Nayla, seorang gadis sederhana dengan mimpi besar, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah menerima lamaran dari Arga, seorang pria tampan dan sukses namun dikelilingi rumor miring—katanya, ia impoten. Di tengah desakan keluarganya untuk menerima lamaran itu demi masa depan yang lebih baik, Nayla terjebak dalam pernikahan yang dipenuhi misteri dan tanda tanya.
Awalnya, Nayla merasa takut dan canggung. Bagaimana mungkin ia menjalani hidup dengan pria yang dikabarkan tak mampu menjadi suami seutuhnya? Namun, Arga ternyata berbeda dari bayangannya. Di balik sikap dinginnya, ia menyimpan luka masa lalu yang perlahan terbuka di hadapan Nayla.
Saat cinta mulai tumbuh di antara mereka, Nayla menyadari bahwa rumor hanyalah sebagian kecil dari kebenaran. Tetapi, ketika masa lalu Arga kembali menghantui mereka dalam wujud seseorang yang membawa rahasia besar, Nayla dihadapkan pada pilihan sulit, bertahan di pernikahan ini atau meninggalkan sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rose.rossie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Langkahnya terhenti di tengah-tengah ruangan, tatapan Nayla terpaku pada tulisan di kertas itu. Sekilas ia melirik Arga yang berdiri di sisinya, wajahnya tegang namun berusaha tenang.
“Siapa yang sebenarnya kita hadapi di sini?” Nayla akhirnya membuka suara, matanya tetap terpaku pada tulisan mengancam itu.
“Aku tidak tahu. Tapi sepertinya, dia lebih tahu tentang kita daripada kita tahu tentang dia,” jawab Arga dengan nada rendah.
“Hebat. Jadi, sekarang kita bermain tebak-tebakan dengan orang asing yang bahkan belum pernah kita lihat wajahnya.” Nayla memutar bola matanya, mencoba mengatasi rasa takutnya dengan sarkasme.
Arga hanya diam, pandangannya beralih ke pintu yang masih terbuka lebar. Di luar, bayangan malam menelan segalanya—tidak ada tanda-tanda kehidupan, tidak ada suara, hanya kekosongan yang membuat bulu kuduk merinding.
“Ayo kita keluar dari sini. Gudang ini membuatku merasa seperti tokoh pembantu dalam film horor,” kata Nayla, mencoba menyembunyikan kegelisahan dalam nada suaranya.
Arga mengangguk, menarik lengan Nayla pelan. “Setuju. Dan kalau Clara tahu kita ada di sini, aku yakin dia akan memanfaatkan momen ini untuk dramanya.”
Nayla menahan tawa. “Oh, Clara? Jangan-jangan dia juga akan bilang dia disekap di sini dan berhasil melarikan diri dengan kekuatan cinta.”
Arga menoleh, bibirnya melengkung tipis dalam senyum. “Kau benar. Clara mungkin satu-satunya orang yang bisa menjual cerita itu dan membuat orang percaya.”
---
Di rumah, suasana tak kalah kacau. Ponsel Nayla terus berbunyi sejak mereka meninggalkan gudang. Grup keluarga Arga kini penuh dengan pesan-pesan bernada simpatik untuk Clara.
Nayla membaca salah satu pesan keras-keras, dengan nada dramatis. “Clara itu seperti bunga yang sedang diterpa badai. Kita harus mendukungnya.” Dia menoleh ke Arga, matanya menyipit. “Bunga diterpa badai, katanya. Padahal, aku lebih yakin dia bunga plastik yang tidak bisa hancur meski diinjak.”
Arga mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Aku bahkan tidak tahu bagaimana dia bisa meyakinkan keluargaku.”
“Caranya sederhana, dia tahu cara memainkan kartu korban.” Nayla meletakkan ponselnya di meja, nadanya terdengar muak. “Dia sudah tahu kelemahan keluargamu. Mereka tidak tahan melihat orang menangis.”
Arga menghela napas panjang. “Dan itu masalahnya. Clara tahu kapan harus menangis, kapan harus tersenyum, dan kapan harus... ya, kau tahu.”
Nayla mengangkat tangan. “Jangan lanjutkan. Aku tidak butuh visual itu.”
Saat mereka sedang membahas langkah berikutnya, pintu rumah tiba-tiba diketuk dengan keras. Keduanya saling berpandangan, dan tanpa berkata apa-apa, Arga berjalan menuju pintu.
Di depan sana, berdiri Clara dengan wajah pucat dan rambut sedikit berantakan. Dia memeluk dirinya sendiri, terlihat seperti orang yang baru saja lolos dari maut.
“Clara?” Arga terdengar bingung, tapi tidak ada rasa simpati dalam nadanya.
Nayla berdiri di belakang Arga, tangannya terlipat di dada. “Oh, lihat siapa yang muncul di sini. Apakah kita akan mendengar monolog dramatis?”
Clara melirik Nayla dengan tatapan menusuk, tapi kembali fokus pada Arga. “Aku butuh bantuanmu,” katanya dengan suara gemetar.
“Bantuan apa lagi kali ini?” Nayla menyela, nadanya setengah mengejek.
Clara menatap Nayla langsung, matanya tampak berkaca-kaca. “Raka mengancamku”
Kata itu membuat Arga dan Nayla terdiam sejenak.
“Dan kau ingin kami percaya itu?” Nayla akhirnya memecah keheningan.
“Aku tahu ini sulit dipercaya. Tapi dia mengancamku!” Clara berseru, suaranya meninggi.
“Lalu kenapa kau datang ke sini?” Nayla bertanya, jelas tidak tergerak oleh akting Clara. “Seharusnya kau lapor polisi, bukan datang ke rumah kami dengan drama episode baru.”
Clara menatap Nayla dengan tajam, tapi kali ini dia tidak membalas. Sebaliknya, dia beralih ke Arga. “Aku tahu ini sulit, tapi aku butuh kamu. Kamu satu-satunya yang bisa membuatku merasa aman.”
Arga menghela napas, menatap Nayla dengan tatapan penuh makna. “Kau percaya ini?”
“Percaya? Tidak. Tapi aku sangat ingin tahu bagaimana drama ini akan berakhir,” jawab Nayla, matanya berbinar sinis.
Mereka akhirnya membiarkan Clara masuk, meski Nayla terus memperhatikan gerak-geriknya dengan curiga. Clara mulai bercerita tentang bagaimana dia menerima ancaman dari Raka, lengkap dengan tangisan dan isakan yang tampak terlalu sempurna untuk momen itu.
“Aku tidak tahu kenapa dia mengancamku” kata Clara dengan nada putus asa. “Tapi aku yakin dia ingin membalas dendam.”
“Dendam? Untuk apa?” tanya Arga, nada skeptisnya terdengar jelas.
Clara mengusap matanya, tapi tidak ada air mata yang keluar. “Aku... aku rasa ini soal dendam yang dulu kita lakukan. Kau tahu, saat aku meminta bantuanmu untuk lepas dari jerat Raka.”
“Jadi kau berpikir dia akan menghabisimu karena masa lalu?” Nayla bertanya, menahan senyum sinis.
Clara menatap Nayla, bibirnya bergetar. “Kau tidak tahu apa-apa. Raka bisa melakukan apa saja.”
“Benar-benar inspiratif,” gumam Nayla pelan, tapi cukup keras untuk didengar Clara.
---
Saat malam semakin larut, Nayla akhirnya mendekati Arga di dapur.
“Kau tidak benar-benar percaya padanya, kan?” tanyanya pelan.
Arga menggeleng. “Tidak. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa dia mengatakan sesuatu yang benar.”
“Baiklah, tapi kalau dia mencoba sesuatu yang aneh, aku tidak akan ragu untuk mengusirnya keluar.”
Arga tersenyum kecil. “Aku tahu kau bisa mengatasinya.”
Nayla mengangguk, tapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa lagi, suara keras dari ruang tamu membuat mereka berdua tersentak.
Ketika mereka kembali ke ruang tamu, Clara tidak ada di sana. Sebuah pesan tertulis di cermin dengan lipstik merah, "Pilihanmu akan menentukan akhir cerita ini."