Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kepleset lagi
Kirana mendengus kencang mendengar godaan Bastian yang makin menjadi-jadi. Ia menyambar handuknya dengan gerakan cepat, seolah-olah sedang ikut lomba balap karung.
"Mandi bareng gundulmu! Mas mandi sendiri aja sudah bikin polusi mata, apalagi kalau bareng-bareng? Bisa-bisa saya kena serangan jantung mendadak sebelum sarapan!" seru Kirana sambil berjalan sangat hati-hati menuju kamar mandi.
Ia benar-benar memperhatikan setiap langkahnya di atas lantai marmer yang masih sedikit basah sisa air kolam tadi. Jangan sampai terpeleset kayak kemarin. Malu gue anjir, cuma pakai handuk lagi kemarin. Mana harga diri gue sebagai Nyonya Rajendra kalau jatuh gedebuk di depan singa ini dua kali? batinnya waspada.
Bastian yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk kecil, bersandar di pintu walk-in closet sambil memperhatikan gerak-gerik Kirana yang seperti orang sedang melakukan penjinakan bom—sangat pelan dan penuh perhitungan.
"Kenapa jalannya seperti itu, Kirana? Takut lantai atau takut saya?" tanya Bastian dengan nada meremehkan yang khas.
"Takut lantai yang licin kayak mulut Mas itu!" balas Kirana tanpa menoleh. Begitu sampai di depan pintu kamar mandi, ia langsung masuk dan mengunci pintunya dengan bunyi klik yang keras.
Bastian tertawa kecil di luar. "Jangan lama-lama mandinya. Saya tunggu di ruang makan dalam sepuluh menit. Kalau terlambat, saya anggap kamu minta dijemput ke dalam."
"Iya, bawel! Dasar babi otoriter!" teriak Kirana dari dalam, diikuti suara kucuran air shower yang deras.
Di bawah pancuran air, Kirana menyandarkan dahinya ke tembok keramik yang dingin. Pipi dan telinganya masih terasa panas. Bayangan tubuh Bastian yang atletis tadi benar-benar menolak pergi dari ingatannya.
Sementara itu di luar, Bastian sudah rapi mengenakan kemeja biru langit yang lengannya digulung hingga siku. Ia melirik pintu kamar mandi sambil tersenyum tipis. Ternyata, membuat Kirana salah tingkah adalah cara terbaik untuk memulai hari ini. Ia kemudian melangkah keluar kamar, menuju dapur untuk mengecek apakah Mbok Yem sudah sampai.
Kirana bergegas menyelesaikan ritual mandinya. Begitu selesai, ia segera melilit handuknya dengan erat dan membuka pintu kamar mandi, memastikan Bastian sudah tidak ada di sana. "Huh, aman," gumamnya lega. Ia segera mengenakan pakaian santai: celana pendek dan kaus longgar.
Mengingat janjinya pada Bastian untuk sarapan bersama, Kirana melangkah keluar kamar dan menuruni tangga. Ia masih waspada dengan lantai, tetapi sepertinya sudah kering. Ketika kakinya mencapai anak tangga terakhir, pandangannya tertuju pada sepatu Bastian yang rapi di rak, mengisyaratkan suaminya itu benar-benar sudah pergi ke ruang makan.
Namun, saat hendak menjejakkan kaki di lantai bawah, naas, kakinya yang masih sedikit basah dari sisa air kamar mandi terpeleset.
"Aduh, anjir, kepeleset lagi, babi!" umpat Kirana keras, mencoba meraih pegangan tangga tapi gagal.
Dari arah ruang makan, Bastian yang mendengar umpatan keras dan bunyi gedebuk langsung berlari ke sumber suara. Dia mendapati Kirana terduduk di lantai dengan ekspresi kesakitan dan malu luar biasa.
Tanpa banyak kata, Bastian segera menggendong Kirana ala bridal style. Kirana yang kaget hanya bisa melingkarkan tangannya di leher Bastian secara refleks.
"Mbok, sarapannya nanti saya bawa ke kamar saja. Istri saya kepeleset terus, kayaknya pengen di kamar terus," kata Bastian santai, sambil tersenyum tipis ke arah Kirana yang pipinya sudah semerah tomat.
"Siap atuh, Aden!" sahut Mbok Yem dari dapur dengan tawa geli yang tertahan.
Bastian membawa Kirana kembali ke kamar mereka, mengabaikan protes Kirana yang merengek malu. Di dalam kamar, Bastian menurunkan Kirana perlahan di sofa, lalu kembali ke dapur untuk mengambil sarapan mereka, meninggalkan Kirana merutuki nasib sialnya dan senyum penuh arti Bastian. Pagi ini, lagi-lagi ia kalah telak dari singa otoriter itu.
"Turunkan saya, Mas! Saya bisa jalan sendiri!" protes Kirana sambil memukul pelan bahu Bastian saat pria itu meletakkannya dengan hati-hati di atas ranjang.
Bastian tidak langsung menjauh. Ia justru bertumpu pada kedua tangannya di sisi tubuh Kirana, mengurung wanita itu dalam jarak yang sangat dekat. Matanya menyapu penampilan Kirana dari ujung kepala hingga kaki, lalu berhenti cukup lama pada kaki jenjang Kirana yang terekspos karena celana pendek yang ia kenakan.
"Kenapa? Takut saya khilaf?" goda Bastian dengan suara rendah yang membuat bulu kuduk Kirana meremang. "Lagipula, kamu sengaja ya pakai celana pendek begini lagi? Mau menggoda saya?"
Kirana membelalakkan matanya, tangannya refleks menarik ujung kaus longgarnya untuk menutupi paha. "Emm, nggak, Pak! Eh, Mas! Saya kira Mas sudah berangkat atau minimal sudah di ruang makan. Saya cuma cari baju yang nyaman!"
"Nyaman untuk kamu, tapi ujian untuk saya, Kirana," bisik Bastian tepat di telinganya, membuat Kirana semakin salah tingkah.
"Jangan mulai deh! Mana sarapannya? Katanya mau diambilin!" Kirana mencoba mengalihkan pembicaraan, tangannya mendorong dada Bastian agar menjauh. Jantungnya berdegup kencang, takut pria ini benar-benar melakukan apa yang ia katakan tadi di depan Mbok Yem.
Bastian terkekeh geli melihat tingkah Kirana yang salah tingkah. Ia berdiri tegak, merapikan kemejanya yang sedikit kusut akibat menggendong Kirana tadi.
"Baiklah, saya ambil sarapannya. Tapi jangan coba-coba kabur," kata Bastian sambil tersenyum menggoda sebelum melangkah keluar kamar.
"Ya ampun, menyebalkan sekali!" gerutu Kirana sambil melempar bantal ke arah pintu yang sudah tertutup. Ia kemudian menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang, menghela napas. Sepertinya pagi ini akan diisi dengan kerepotan gara-gara terpeleset.
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.