Cinta Dalam Sujudku

Wardah membawa suaminya ke taman dekat Mall. Dia mencoba untuk menenangkan emosi suaminya saat ini. Izdi sedari tadi diam dan menunduk, dia nampak mengeluarkan air mata namun menghapusnya saat istrinya mendekat.

" Mas ... Jangan dimasukkan ke hati, kakak memang seperti itu sikapnya terhadapku," ujar wardah supaya suaminya tidak lepas kendali.

" Kakak seperti apa dia sayang? Seharusnya dia melindungimu segenap hatinya. Dia kakakmu dan kamu adiknya. Pantaskah seseorang kakak berkata jahat seperti itu kepada saudara kandungnya? Dan kenapa wardah tak membalas apapun ucapannya," ucap izdi panjang lebar. Dia nampak sangat kesal terhadap mantan kekasihnya.

Wardah kemudian memeluk suaminya sambil berbisik.

" Semua sudah digariskan dalam hidupku mas, keluhan itu jika aku keluarkan maka akan semakin berat untukku mas. Jadi setiap hari aku berusaha menjadi yang terbaik dalam hidupku. Terima kasih sudah hadir dalam hidupku," ujar wardah membuat izdi memeluknya kembali dengan erat. Wardahpun mengelus pundak suaminya.

"Ayo mas kita makan malam!" seru wardah dengan manjanya. Seketika izdi memandang istrinya itu.

" Sayang sudah lapar ya?maafkan mas ayo kita masuk ke sana sekarang," jawab izdi yang langsung menggandeng istrinya itu. Wardah akhirnya tersenyum saat izdi mengkhawatirkannya seperti ini.

Hari ini mungkin sangat berat jika memasukkan ucapan kakak. Tapi hati wardah semakin berat saat melihat suaminya nampak emosi pada saudara kandungnya. Izdi adalah pemuda yang baik, dia tidak ingin suaminya itu tak bisa mengendalikan emosi karena hanya masalah semata.

" Alhamdulillah ... Teruslah menjadi baik mas," ucapnya lirih.

Sesampainya di cafe...

" Waiters ...!" seru izdi, sang waiters pun mendekat dengan membawa menu restorant. Izdi masih saja memegang telapak tangan istrinya.

" Mas lepasin dulu tangan wardah, setelah itu pesan," ujar wardah. Izdi tersenyum yang membuat wardah lega akhirnya suaminya itu kembali mengurai senyum.

" Iya ... Sayang," jawabnya dengan pelan.

.

.

.

.

Malam ini membawa sembilu kesedihan bagi Izdi dan sekaligus membawa rasa bahagia di hati Wardah karena pada akhirnya suaminya itu mengungkapkan perasaannya di hadapan orang banyak. Namun gurat sedih tetap mampir di hati wardah karena dia merasa menyakiti kakak satu-satunya.

Jalan- jalan malam ini meskipun kurang mengenakkan tetapi juga memberikan kesan tersendiri pada kedua sejoli itu. Pengantin baru yang penuh dramatisasi dalam kehidupannya.

Di tempat lain ...

" Fatimah ... Kamu baik- baik saja?" tanya salah satu temannya. Fatimah hanya diam dan tersenyum serta menjawab sekenanya.

" Apakah aku seburuk itu? Apa aku salah memilih tugas daripada pernikahan, toh hal itu masih ditunda sampai aku datang. Laki- laki memang seperti itu jika sudah menemukan sesuatu yang dicari kepuasannyq sudah terpenuhi," ujarnya yang membuat temannya melongo karena fatimah adalah gadis baik-baik. Kenapa sekarang malah berucap kurang baik dan itupun tentang orang yang dicintainya.

" Jawab dong Rei, Mil, Sya ... Apakah aku salah jika seperti ini?" desak fatimah pada ketiga sahabatnya.

" Fatimah ... Semua tak luput dari takdir, pertama mungkin kamu benar. Tetapi kesepakatan awal siapa dulu yang membuat izdi ataukah pihak rumah sakit. Setelah itu baru tahu duduk permasalahannya. Satu hal lagi, maafkan kami ya sayangku saat ini kata-katamu sangat kasar sedangkan Fatimah yang kami kenal perempuan yang membuat kami bertutur kata baik. Tapi kenapa sekarang seperti ini? Dia izdi loh sayangku pemuda yang kamu cintai. Jangan membuat dia ilfeel padamu," jawan Reina panjang lebar mewakili teman-temannya. Fatimah yang tadinya terdiam dan seperti orang melamun hingga akhirnya menangis.

" Aku sedang frustasi Rei, otak dan hatiku tidak bisa berpikir dengan baik. Orang-orang yang kucintai lebih memilih wardah daripada aku. Mama, papa, izdi, omah, opah bahkan orang-orang dekat lainnya!" teriak Fatimah, dia nampak tak bisa mengontrol emosinya saat ini.

" Fatimah, kita pulang sekarang! Besok kita lanjutkan obrolan kita di kantin. Ayo teman- teman bantu fatimah!"Reina membantu fatimah naik mobil karena dia tahu saat ini sahabatnyasedang dalam kondisi tidak stabil dan terpuruk. Semua karena cintanya pada izdi, bisa saja ada penyesalan dalam lubuk hatinya karena pergi pada hari itu. Saat ini sakit melanda hati dan jiwa serta lisannya.

Di sisi lain ..

" Sayang ... Sekali lagi maafkan mas suda melibatkanmu dalam masalah kami," ucap izdi sambil mencium telapak tangan istrinya.

" Mas ... Tidak ada jalan yang lurus dalam segala hal termasuk pernikahan kita. Insyaallah aku baik- baik saja," jawab wardah meyakinkan suaminya.

"Terima kasih ... Sayang," jawabnya sambil mengecup dahi wardah yang menemani masa sulitnya kemarin. Wardah hanya melemparkan senyumannya pada izdi dan sebuah anggukan kecil.

"Gelapnya Malam

Merindu akan sepinya bulan dan bintang

Kilauan cahaya tak mampu menerangi

Jalannya hati ...

Namun indahnya senyuman

Mampu menggugurkan kerinduan mendalam."