Apa dasar dalam ikatan seperti kita?
Apa itu cinta? Keterpaksaan?
Kamu punya cinta, katakan.
Aku punya cinta, itu benar.
Nyatanya kita memang saling di rasa itu.
Tapi kebenarannya, ‘saling’ itu adalah sebuah pengorbanan besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episot 12
Kegirangan, Puja sampai berjingkrak melihat alat musik lengkap di studio pribadi milik Arjuna, masih di dalam rumah yang sama, tepatnya di lantai satu, ruangan paling menjorok berdekatan dengan kolam renang. Pintunya diapit bambu panda yang terjuntai rimbun kiri dan kanan.
Dia tidak menyangka bisa menemukan kembali pribadinya yang hampir tenggelam setelah berurusan dengan keluarga Manggala dan menikahi Kavi.
Walau belum menghitung tahun, sudah lama sekali rasanya tidak melakukan apa yang sangat Puja senangi ini, bernyanyi dan memetik gitar.
Sebuah lagu bertajuk 'You Can Hear My Heart' milik Epik High dan si cantik Lee Hi asal Korea Selatan, kemudian dipilihnya sembari duduk dan gitar dalam pangkuan. Dia bahkan tak peduli pada bekas luka belum pulih benar.
Arjuna hanya diam jadi penonton, duduk di salah satu kursi pasangan, bersilang lengan dan kaki bertumpang kiri di atas kanan.
Petikan gitar yang apik dan suara indah Puja terdengar harmonis, menciptakan melodi tenang di antara gelap dan dingin yang mulai menusuk kulit.
Jun tersenyum kagum, paduan lagu mellow dan rap berubah jadi sangat indah saat dinyanyikan wanita itu.
"Dia cukup berbakat."
.....
Sampai tak terasa waktu terus merangkak, keadaan di ruang studio mini itu juga sudah berubah-ubah. Puja dan Arjuna jadi tenggelam dalam keasyikan mereka dan dunianya sendiri.
Mulai dari bergiliran bernyanyi, duet lagu romantis, hingga tertawa-tawa dengan lagu konyol yang dibuat-buat.
Dari sana mundur ke luar, tanpa keduanya sadari, seseorang memerhatikan dengan pandangan kelam dari luar kaca jendela tanpa gorden selain hanya terhalang tralis besi yang menyilang.
Kavi kembali ke rumah itu dari satu jam lalu dan dia hanya berdiri seperti patung, menonton istri dan sahabatnya yang entah kapan menjadi sangat seakrab itu.
"Bisa-bisanya ...." Jadi geram sendiri, padahal dia yang menciptakan peluang itu untuk mereka.
Dia juga yang mengizinkan Arjuna untuk mengejar istri sisanya, istri yang bahkan belum dia sentuh sama sekali.
Selama berada di luar setelah meninggalkan Puja tadi, Kavi tak berbuat apa pun selain membuang waktu terdiam menyendiri di sebuah sisian jalan ditemani dua kaleng soda. Sesekali melempar kerikil ke mana saja seraya terus mengumpat.
Dia sangat kesal dengan keadaan di rumah Jun terkait kedatangan Puja.
Sampai akhirnya pria itu bosan lalu memilih pulang.
Di perjalanan, dengan keyakinan tebal, Kavi sudah menyiapkan banyak materi untuk menghadapi Puja dan pengusirannya atas wanita itu, tapi ....
Saat tiba di rumah, mulanya dia senang karena Puja tak ada, berpikir mungkin diantarkan Jun sehubungan lelaki itu juga menghilang. Tapi mengumpat lagi setelah menyadari ternyata koper Puja masih berada di dalam kamar. Mobil dan motor Arjuna juga belum berubah dari tempatnya.
Dia mencari berkeliling rumah dan sekitarnya, cukup kesulitan menemukan mereka karena desain dan tata ruang yang berbelit. Jun sengaja sekali mengolok kekesalannya dengan menciptakan rumah seperti labirin.
Sampai akhir suara-suara itu didengarnya dari arah studio yang selalu digunakan dirinya, Arjuna dan teman-teman dari komunitas musik saat kuliah dulu.
"Di sana!"
Kemunculan Kavi di sana bertepatan saat Puja dan Arjuna berduet lagu romantis. Saling bertatap wajah mendalami isian lagu. Mereka benar-benar terlihat seperti pasangan.
Satu kelebihan Jun sebagai vokalis menambah harmoni semakin terasa manis namun cacat di mata Kavi.
Wajah Manggala itu kelam membesi, entah dalam konteks apa. Karena Puja yang tak tahu malu, karena Arjuna membuat Puja betah di rumah itu, atau karena kedekatan mereka?
Hatinya bertanya, apakah Jun benar-benar menginginkan wanita itu? Tapi pada akhir tidak dapat jawaban apa pun, hanya sesak dari udara yang dia raup.
Merasa muak dengan pertanyaannya sendiri, Kavi memilih pergi, menjauh dari tempat itu sebelum dua orang itu juga menyadari keberadaannya.
Puja dan Jun selesai di angka hampir tengah malam. Saat ini keduanya sedang melangkah kembali ke dalam rumah dan menuju ke lantai dua seraya membicarakan pengalaman yang baru saja terjadi.
"Huft!" Puja mengembus napas karena lumayan lelah setelah berlagu-lagu dia nyanyikan. "Aku bener-bener kayak hidup kembali dari kematian!"
Jun terkekeh menyikapi kalimat itu. "Kamu boleh kok masuk ke sana kapan pun kamu mau supaya kembali segar setelah mati."
Keduanya tertawa bersamaan.
Namun tawa Arjuna perlahan redup saat pasang matanya mendapati Kavi berdiri di sela pilar loteng lantai dua, menguar tatapan horor ke arahnya dan juga Puja.
“Umm, Jun. Aku duluan, ya. Makasih buat kesempatan hari ini lho! Aku pasti bisa tidur nyenyak." Puja berkata senang.
"Ah, iya, sama-sama,” tanggap Arjuna dengan pulasan senyum, sekilas matanya melirik Kavi kembali yang keberadaannya belum disadari Puja. “Selamat istirahat, jangan lupa minum obatnya."
“Siap!”
Tapi saat Puja hendak menaiki tangga, Arjuna menginterupsi langkah wanita itu.
“Umm, Puja!"
"Ya!" Yang dipanggil kembali membalik badan.
Jun menyusun langkah mendekati ke arah di mana Puja berdiri, kemudian dengan ragu dia meminta, “Umm ... sebagai tanda jadi pertemanan kita, ... boleh gak aku peluk kamu, sebentaar aja.”
Puja mendongak memandang wajah pria itu dengan kening berkerut. “Peluk?”
“.... Iya,” jawab Jun masih tak enak. “Ah, bukan maksud apa-apa kok. Aku cuma pengen kasih dukungan aja buat semua harapan kamu ke depan. Boleh saling anggap ini sebagai hadiah pertemanan kita."
Untuk sekian saat Puja terdiam berpikir.
“Kalo kamu gak mau gak apa-apa kok!” ujar Arjuna sambil garuk kepala.
Namun saat itu juga Puja memutus cepat, "Eh gak apa! Aku gak keberatan!" Lalu tanpa diduga, wanita itu justru mengambil pelukan yang diminta Arjuna lebih dulu. "Sekarang kita resmi jadi teman baik!" ujarnya dengan senyuman riang.
Demi apa pun jantung Arjuna hampir terpental, tapi yang lebih penting bukan itu, pasang matanya mencuat lagi ke lantai dua.
Kavi masih di sana dengan arah tatapan belum berubah.
“Hehe.” Moment itu tentu saja dibuat Arjuna untuk membuat tontonan seru untuk seorang Kavi Manggala. Dengan senyuman iblis, dia melempar sebait kalimat tanpa suara pada sahabatnya itu. “Thank you, Bro." Ditutup dengan kedipan sebelah mata.
"Sialan!" Dengan kesal, Kavi mencelat masuk ke dalam kamar.
Setelah itu, pelukan pun dilepaskan Jun. "Makasih, Puja. Mulai sekarang, apa pun yang mengganggu kamu, atau saat kamu mungkin butuh bantuan, kamu boleh cerita dan temuin aku ... kapan pun itu, aku pasti selalu siap."
Senyuman Puja mengembang mendengar kata per kata Jun yang entah tulus atau hanya bagian dari godaan. "Tentu ... Teman."
"Kalo gitu istirahat saja. Jangan bertengkar sama Kavi. Kalo dia ngelakuin hal konyol, abaikan aja atau kamu berlari ke kamar aku.”
“Haha! Oke!" Ibu jari dan telunjuk Puja bersatu membentuk huruf O tepat di depan wajah. "Selamat malam, Jun. Selamat istirahat.”
"Sip."
Sampai di atas.
Pintu kamar yang tak terkunci didorong Puja lalu masuk dengan langkah tenang--awalnya. Tapi kemudian berubah terkejut saat mendapati Kavi sudah berbaring di atas ranjang.
Kaku langkahnya mendekat, cemas akan membuat Kavi terbangun, selanjutnya yang dia lakukan adalah memandangi wajah bagus yang terpejam itu dengan senyuman samar.
"Selamat tidur, Kavi. Maaf, aku gak pergi dari sini sesuai maumu tadi."
Suara Puja terdengar pelan dan lembut, membuat jantung Kavi tiba-tiba berdebar. Segera dia berpura-pura berbalik badan untuk menghindari kedutan mata yang mendadak sulit dikondisikan.
"Sial!"
jadi lupakan obsesi cintamu puja..
ada jim dan jun, walaupun mereka belum teruji, jim karena kedekatan kerja.. jun terkesan memancing di air keruh..