bondong menarik tubuh Sukma dari teras rumahnya.

Sukma mecoba melawan, dia tidak mau mati sia-sia.

"Mbah Darmo, saya tahu kalau sebenarnya kamulah orang yang sudah memberikan obat itu kepada Roro, kamu yang sudah membuat Roro mati! Bukan saya! Lepaskan saya!" teriak Sukma.

Tak ada yang peduli akan jerit tangisnya, tak ada yang mau mendengar pembelaannya. Semua warga sudah termakan omongan mbah Darmo, Sukma berkali-kali mengeluarkan kata sumpah serapahnya.

"Percuma kamu teriak, Sukma. Simpan saja suara kamu untuk teriakan terakhir sebelum kamu mati." Mbah Darmo tersenyum puas.

Sukma diseret di atas jalan yang penuh kerikil, seluruh tubuhnya lecet dan berlumur darah.

Selendang yang tadi dia gunakan sudah penuh debu, selendang itu adalah pemberian Lastri.

Sukma selalu memakainya ke mana saja dia pergi, sampai mati pun selendang itu tetap menemaninya.

"Tolong jangan lakukan ini, Arman! Saya mohon, percaya sama saya! Saya tidak memberikan obat itu pada istri kamu, dalang di balik ini semua adalah ayah mertua kamu sendiri, mbah Darmo!" tegas Sukma.

"Halah, sudah salah masih saja ngelak. Nggak mau ngaku, dasar tukang sihir!" cerca para warga. Satu demi satu tuduhan dan cercaan diterimanya, dia dituduh tanpa bukti yang kuat.

Tubuhnya terus diseret dalam keheningan malam, puluhan obor mengantarkannya menuju hutan jati.

Sukma seolah bisa mencium bau dari kematiannya, sayang .... Dia harus mati dalam keadaan penuh kebencian.

"Ikat dia!" titah Arman.

Beberapa warga mengambil tali dan mengikat Sukma di bawah pohon jati itu.

"Kamu akan mati malam ini, Sukma. Kamu harus membayar apa yang sudah kamu lakukan," ucap Arman.

"Dengar, Arman! Berapa kali harus saya jelaskan sama kamu, kalau saya tidak pernah memberikan obat itu kepada Roro, ini semua kerjaannya mbah Darmo." Sukma melihat semua orang dengan tatapan marah, tubuhnya sudah penuh dengan darah, kejamnya perlakuan para warga saat membawa dia menuju hutan jati.

Sukma diseret tanpa ada rasa kemanusiaan, ia dianggap seperti seekor binatang buruan.

"Cepat! Tunggu apa lagi? Segera habisi nyawanya!" teriak mbah Darmo.

Danang sangat ketakutan kala melihat mata Sukma yang membeliak menahan sakit ketika dipukuli warga.

Yang lain melemparkan batu ke tubuhnya, ada juga yang datang untuk mencambuknya.

Mati dalam penyiksaan seperti ini membuat dia sangat tersiksa.

Saat napasnya sudah berada di ujung, sukma mengucapkan kata-kata yang tidak akan mampu mereka lupakan.

"Membunuh orang tak bersalah adalah kesalahan besar, aku pastikan kalian tidak akan pernah hidup tentram. Mbah Darmo, aku akan membawa dendam ini sampai mati! Aku tidak akan memaafkan satu pun dari kalian, keturunanmu akan menjadi seperti apa yang kamu lakukan selama ini, aku tahu kamu itu dukun santet. Aku bersumpah kalau suatu saat salah satu dari keturunanku akan membuat jasad ini bangkit lag_"

Slash!

Belum sempat Sukma menyelesaikan ucapannya, cambuk yang dipegang mbah Darmo langsung melilit di lehernya, dalam satu tarikan Sukma mati seketika.

Napasnya berakhir di sana, matanya melotot hendak keluar.

Semua orang terpaku, suasana menjadi semakin dingin dan tegang.

Bau anyir darah segar terbang ditiup angin malam, langit mendadak mendung. Bintang dan bulan meredup, mereka menjadi saksi atas kematian Sukma malam itu.

Setelah pengeksekusian selesai, satu per satu warga pulang.

Setelah ikut membunuh Sukma, tidak ada satu pun di antara mereka yang bisa tenang.

Begitu warga pergi, mbah Darmo melepaskan ikatan yang melilit di tubuh sukma.

Mbah Darmo menyuruh Arman untuk menggali kuburan di depan pohon tersebut.

Danang yang usianya saat itu masih seusia Andi sekarang, tetap merasa takut saat melihat tubuh Sukma yang penuh darah. Mata merah yang melotot keluar, Sukma sudah mati, tapi auranya begitu kuat. Danang bahkan tidak berani lagi menatapnya.

"Bapak, gimana kalau sumpah dia itu beneran terjadi?"

"Tidak akan!" tegas mbah Darmo.

"Kita tidak tahu ke depannya akan seperti apa, Pak." Arman menarik tubuh Sukma dan mencampakkannya ke dalam tanah yang sudah digali begitu saja.

"Mulai detik ini sampai seterusnya, jangan sampai ada wanita yang menginjakkan kaki di sini, apalagi kalau wanita itu sedang datang bulan. Hanya bau darah yang bisa membangkitkan jasad penuh dendam ini," ucap mbah Darmo sembari menimbun kuburan Sukma dengan tanah yang sudah mulai basah oleh rintikan hujan.

"Astaghfirullah!" Sisi buru-buru bangun dan mengusap wajahnya.

"Mimpi buruk lagi?" tanya Andini yang ternyata sudah lebih dulu bangun.

Ternyata bayangan masa lalu pak Danang muncul di mimpi mereka.

Semuanya persis, pertanda apa itu?

"Kamu juga memimpikan tentang nyi Sukma?" Sisi balik nanya.

"Begitulah, Si. Kamu itu keturunannya, walaupun bukan keturunannya, tapi cuma kamu yang sedang datang bulan kan? Dari awal sudah diperingatkan, ini alasan pak Danang tidak memperbolehkan para wanita ke sana, takut di antara mereka ada yang sedang datang bulan dan menginjakkan kaki di sana, maka membuat nyi Sukma bisa bangkit kembali," ujar Andini.

1
Aksara L
Luar biasa
Aksara L
Biasa
Kakak Author
lanjut .. bagus banget ceritanya .../Pray/mampir ketempat aku dong /Ok/
🎧✏📖: semangat, kalo boleh baca ya judul baru 🤭
🥑⃟Riana~: iya kk
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!