"Setelah anak itu lahir, mari kita berpisah. Tanda tangan semua surat-surat ini," ucap pria dingin tersebut pada wanita yang telah mengandung benihnya.
Sebuah kesalahan telah mereka lakukan di Italy, membuat keduanya harus menikah untuk menutupi aib keluarga. Bagaimana kisah Dito si suami dingin dengan Tiwi, istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengusik Hati
Pria Dingin Itu Suamiku Bagian 33
Oleh Sept
Semua orang panik, Tiwi sekarang kembali drop dan tidak sadarkan diri. Nyonya Haidar terus saja menangis dalam pelukan suaminya. Sudah semalam Tiwi tidak sadarkan diri.
"Bagaimana ini, Pa ... Tiwi kita, Pa." Wanita tersebut terisak, meratapi nasib anak satu-satunya tersebut.
Sementara itu, Dito terlihat terpukul. Sejak kemarin dia juga belum pulang. Dua banyak melamun dan duduk di luar ruangan. Sampai mamanya datang, untuk menjenguk.
Pak Burhan tidak lagi bersikap dingin atau kasar pada Dito dan keluarganya. Dia juga kebanyakan bengong, diam saja. Mungkin takut kali ini Tiwi benar-benar akan pergi.
"Dito, kamu pulanglah dulu. Kamu belum pulang dari kemarin," bujuk mamanya Dito.
Dito menggeleng, sepertinya masih mau di sana.
"Mama pulang duluan, Dito masih mau di sini."
Melihat berapa terpuruknya keluarga Tiwi, Dito merasa berat meninggalkan rumah sakit. Mungkin tanpa sadar, hatinya sudah menetap di sana.
"Ya sudah, Mama pulang dulu. Besok Mama ke sini lagi."
Orang tua Dito pun pamit juga pada orang tua Tiwi.
***
Tengah malam, Dito masuk ke dalam ruangan, di mana Tiwi masih belum sadarkan diri dan banyal selang menempel di tubuhnya.
Dulu Dito tidak suka, tidak peduli pada sosok yang terbaring lemah di depannya saat ini. Namun, sekarang ada sesuatu yang mengusik. Pikirannya berkecamuk. Ini kasihan atau iba, atau rasa yang lain? Yang jelas hatinya sakit melihat kondisi Tiwi saat ini.
Dilihatnya mantan mertuanya duduk di sofa, duduk sampai tertidur dalam posisi duduk. Sepertinya, keduanya sangat lelah karena belum istirahat.
Dito pun menarik kursi. Kemudian duduk di sebelah ranjang. Ia tatap wajah Tiwi lekat-lekat, lalu memegang tangannya.
"Kenapa kamu tidur lagi? Tiwi ... ini tidak lucu," ucap Dito lirih.
Ia genggam tangan Tiwi yang hangat, kemudian kembali berbicara.
"Bagaimana dengan anak kita? Bagaimana dengan Sienna?"
Dito menghela napas panjang, kemudian melepaskan tangan Tiwi. Namun, tangan itu tiba-tiba jarinya mulai bergerak.
Mata Dito langsung tertuju pada Tiwi, kemudian kelopak matanya pun bergerak-gerak.
"Tiwi," panggil Dito yang membuat mantan mertuanya terbangun.
Tiwi mengerjap, matanya perlahan terbuka sempurna.
"Syukurlah," ucap Dito dan reflek langsung memeluk Tiwi.
Setelah pelukan tersebut, tanpa sadar Dito mengusap dahi wanita tersebut, baik Tiwi dan mantan mertuanya seperti sama-sama terkejut.
"Pa ... Tiwi bangun Pa!" ucap nyonya Haidar membangunkan sang suami.
Malam itu dokter langsung dipanggil Dito. Dan Tiwi pun kembali diperiksa. Dari sana, dokter mengatakan banyak hal pada keluarga pasien. Agar menjaga emosi Tiwi, pasien tidak boleh tertekan. Dan harus dalam kondisi tanpa beban.
Dito yang paling paham, pasti Tiwi tertekan karena dirinya.
Beberapa saat kemudian, setelah memastikan Tiwi sadar kembali, tanpa menemui Tiwi setelah ketemu dokter yang menangani Tiwi secara khusus, Dito pun bicara pada mantan mertuanya.
"Sepertinya kehadiran Dito membuat Tiwi tertekan. Mungkin selanjutnya ... Dito tidak akan muncul lagi, Tanten."
Nyonya Haidar yang kala itu duduk di depan ruangan Tiwi, sedikit terkejut.
"Kenapa kamu pikir seperti begitu?"
"Dito sudah dengar semua penjelasan dokter. Untuk saat ini, Dito sebaiknya tidak muncul. Karena pasti membuat Tiwi tertekan."
Nyonya Haidar tidak bisa berkata-kata, karena semua keputusan ada pada Dito. Dan benar saja, sebulan kemudian Dito benar-benar tidak muncul. Sampai Tiwi sudah boleh pulang dari rumah sakit.
Dirawat di rumah sakit cukup lama, membuat rona cerah di wajah Tiwi sirna. Meskipun kehadiran Sienna di sisinya. Yang merawat Sienna malah babysitter. Karena kondisi Tiwi masih lemah, belum pulih sepenuhnya.
Beberapa hari dalam seminggu, dia masih harus rajin therapy. Dia tampak murung, tidak banyak bicara. Bahkan jarang menatap putrinya sendiri.
Kata dokter, itu pengaruh obat. Syaraf Tiwi masih pemilihan, dia masih belum normal pasca koma tersebut.
***
Lima bulan kemudian.
Tiwi dibawa pergi berlibur oleh orang tuanya, bersama Sienna yang sangat menggemaskan. Sudah bisa duduk sendiri dan ngoceh-ngoceh.
Mereka berada di sebuah villa, dengan pemandangan yang cukup indah.
Di tempat lain, di sebuah gedung tinggi. Dito hanya bisa menatap foto Sienna dan foto Tiwi yang kala itu duduk terdiam di kursi roda menghadap laut.
Sampai detik ini, dia belum muncul di hadapan Tiwi dan keluarga mereka. Ia menjaga jarak, demi mental Tiwi agar tidak tertekan.
***
Waktu berjalan sangat cepat, tidak terasa Sienna sudah genap 1 tahun.
Tiwi pun sudah hidup normal, tidak pakai kursi roda lagi. Sudah bisa olah raga ringan, dan sudah mulai mengurus Sienna, meskipun masih banyak bantuan babysitter.
Hari itu mereka mengadakan acara ulang tahun kecil-kecilan untuk Sienna. Hanya bersamaan keluarga inti, dan anak-anak dari panti.
Sedangkan di luar sana, tepatnya di depan rumah keluarga Tiwi, mobil Dito terparkir sejak tadi. Sembari menatap kado besar di sebelahnya, dan bunga untuk Tiwi.
Nyonya Haidar mendapatkan laporan dari tukang kebun. Ada mobil parkir di depan sejak tadi. Dan nyonya Haidar tahu, itu mobil Dito.
Dia lantas keluar dan menemui Dito.
Dito jelas kaget, ketika kaca mobil diketuk.
Tok tok tok
"Tante."
Nyonya Haidar tersenyum ramah.
"Masuklah!"
Dito menggeleng.
"Titip ini saja, Tante."
Dito memberikan hadiah dan bunganya. Namun, yang diterima hanya kado.
"Berikan padanya sendiri, kalau kado ini ... tidak apa-apa Tante bawa."
"Tapi."
"Tidak apa-apa, masuklah. Tante tahu, kamu sering berhenti di depan rumah seperti ini. Kamu ayahnya ... wajar kalau kamu ingin bertemu," ucap nyonya Haidar dengan mata yang terasa perih.
Sebab dia tahu dari CCTV, kalau Dito sering parkir di depan rumahnya. Hanya parkir, tidak mau masuk, atau memang tidak bisa masuk.
"Lain kali saja, Tante," Dito tidak seyakin itu. Ia memilih pergi seperti biasanya.
"Baiklah, terserah kamu saja. Sepertinya Tante akan mencarikan ayah pengganti untuk Sienna."
Dito langsung mendongak, kemudian melepaskan sabuk pengaman. Sebelum turun dari mobil, ia menelan ludah dulu, lalu menarik napas dalam-dalam.
"Tante duluan," kata Nyonya Haidar.
Lalu disusul Dito turun kemudian. Pria itu sudah ganteng, pakai jas rapi dan ada bucket bunga segar di sebelah tangannya. Dia ragu saat jalan, tapi saat melihat Tiwi dari kejauhan, hatinya berdegup kencang.
"Ada apa dengan hatiku," gumam Dito ketika melihat Tiwi sudah bisa tersenyum dengan anak-anak panti dan anak kecil yang mirip Sienna. Yang hanya bisa ia lihat lewat foto saja.
"Cantik sekali kalian," gumam Dito masih terus melangkah.
Dia berhenti ketika Tiwi tidak sengaja menoleh dan mata mereka bertemu.
Tiwi terkejut, karena kehadiran Dito yang tiba-tiba. Dia lalu menatap Sienna, kemudian beralih meliha ke arah Dito.
"Kenapa kamu datang? Ke mana selama ini?" gumam Tiwi.
Tap ... tap .. tap
Akhirnya Dito memberanikan diri berjalan lagi, masih sambil menatap Tiwi yang lama tidak ia temui.
Dito ragu saat akan memberikan bucket bunga, tapi karena sudah semakin dekat, ia pun mengulurkan bunga tersebut.
Bukkk..
Tiwi langsung menjatuhkan bucket bunga tersebut. Bersambung
lamar yg bener dong
maaf kenapa bosannya aku sendiri tdk dpt menjelaskan dengan baik....tapi novel ini sebagai penggantinya cukup asyik dibaca ....lanjuuut
maaf kenapa bosannya aku sendiri tdk dpt menjelaskan dengan baik....tapi novel ini sebagai penggantinya cukup asyik dibaca ....lanjuuut
moodian
sungguh mantap sekali
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘