Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Study Tour part 2
Aira ingin memastikan apa yang dia lihat benar atau salah jika yang berjalan di depannya, yaitu si devil, tapi pintu lift keburu tertutup, akhirnya dia melanjutkan saja naik ke atas kamarnya.
Aira berbaring di atas tempat tidurnya sambil merutuki dirinya yang malah bisa-bisanya terbayang-bayang wajah si devil.
Aira memilih memejamkan kedua matanya sampai akhirnya tidak terasa pagi menjelang.
"Na, bangun! Kamu kalau tidur susah sekali dibangunin." Aira menggoyang-goyangkan badan Niana yang masih asik dengan memeluk gulingnya.
"Lima menit lagi ya, Ai. Aku masih mengantuk ini," ucapnya tanpa membuka mata.
"Kita bisa telat, Na. Kamu mau di tinggal di sini sendirian?"
"Aduh! Kenapa acaranya harus pagi sih? Apa lagi di sini udaranya dingin, cocok sekali buat tidur."
Aira yang baru saja keluar dari kamar mandi terkekeh melihat wajah Niana yang cemberut.
"Memangnya kemarin kamu tidur jam berapa?"
"Jam setengah sebelas malam. Itu saja kalau Mas Arlan tidak menyuruhku tidur aku juga tidak akan tidur. Habisnya! Mas Arlan itu sweet banget kalau sedang merayu seseorang, pantas pacarnya banyak." Niana meringis sendirian.
"Huft! Aku kira kamu di bawah sampai malam, tidak bosan lihat wajahnya si nenek sihir. Aku saja kesal."
Aira bangkit dari tempat duduknya dan merapikan dirinya di cermin.
"Cantik sekali hari ini," puji Niana yang melihat Aira dengan setelah celana jeans dan kemeja lengan panjang berwarna putih dengan motif daun merambat.
Aira melihat dengan mengkerutkan kedua alisnya. "Mau minta apa? Tidak perlu pakai memuji segala, aku, kan, memang cantik dari dulu," Aira menyombongkan dirinya.
Niana terkekeh pelan. "Tau saja. Ai, pinjam kemeja putihnya, aku lupa membawa kemeja putih aku." Niana menunjukkan wajah sedihnya.
"Hem ...! Kebiasaan kamu itu kalau sering lupa. Semoga besok kamu tidak lupa jika sudah punya suami kalau lihat pria ganteng." Aira mengambilkan kemeja miliknya.
"Tentu saja aku tidak akan lupa kalau suami aku mas Arlan yang gantengnya tidak ketulungan."
"Iya, semoga kamu jadi kakak ipar aku. Ini kemejanya! Aku sengaja membawa dua, aku yakin kamu pasti lupa."
Niana berjingkat dari tempat tidurnya dan memeluk Aira dengan cepat. "Kamu memang sahabat terdebest pokoknya."
"Aku itu sebal sebenarnya sama kamu."
"Loh! Sebal kenapa?"
"Gara-gara kemarin kita membahas si devil, kemarin saat mau kembali ke kamar aku tidak tau itu khayalanku atau benar nyata melihat si devil lewat di depan liftku."
"Serius? Itu benar Kak Addrian atau bukan?"
Aira mengangkat bahunya ke atas. "Aku tidak tau, tapi sepertinya itu tidak nyata. Si devil itu tidak mungkin ada di sini."
"Iya juga, Ai. Dia tidak mungkin di sini, tapi kalau di sini seru juga ya. kucing dapat mencium di mana tikus musuhnya berada, atau kalian memang jodoh bisa bertemu secara tidak terduga."
Aira memukul lengan tangan Niana kesal. "Enak saja! Sudahlah! Aku tidak mau membahas soal si devil terus. Aku mau ke lantaj bawah dulu karena aku ada urusan dengan Kak Sasa."
"Iya, nanti aku menyusul kamu."
Aira keluar dari dalam kamarnya dan berjalan menuju liftnya. Dia menunggu beberapa detik sampai akhirnya pintu lift.
Aira agak kaget karena ternyata di dalam lift sudah ada sepasang kekasih yang sedang bermesraan dengan posisi si pria membelakangi Aira.
"Jangan begitu." Wanita yang bersama dengan pria itu mendorong pria itu sampai tubuh pria itu menabrak tubuh Aira.
"Aduh!" Aira mencoba menahan kekesalannya. Saat pintu lift terbuka Aira langsung berjalan keluar, dahal masih kurang beberapa lantai lagi, tapi Aira malas satu lift dengan pasangan itu tadi.
"Aku minta--" Kedua mata pria itu melihat sekilas siapa yang baru saja keluar dari lift. "Aira? Apa itu Aira?"
"Sayang, tidak usa dipedulikan, dia mungkin tidak tau bagaimana rasanya orang yang sedang jatuh cinta." Tangan gadis itu menggelayut pada leher pria di depannya.
Wajah pria itu tampak bingung. Apa dia sedang berhalusinasi melihat wajah gadis yang menjadi musuhnya?
Aira memilih naik lift satunya agar tidak bertemu dengan pasangan yang bagi Aira tidak tau malu.
Di lantai bawah Aira bertemu dengan kakak kelas yang menjadi panitia acara studi tour itu. Aira bicara dengan Kak Sasa dan Kak Danu. Sampai akhirnya Niana turun dan mereka makan bersama di restoran bawah sebelum berangkat ke tempat di mana Aira dan lainnya mengerjakan tugas kuliahnya.
Hari menjelang siang, semua mahasiswa dan mahasiswi kembali ke hotel mereka. Aira menghampiri Niana yang berdiri bersama Kenzo.
"Na, aku ke kamar dulu."
"Kamu tidak makan siang dulu?"
Aira menggeleng. "Nanti saja, aku mau menghubungi Tante Alya-- mamanya Mas Dewa. Aku mau tau keadaan mas Dewa."
"Kamu bisa bicara di sini, kan, Ai?" tanya Kenzo.
"Di sini terlalu berisik, Ken, aku bicara di kamar saja supaya lebih leluasa. Apa lagi di sini ada yang tidak suka aku." Aira melirik pada duo nenek sihir Hany dan Noura.
"Kalau begitu aku temani kamu." Niana dan Aira berjala menuju lift. Mereka melihat pintu lift yang hampir tertutup. "Eh tunggu ... tunggu!" Niana dan Aira segera berlari masuk karena orang yang di dalam lift menahan pintu lift.
Aira dan Niana kaget saat mereka melihat siapa yang ada di dalam lift. Pun orang yang di dalam lift juga kaget melihat siapa yang barusan masuk.
"Kak Adrrian?" Niana melihat pada Aira.
Aira langsung menoleh membelakangi Addrian tidak peduli.
"Kalian di sini?"
"Iya. Kak Addrian kenapa bisa di sini? Apa jangan-jangan Kak Addrian mengikuti Aira ya?" celetuk asal Niana.
"Niana!" seru Aira kaget mendengar ucapan Niana yang asal saja.
"Siapa yang mengikuti Aira? Aku di sini sudah hampir dua minggu karena ada pertandingan basket di sini."
"Ayo, Na, kita sudah sampai!" Aira dengan cepat menarik tangan Niana dan menyeretnya keluar dari dalam lift. Addrian yang ada di sana berdiri terdiam.
"Ai, kamar kita satu lantai lagi, kan?"
"Kita naik anak tangga saja biar sehat," jawab Aira cepat.
Aira akhirnya mengajak Niana naik anak tangga saja karena dia malas lama-lama satu lift dengan Si devil.
Di dalam kamarnya, Addrian tampak mondar mandi gusar, dan yang membuat dia seperti itu siapa lagi kalau bukan sosok gadis yang bertemu dengannya di dalam lift. Gadis yang sengaja dia hindari saat dia mendengar tentang hari pernikahannya.
"Damn! Kenapa aku harus bertemu dengan Aira di sini. Apa yang sedang dia lakukan di sini? Apa dia sedang bulan madu?"
Addrian mengambil minumannya dan menuangkan ke dalam gelas slokinya, kemudian dengan cepat menghabiskannya.