Amber Kemala, janda yang memiliki trauma atas kegagalan pernikahannya itu bekerja sebagai seorang pelatih tari balet anak-anak. Namun ia mendapatkan tawaran khusus dari seorang duda tampan untuk menjadi pengasuh putri kecilnya, yang tidak lain adalah murid Amber sendiri.
Arion Maverick, duda dengan segudang pesona. Ia melakukan sebuah kesalahan pertama yang membuatnya semakin tergila-gila pada pengasuh sang anak. Laki-laki itu selalu merasakan hasrat yang memuncak dan keinginan yang menggebu-gebu setiap kali bersama Amber.
Sekali saja bibir Arion pernah mengecap hangat tubuh wanita bernama Amber, selamanya laki-laki itu tidak bisa melupakannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Tergoda
Arion tidak terkejut dengan sikap Gritea padanya. Pasalnya, bukan hanya wanita itu saja yang pernah melakukan hal yang sama. Banyak dari para model yang bekerja untuknya melakukan segala cara agar ia mendapatkan bonus tambahan ataupun rencana proyek selanjutnya.
Karena besarnya perusahaan Arion dan kesuksesan brand yang dikembangkan, hampir semua model menginginkan pekerjaan itu.
"Aku milikmu, Mr. Maverick," bisik Gritea di telinga Arion. Wanita itu tersenyum menggoda, menggesekkan buah kembarnya ke pundak Arion.
"Pekerjaan hanya diberikan jika kau bisa memberikan keuntungan pada perusahaan," ucap Arion dengan wajah datar.
"Jika aku tidak bisa memberikan keuntungan pada perusahaan, aku bisa memberikan keuntungan secara pribadi padamu. Bagaimana?" tanya Gritea. Ia pantang menyerah. Uang yang ia hasilkan dari sekali pemotretan brand perusahaan Arion sudah terlihat jelas nominalnya. Tentu saja ia akan melakukan segala cara agar terus bisa dipekerjakan untuk proyek selanjutnya.
Arion menghela napas panjang. Ia menatap Gritea tanpa ekspresi. Wanita seperti ini, hanya akan merusak citra perusahaannya. Sebenarnya, Arion lebih suka mempekerjakan model yang jujur dan bekerja keras dengan usahanya secara murni, bukan dengan menyodorkan tubuhnya pada pemegang kekuasaan.
Gritea mengalungkan tangannya di leher Arion, membuka kedua pahanya lebar dan duduk berhadapan di pangkuan laki-laki itu.
"Kita bisa memulainya dari sini," bisik Gritea.
Arion mendesah, rupanya Gritea lebih berani dari yang ia duga.
"Aku ada banyak pekerjaan. Kau sudah mendapatkan hakmu, sekarang pergilah," usir Arion.
"Kau tidak mau mencobanya, Mr. Maverick?"
Arion tersenyum miring. "Aku bahkan memiliki sesuatu yang lebih darimu," batin laki-laki itu. Membayangkan wajah Amber saja lebih membuatnya sesak. Bahkan Gritea pun tidak mampu membangkitkan gairahnya.
"Pergilah!" ucap Arion sekali lagi.
Dengan wajah kesal sekaligus kecewa, Gritea turun dari pangkuan Arion. Wanita itu memasukkan amplop berisi uang miliknya ke dalam tas dan berjalan meninggalkan ruangan.
Sepeninggal Gritea, Arion melakukan panggilan video pada Aara. Ia sudah merindukan putri kecilnya meski baru beberapa jam tidak bertemu. Karena di hari sabtu dan minggu, Arion lebih sibuk dari hari biasa.
"Hai, Cantik! Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Arion melalui panggilan video.
"Daddy, Aara baru pulang dari rumah balet."
"Hmm, benarkah? Daddy sibuk hari ini, mungkin akan pulang malam."
"Baiklah."
"Bisa berikan ponselnya pada Mama Amber?" pinta Arion.
"Mama Amber sedang mandi, tunggu sebentar, ya."
Arion tersenyum, meletakkan ponselnya di atas meja sambil menunggu Aara menyerahkan ponsel miliknya pada Amber.
Selang beberapa menit, terdengar suara Aara memanggil Amber. Arion langsung melihat layar ponselnya dan berpikir jika Amber sudah siap berbicara dengannya.
Namun sebuah pemandangan tak terduga terlihat, rupanya Amber baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk di tubuhnya. Wanita itu nampak terkejut dan segera merebut ponsel Aara saat ia sadar jika anak itu mengarahkan kamera ponselnya pada Amber.
"Sayang, Mama Amber belum pakai baju, tidak sopan, ya!" Terdengar suara Amber sedang menegur Aara.
"Daddy mau bicara," jawab Aara.
"Iya, tunggu Mama Amber selesai berpakaian, ya?"
"Hmm."
Sekilas, Arion menyaksikan pemandangan itu. Ia pun bisa mendengar dengan jelas percakapan antara Amber dan putrinya.
Kini, pikiran Arion semakin terkontaminasi oleh tubuh indah yang baru saja ia lihat. Laki-laki menjadi tidak sabar dan ingin segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa lekas pulang.
Dengan hal seperti ini saja, Arion sudah dimabuk kepayang. Wajah Amber dan bayangan tentang hangat tubuh wanita itupun terus berputar di kepalanya.
"Ya, Tuan. Ada perlu apa?" tanya Amber. Ia menunjukkan wajahnya di layar ponsel dan Arion senang melihat wanita itu.
"Aku hanya mau mengatakan, jika hari ini aku mungkin akan pulang terlambat. Aku ingin kau menginap dan menemani Aara. Kau bisa tidur bersama Aara, atau aku akan meminta pelayan untuk menyiapkan kamar untukmu," jelas Arion.
"Tidak perlu, aku bisa tidur bersama Aara."
"Baiklah. Tolong pastikan Aara makan dan tidur siang dengan teratur," pesan Arion.
"Hmm." Amber mematikan ponselnya.
Selama hampir satu minggu bekerja sebagai pengasuh Aara, Amber selalu pulang ke rumahnya setiap malam. Aara terbiasa tidur dengan jadwal teratur setiap pukul sembilan malam. Setelah itu, selesai sudah pekerjaan Amber dan ia bisa pulang ke rumahnya. Wanita itu akan kembali ke kediaman Arion setiap pukul enam pagi, sopir selalu siap siaga untuk mengantar dan menjemputnya setiap hari.
...🖤🖤🖤...