Naya menjadi wisudawan terbaik di hari itu. Tapi siapa sangka, ternyata Papanya sudah menikahkan Dia dengan anak temannya sendiri secara diam-diam tanpa sepengetahuan Naya.
Lantas apakah Naya akan terpaksa melanjutkan rumah tangga barunya atau lari dari kenyataan?
Simak terus updatenya di TERJEBAK PERNIKAHAN RAHASIA DI HARI WISUDA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 Pergi ke Pesta
Malam itu mereka pulang dengan membawa status baru dalam hubungan Mereka. Sebuah persahabatan.
...----------------...
“Kau kenapa masih tetap disitu. ” pesan baru muncul di layar notifikasi hp Alfath.
“Ya kuliah lah. Mau ngapain lagi. ” Naya melihat kebawah sana. Alfath masih bersama dua teman karibnya.
“Katanya cuma nganter Aku...? buruan pergi ke bandara nanti Kamu telat loh kalau masih santai-santai begitu. ”
“Kamu masuk kelas dulu. Aku nggak tenang kalau Kamu disitu. Nanti banyak yang godain. ”
“Kamu pulang dulu aja. Aku curiga kalau Kamu justru lupa dengan waktu saat bersama teman-temanmu itu. ”
“Aman. Mereka pengertian kok. Atau Aku akan mengantarmu masuk sampai Kelas. Hah...? ” ancam Alfath saat Naya masih kekeh dengan pendiriannya. Akhirnya Naya masuk ke dalam kelas. Tak lama kemudian dosen matakuliah pertama masuk ke dalam kelas dan mulai menyapa Mahasiswa-mahasiswanya yang kebanyakan usianya tidak jauh beda sama beliau. Pak Haris, dosen termuda di Kampus ternama itu. Wajah yang rupawan membuat mahasiswa S2 nya meleleh. Tapi tidak dengan Naya.
“Permisi Pak... ” di tengah dosen sedang menjelaskan materi, Alfath masuk kedalam kelas. Naya sangat terkejut dengan kehadiran laki-laki itu.
Bukannya berangkat ke Bandara, malah ikut matakuliah. Gimana sih orang ini.
“Mungkin ada yang punya pendapat lain selain yang telah Saya jabarkan... ? ” Alfath mengangkat tangannya.
“Iya silahkan. Dengan Hakim Al-Fatih...? ”
“Betul Pak. ” Alfath langsung mengutarakan ide-ide yang cemerlang. Mudah saja bagi Dia. Matakuliah seputar perekonomian di dunia. Hingga suara tepuk tangan memenuhi ruang kelas.
“Good job. Luar biasa. Ada lagi...? ” Naya mengangkat tangan. Menjelaskan pendapatnya dengan logis.
“Luar biasa. Saya itu sebenarnya sedikit insecure kalau masuk di kelas ini tuh. ” ucap Pak Haris.
“Emangnya kenapa Pak...? ada yang salah dengan Kami...? ” salah satu mahasiswa penasaran.
“Karena ada mahasiswa-mahasiswa terbaik dari berbagai macam kampus ternama. Seperti Alfatih dan Naya. Saya tau betul Mereka. Mereka ini berasal dari kampus yang sama. Sama-sama cumlaude hanya saja beda Fakultas. ”
“Ooo... ” jawab beberapa mahasiswa hampir bersamaan. Naya menunduk. Alfath biasa saja. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan diantara Mereka berdua. Hanya seperti mahasiswa yang tidak pernah akrab antara satu dengan yang lain.
“Kau kenapa menunduk seperti itu...? ” Pesan baru dari Alfath.
“Malu aja. ”
“Kau kenapa malah ikutan matakuliah ? ”
“ Kau akan terlambat nanti. ”
“Tidak akan... ”
Jam matakuliah selesai sudah. Alfath mengikuti sampai akhir. Seperti biasanya Naya akan menunggu diluar area kampus. Agar tidak ada orang yang melihat mereka.
“Huft... ”
“Sepertinya matakuliah Pak Haris memakan banyak tenagamu... ”
“Memang... Aku jadi malu tadi. Kenapa beliau menyebutkan Kita sebagai mahasiswa terbaik. Kan nggak enak sama teman-teman. ”
“No problem sih. ”
“Kau kenapa tidak jadi berangkat ke Amsterdam...? katanya meetingmu penting. ”
“Aku sengaja menundanya. Karena ingin mengikuti kelas Pak Haris. ”
“Kenapa emangnya...? ”
“Aku sangat tertarik dengan matakuliah yang diampu beliau. Aku juga penasaran bagaimana cara beliau menyampaikan dan membawakan matakuliah itu sehingga beliau bisa menjadi Dosen termuda disini. Padahal usianya baru beberapa tahun diatas Kita. ” suasana dimobil mereka tidak lagi hening. Gara-gara matakuliah Pak Haris, Alfath dan Naya membahas di sepanjang perjalanan.
“Oh iya, nanti malam Aku akan pergi ke pesta ulang tahun temanku. ”
“Yah, Aku akan mengantar kesana. ”
“Nggak perlu. Biar Pak Komar saja yang mengantar. ”
“Pak Komar izin pulang. Istrinya di kampung sakit. ”
“Kalau begitu Herdi saja. ”
“Kau tidak senang jika di antar sahabatmu sendiri ini. ”
“Bukan begitu, nanti kalau orang lain lihat gimana? ”
“Aman... jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja. ”