NovelToon NovelToon
Beautifully Painful

Beautifully Painful

Status: tamat
Genre:Tamat / Sudah Terbit
Popularitas:24.6M
Nilai: 5
Nama Author: Sephinasera

SUDAH TERBIT CETAK

Cinta bertepuk sebelah tangan Anja mempertemukannya dengan Cakra, siswa paling berandal di sekolah.

Hati yang terluka bertemu dengan apatis masa depan akhirnya berujung pada satu kesalahan besar.

Namun masalah sesungguhnya bukanlah hamil di usia 18 tahun. Tetapi kenyataan bahwa Cakra adalah anak panglima gerakan separatis bersenjata yang hampir membuat papa Anja terbunuh dalam operasi penumpasan gabungan ABRI/Polri belasan tahun silam.

Beautifully Painful.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Bad Timing

Anja

Hari ini hari libur, tapi entah mengapa ia justru bangun lebih pagi. Mencoba meringkuk kembali di atas tempat tidur namun malah membuat matanya semakin melebar.

Akhirnya memutuskan untuk bangkit, dan langsung menuju walk in closet. Tempat pertama yang selalu ia tuju setiap bangun tidur sejak tiga pekan terakhir.

Ia pun mulai memperhatikan bayangan dirinya yang terpantul melalui cermin dengan seksama. Masih sama seperti hari kemarin. Memperlihatkan seorang gadis pucat, kurus dengan tulang pipi menonjol yang berwajah seperti ingin menangis.

Menyedihkan.

Ia lalu mengangkat baju tidur model babydoll yang sedang dipakai hingga memperlihatkan bagian perutnya. Lalu mengelus dengan perlahan.

Terlihat sedikit lebih besar dibanding hari kemarin enggak sih? batinnya cemas.

Dengan hati berdebar ia pun merubah posisi berdiri menjadi miring ke kanan. Hingga memperlihatkan siluet bentuk tubuhnya dengan sempurna.

Ah, nggak juga, masih rata kok, batinnya sedikit lega. Namun tetap diselimuti banyak kekhawatiran. Sambil berharap semoga dalam waktu dekat kekhawatirannya ini akan hilang selamanya.

Setelah puas memperhatikan keadaan dirinya melalui pantulan cermin, ia pun berjalan menuju ruang makan. Dimana Bi Enok telah menyambut kehadirannya dengan senyum merekah.

"Ini....Nasi Lengko Neng Anja sudah siap," ujar Bi Enok sambil memperlihatkan meja makan yang telah dipenuhi oleh berbagai macam hidangan untuk sarapan. Salah satunya adalah Nasi Lengko requestnya kemarin sore.

Ia tersenyum lebar, "Asyiiiik. Makasih Bi," lalu mendudukkan diri di kursi.

"Bi Enok terlaaaaafff....," pujinya sungguh-sungguh sambil mengacungkan jempol.

"Ah, Eneng....," Bi Enok terkekeh senang sambil mulai menyiapkan piring untuknya.

"Makan yang banyak ya Neng, biar sehat," ujar Bi Enok sambil menambahkan telur rebus yang telah dipotong menjadi dua ke dalam piring Nasi Lengkonya.

Ia tersenyum sambil mengangguk-angguk dengan mulut dipenuhi Nasi Lengko buatan Bi Enok yang endess.

Dalam sekejap mata, ia pun hampir menghabiskan sepiring penuh Nasi Lengko.

Ketika Mang Jaja tiba-tiba masuk ke ruang makan dari arah depan rumah sambil berkata, "Neng Anja, aya (ada) tamu."

"Tamu?" ia mengernyit sambil terus mengunyah Nasi Lengko.

Siapa kira-kira orang yang bertamu di hari minggu sepagi ini ke rumahnya?

Hanum dari hari Sabtu sudah pergi ke Bogor ke rumah neneknya. Bening seperti biasa tiap hari minggu pagi jalan sama Bumi. Ceritanya olah raga ala-ala di Car Free Day. Sementara Dipa, kalau ke rumah pasti langsung masuk ke dalam untuk mencarinya. Tak pernah menunggu di luar.

Jadi siapa?

"Itu tamunya sudah nunggu di ruang tamu, Neng," lanjut Mang Jaja lagi.

Ia pun segera menyuap Nasi Lengko terakhir di piringnya. Kemudian buru-buru meminum segelas air putih hingga tersedak saking terburu-burunya.

"Aduh, ampun!" sungutnya kesal karena kini rasa panas dan pedih tiba-tiba menyerang hidung dengan tanpa ampun akibat tersedak barusan.

Sambil sesekali menyusut hidung ia pun berjalan menuju ke ruang tamu. Dan hampir pingsan demi melihat Cakra telah duduk di ruang tamu rumahnya. Sedang bercakap-cakap sambil sesekali tertawa bersama Mama.

Dengan kaki gemetaran yang seolah tak menjejak lantai, ia pun berusaha keras untuk menutupi kegugupan yang tiba-tiba menyerang. Karena khawatir Cakra sedang mengatakan hal yang coba disembunyikannya rapat-rapat.

Semoga cowok berandal itu masih waras dan otaknya lagi dipakai, hingga tak mengatakan hal-hal aneh apalagi buruk kepada Mama. Sungguh sangat berharap.

Ia sempat terdiam sebentar untuk mengatur napas yang tak beraturan karena terkejut campur kesal. Namun perlahan mulai bisa memberanikan diri untuk berjalan memasuki ruang tamu yang baginya telah berubah menjadi ruang penuh magma panas.

Mengerikan.

"Eh, ini dia anaknya...," seloroh Mama begitu melihat kemunculannya di ruang tamu.

"Kok lama banget sih, Ja?" Mama mengernyit kearahnya. "Ini lho ada teman kamu yang dulu nengok ke rumah sakit," lanjut Mama.

"Iya kan?" sambil menengok kearah Cakra.

Yang tersenyum mengangguk sambil menjawab, "Betul Tante."

Seraya menjalin jari jemari, ia sengaja memilih sofa yang jaraknya terletak paling jauh dari posisi duduk Cakra. Kemudian mendudukkan diri di sana dengan gelisah.

"Rumahnya di mana tadi? Sudah dikasih tahu tapi Tante lupa," tanya Mama sambil tertawa kecil, telah menaruh perhatian penuh kepada Cakra. Jelas mengabaikan dirinya.

Pheww.

"Dekat Pasar Kemiri Tante," jawab Cakra dengan sikap penuh sopan santun.

Cuih!

"Oh, lumayan jauh juga ya dari sekolah. Satu sekolah sama Anja kan?"

"Betul, Tante."

"Ma," ia mengkerut. "Katanya mau olahraga sama Papa?" ia tentu harus secepatnya mengusir berandal ini keluar dari dalam rumah, tapi tentu tidak di hadapan Mama.

"Oh iya, sampai lupa," Mama menepuk dahi sambil terkekeh. "Maklum sudah tua," lanjut Mama lagi sambil terus terkekeh.

"Tuh, Papa udah nungguin lama kali di luar. Mama sih malah duduk disini," ia masih mengkerut sambil berusaha mengabaikan sepasang mata tajam yang kini sedang menatapnya lekat-lekat.

Bersamaan dengan lewatnya Mang Jaja di bawah jendela ruang tamu yang kebetulan terbuka.

"Eh, Ja, Bapak mana?" tanya Mama sambil berdiri agar terlihat oleh Mang Jaja. "Udah nungguin saya ya?"

"Belum Bu," jawab Mang Jaja setengah berteriak. "Bapak masih ngurus tanaman di belakang."

Sungguh jawaban yang tak diinginkannya.

"Oh ya udah," Mama kembali mendudukkan diri di sofa. Membuatnya semakin mengkerut.

"Sudah sarapan belum? Sekalian sarapan di sini ya," tawar Mama kepada Cakra yang membuatnya ingin menjerit marah.

Namun ini tentu tak boleh dilakukan. Karena ia harus terlihat normal dan selow di depan Mama.

"Enggak perlu Ma!" ia berinisiatif untuk menjawab terlebih dahulu. Karena Cakra justru memandang ke arahnya seolah meminta pendapat.

"Dia pasti udah sarapan. Cuma sebentar kok di sini! Nih bentar lagi juga pulang," lanjutnya cepat. Sangat berharap Cakra sadar, bahwa kehadiran Cakra di rumahnya sangat tidak diinginkan.

"Betul, Tante," Cakra ikut menyahut sambil mengangguk sopan. "Terima kasih banyak tawarannya."

"Aduh, Anja, teman baru datang kok malah udah mau pulang," Mama mencibir kearahnya.

For sure Mama?

"Sudah sarapan juga nggak apa-apa, di sini sarapan lagi. Pasti menunya beda. Biar sehat kan," seloroh Mama sambil terkekeh.

Membuatnya memutar bola mata dengan perasaan marah yang semakin naik ke ubun-ubun dan siap meledak kapan saja.

"Eh iya, asalnya dari mana tadi? Lhokseumawe?" Mama kembali bertanya kepada Cakra, yang dijawab dengan anggukan.

"Dulu...awal-awal kami menikah, Papanya Anja sempat ditugaskan sebentar di Lhokseumawe, sebelum pindah ke Padang. Kurang lebih sekitar tahun 80 an," lanjut Mama antusias.

"Kalian berdua belum pada lahir pastinya ya, karena Tante juga waktu itu masih pengantin baru," lanjut Mama sambil kembali terkekeh yang sukses membuat kepalanya semakin berdenyut-denyut tak karuan.

Ini kenapa Mama malah mengajak Cakra ngobrol panjang lebar sih? Pakai cerita perjalanan hidup keluarga lagi. Aduh!

"Dulu kami tinggal di Aspol Dewantara. Masih ada nggak sekarang?"

Cakra tersenyum, "Yang asli Lhokseumawe ibu saya, Tante."

"Kalau ayah dari Idi Rayeuk."

"Tapi kalau saya, hanya numpang lahir. Dari kecil sampai sekarang sudah tinggal di Jakarta. Jadi sama sekali nggak paham daerah-daerah di Aceh."

"Owalah," Mama tertawa. "Jadi anak Jakarta nih ceritanya?"

Cakra dan Mama kemudian tertawa bersama. Membuatnya ingin segera menenggelamkan diri ke dalam lantai ruang tamu.

"Ma, ayo jalan," suara berat yang tiba-tiba mampir di telinganya terdengar begitu merdu bagai dewa penyelamat. Thanks God. Dilihatnya Papa sudah berdiri di ruang tamu, siap dengan setelan olahraga.

Hah, finally.

"Oh, Papa sudah siap ya?" Mama bangkit dari duduk.

"Ayo...ayo," Mama kemudian menghampiri Papa yang kini sedang menggerak-gerakkan tangan mencoba melakukan pemanasan ringan.

"Tante tinggal dulu ya," ujar Mama ke arah Cakra.

Yang berinisiatif untuk berdiri, lalu mengangguk memberi salam pada Papa, "Pagi, Om."

"Siapa?" Papa mengernyit melihat Cakra. "Baru lihat sekarang," lanjut Papa saat menerima uluran tangan dari Cakra.

"Nama saya Cakra, Om," begitu suara Cakra terdengar memperkenalkan diri. Enough.

"Cakra ini teman sekolah Anja," tambah Mama ikut membantu menjawab.

"Oh," Papa mengangguk. Meski masih agak mengernyit seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Let's go?" lanjut Papa sambil mengerling ke arah Mama yang menjawab dengan anggukan setuju.

"Kita jalan dulu ya, Ja," Mama melambai kepada mereka berdua. Kemudian mengikuti langkah Papa yang telah keluar dari ruang tamu.

"Dah Ma," ia pun balas melambai. "Hati-hati di jalan Ma."

Begitu suara Mama dan Papa terdengar semakin menjauh dari ruang tamu, ia pun langsung melotot marah dan membentak Cakra, "Ngapain ke sini?!"

Cakra terlihat mengembuskan napas panjang sebelum berkata dengan memasang wajah menyesal, "Gua minta maaf...."

"Kemarin gua....."

"Gue nggak butuh maaf dari lo!" sahutnya cepat masih dengan nada membentak.

"Gua bener-bener minta maaf, Ja. Kemarin itu...."

"Aduh, udah deh!" ia mengibaskan tangan dengan malas. "Gue nggak mau denger apa-apa dari lo! Mending lo pulang sekarang juga sebelum kesabaran gue habis!"

"Dengar dulu Ja...," suara Cakra terdengar memohon.

Tapi ia tentu tak akan tertipu lagi untuk yang kedua kalinya. Sudah cukup yang kemarin. Ia tak mau berurusan lagi dengan cowok berandal bodoh yang jelas-jelas pengecut ini.

"Pergi!" bentaknya dengan suara tertahan khawatir terdengar oleh Bi Enok atau Mang Jaja.

"Anja, please, dengerin penjelasan gua dulu. Kemarin itu gua ka...."

"Batu banget sik?!" potongnya semakin meradang. "Gue bilang pergi...ya pergi!"

"Anja, gua mau tanggung jawab....."

Ia sempat tertegun mendengar ucapan Cakra, namun sedetik kemudian kembali meledak, "Gue nggak perlu tanggungjawab siapapun! Terutama elo!!"

"Anja, gua sungguh-sungguh....," suara Cakra kali ini tak lagi terdengar memohon. Tapi sangat memohon.

Ah, bullshit! Ia tak mau menjadi keledai. Jatuh di lubang yang sama. No. Never.

"Kita perlu ngobrol banyak soal ini, Ja," lanjut Cakra lagi dengan tatapan penuh permohonan. "Please...."

"Enak aja lo mau bahas hal kayak gini di rumah gue!" salaknya tak terima.

"Jadi lo maunya kita bahas ini di mana?" suara Cakra terdengar mulai terkendali.

Sementara ia hanya bisa mengutuk-ngutuk dalam hati karena kembali terbawa dalam arus permainan si berandal ini. Ia tentu harus memberi pelajaran. Pastinya!

"Nggak di sini!" jawabnya setelah terdiam sesaat.

Cakra mengangguk mengerti, "Oke."

"Gue yang tentuin tempatnya!" ujarnya cepat sebelum Cakra kembali angkat bicara.

Lagi-lagi Cakra mengangguk.

"Sekarang lo pergi! Dan gue nggak mau lihat lo datang ke sini lagi! Ini yang terakhir!" pungkasnya cepat sambil beranjak dari ruang tamu dengan tanpa menoleh lagi.

Ketika tengah buru-buru melangkah menuju kamar, ia berpapasan dengan Bi Enok yang tangan kanannya membawa semangkok penuh mangga yang baru dikupas untuk disimpan di atas meja makan.

"Bi, tolong lihatin tamunya udah pergi atau belum. Kalau udah, jangan lupa tutup pintunya," ujarnya sambil masuk ke dalam kamar kemudian menutup pintunya rapat-rapat.

Namun sekilas telinganya masih sempat mendengar jawaban dari Bi Enok, "Muhun (iya), Neng."

***

Keterangan :

Nasi Lengko. : makanan khas masyarakat Cirebon yang terdiri dari nasi putih, tahu dan tempe goreng dipotong kecil-kecil, mentimun dicacah, tauge direbus, lalu disiram bumbu kacang dan ditaburi bawang goreng

1
Mrs.Kristinasena
gentle banget si Cakra..bertanggung jawab
Mrs.Kristinasena
susah dpt bacaan sebagus ini..saat SDH mencari dan ga ketemu cerita bagus..akhirnya lari kembali ke karya mama Sephinasera..ga ada lawan mah..mskp dah baca ribuan kali..ga bosen..feel-nya sll dapat..ga sekua otor karyanya punya feel..
snowy
sakitnya tuh....dimana ya, dip? wkwkwk
Zulva
Obat Rindu dengan Cakra dan Anja,Mas Tama dan Kak Pocut. Tak kan pernah bosan,dan tk bisa lupa dengan cerita mereka. Makasih mam Sera atas karyanya yg sangat LUAR BIASA BUATKU😘😍. Sambil lagi USAHA BIAR BISA BACA KARYA TERBARUNYA RAKAI DAN PUPUT..
Intan Reni Agustina
🥲
Mrs.Kristinasena
aku baca lagi kak .awal th 2025..kangen banget Ama Cakra Anja..karya kak sephinasera emang ga ada duanya..ngangenin..bahkan tanpa ampun telah menyatu dlm kalbu seolah ini cerita nyata..pdhl hanya karya fiksi..
AuLia PuTri
2025 baca lagi masih saja terharu 🥲🥲
Reni Novitasary
mewek again/Sob/
rian silviani
apakah ada Cakra di real life?
RR.Novia
Abang cakra, aku balik reread lagi 🥹
marianna
kalo udah dapat cerita sebagus ini bakalan susah dpt cerita yang lebih bagus lagi
Pudji Widy
kak sera..ayo balik ke NT lagi..kangen kak baca cerita mu
Teh Neng
2025 baca ulang .. kangen Cakra🤗
Iren Siwi
Luar biasa
Nartyfauzi ruliyadi
tidak bisa move on dr novel Cakra Anjani dn Pocut mas Tama ❤️❤️❤️
Teh Neng
maa syaa Allah baca untuk ke sekian kalinya ini teteh . gagal move on Cakra tuh yaaahhh . Nemu di mana coba Cakra versi nyata☺️
Darmiati Thamrin
😭😭😭😭😭
Athalla✨
kirain Anja mau dilanjuttt bang ehh
Athalla✨
Love you too 🥰😍
udah aku wakilin tuh Ja 🤭🤭
Athalla✨
runtuh sudah pertahanan diri Abang 😁😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!