#Yang mau promosi di lapak saya silahkan#
Seri kedua dari novel.
"Istri simpanan Presdir"
Anggia Seorang Dokter cantik terpaksa menikah dengan anak majikan Ibunya karena balas budi.
"Beri aku satu kesempatan Mas. Aku ingin menikah hanya satu kali dalam hidup ku. Dan aku tidak ingin mempermainkan pernikahan"
Anggia Tiffani~
"Tapi kau bukan selera ku. Aku tidak sudi beristri anak pembantu. Dan pernikahan ini hanya karena kau balas budi pada Ayah ku. Itu saja dan kau tidak perlu mencampuri urusan ku"
Brian Wiratwan~
Tidak ada cinta di atara keduanya. Anggia yang terpaksa menikah dengan Brian hanya karena balas budi dan sekaligus syarat untuk Pasha mau membiayai pengobatan Ayahnya.
Dan hal yang paling membuat Anggia menderita adalah. Dirinya setiap hari menyaksikan suaminya bercumbu mesra dengan wanita yang ia bawa ke tempat tinggal mereka.
Sakit bukan?.
Anggia seorang istri tapi masih suci!.
Namun karena suatu insiden yang membuat nya tidak bisa menolak hasrat yang di tawarkan kenikmatan dunia sesaat. Sehingga membuatnya melupakan tabiatnya sebagai seorang wanita bersuami. Dan hubungan terlarang itu terjadi hingga ia mengandung anak dari pria lain. Di saat ia masih berstatus istri Brian Wiratwan.
Lalu apakah yang akan terjadi setelah Suaminya tau dengan kehamilan Anggia?
Sementara ia tidak pernah menyentuh istrinya selama hampir dua tahun menikah.
---
21+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IPAK MUNTHE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
Tiga hari sudah Anggia menghilang dan tak tau dimana keberadaannya. Dan selama tiga hari itu pulu Brian selalu uring-uringan. Brian kini membali kerumah Pasha, ia menuduh Pasha yang menyembunyikan Anggia. Pasha diam ia duduk di sofa sesekali menertawakan anak kesayangannya itu. Menertawakan kebodohan sudah menyia-nyiakan seorang wanita yang berhati tulus.
"Kenapa menyesal?" tanya Pasha tersenyum sinis.
"Yah. Di mana Anggia. Brian yakin ayah tau di mana Anggia?" Brian yakin Pasha pasti tau di mana keberadaan Anggia. Karena Pasha tidak mungkin setenang ini saat tau Anggia menghilang, Brian sangat tau seperti apa Pasha, pria berumur itu sangat menyayanggi Anggia.
"Ayah tidak tau," Pasha sebenarnya tau dimana keberadaan Anggia, dari hasil penyelidikan orang suruhannya. Pasha jelas tau kemana Anggia pergi, sebab Pasha sangat mengenal Anggia, Anggia memilik satu sahabat Veli. Dan sedari dulu jika Anggia ada masalah selalu mencari Veli. Dan bertapa Pasha merutuki kebodohan sang anak yang tidak tau tetang istrinya.
"Ayolah yah. Jangan terus menutupinya. Brian mohon yah," Brian terus memohon pada Pasha berharap Pasha akan memberitahu di mana Anggia.
"Kamu lucu ya. Bukankah ini yang kamu inginkan," ujar Pasha mengejek sang anak.
"Ck," Brian menarik rambutnya dengan kuat, ia tidak sanggup dengan kepergian Anggia. Kini hanya penyesalan yang di rasakan Brian, kebiasaannya menyantap masakan Anggia, di tambah lagi setiap hari ia melihat wajah Anggia, walau pun ia sangat membenci Anggia. Namun siapa sangka benci itu ternyata berubah menjadi rindu. Rindu ingin bertemu mungkin juga berubah menjadi cinta.
Pasha dapat melihat bertapa frustasinya Brian. Pasha juga ingin Brian mencintai Anggia, Pasha tau seperti apa rumah tangga yang di jalani Anggia dan Brian selama ini. Ia diam bukan berarti ia tega pada Anggia, namun karena ia ingin melihat sejauh mana ketulusan hati seorang anak pembantu yang ia anggap anak kandungnya sendiri. Pasha hanya ingin Anggia menjadi bagian dari keluarganya, bagaimana pun caranya, ia tidak perduli dengan keegoisannya itu. Yang ia tau Anggia adalah orang yang paling pantas bersanding dengan putra tungalnya.
"Kamu ceraikan saja dia," Pasha ingin terus mengorek sejauh mana kini perasaan Brian terhadap Anggia. Bila Pasha sudah yakin dengan Brian mencintai Anggia, maka dengan senang hati Pasha yang akan menjemput Anggia untuk Brian.
"Apa? cerai?" Brian menggelengkan kepalanya mendengar ucapan konyol sang ayah.
"Hahaha...kenapa?" Pasha terus terkekeh mendengar jawaban sang anak.
"Yah Brian mohon kasih tau di mana Anggia, Brian janji Brian nggak akan kasar lagi dengan dia. Brian janji akan berubah Yah, Brian mohon," Brian terus memohon berharap sang ayah akan melunak dan memberitahu di mana istrinya.
Sejenak Pasha diam, ia berpikir dan menimbang-nimbang permintaan sang anak. Pasha yakin kalau Brian sudah mencintai Anggia, kalau dulu mungkin Brian akan bersorak kegirangan mengerahui kepergian Anggia. Di tambah lagi dengan Pasha yang meminta menceraikan Anggia, pasti dengan segera ia lakukan.
Namun benar kata pepatah. Lain lubuk lain ikan, lain dulu, lain sekarang. Ya boleh dikatakan juga Brian ibarat senjata makan tuan. Ia menjilat ludah yang sudah ia buang, sungguh menjijikan.
"Baiklah. Asal kamu berjanji mau membahagiakannya," ujar Pasha dengan bahagia. Ia yakin dengan Brian saat ini tidak main-main.
Seketika wajah Brian mulai berbinar setelah memdengar apa yan di ucapkan sang ayah, benar sesuai dugaan Pasha memang mengetahi di mana Anggia.
"Dimana dia yah?" dengan tidak sabar Brian terus bertanya.
"Ikut ayah."
***
"Vel, kamu nggak dinas?" tanya Anggia.
Kini keduanya hanya duduk lesehan di karpet bulu sambil menonton televisi.
"Nggak Ngi, aku lagi galau berat ni."
"Udah lah iklasin aja," Anggia berusaha menghibur sahabatnya itu yang sedang patah hati, karena sang kekasih menikahi gadis lain.
TING TONG!
Terdengar ada seseorang memencet bell.
"Paling Akram, Lu yang buka dong Ngi. gue males ketemu," ujar Veli.
Anggia bergegas bangun dan membuka pintu, Anggia juga yakin itu adalah Akram kekasih Veli.
CLEKK!
Anggia membuka pintu, Anggia melihat mertua dan suaminya ada di sana, tubuh Anggia bergetar, air matanya kembali mengalir begitu saja.
Sementara Veli yang melihat Anggia hanya mematung juga ikut penasaran, Veli mendekati Anggia. "Anggi kenapa diam a....." ucapan Veli hilang tiba-tiba saat melihat siapa yang bertamu ke apartemennya malam hari begini.
"Ngapain lo kesini?" ketus Veli pada Brian.
Anggia berlari masuk tak ingin bertemu dengan Brian, namun Brian dengan cepat masuk di ikuti dengan Pasha.
"Anggi," dengan cepat Brian menarik lengan Anggia agar wanita itu tidak lagi berlari sembunyi darinya.
"Ck," Anggia mencoba menepias tangan Brian yang memegangnya. Namun Brian tidak mau melespasnya.
"Anggia berbicara lah sebentar demi ayah," terdengar suara Pasha yang begitu penuh kelembutan, Pasha menarik tubuh Anggia dan memeluk Anggia. Begitu juga dengan Anggia. Anggia terisak dalam pelukan sang mertua yang sudah di anggap ayahnya sendiri.
"Kita duduk ya," Pasha menuntun Anggia duduk di sofa, Brian juga ikut mendekati Anggia. Sementara Veli berdiri di samping sofa yang di duduki sahabatnya itu. Menyaksikan apa yang akan terjadi.
Brian berjalan mendekati Anggia, dengan wajah yang di penuhi dengan kesedihan, "Anggia kita pulang ya," pinta Brian dengan suara yang bergetar.
"Pulang kemana? Aku tidak punya siapa-siapa," jawab Anggia dengan sinis, bahkan Anggia melempar pandangannya.
"Anggia mas mohon," Brian terus memohon pada Anggia. Namun sepertinya hati wanita itu sudah tertutup rapi untuk Brian.
"Aku tidak bisa," ketus Anggia.
Tiba-tiba dari kejauhan terlihat seorang wanita paruhbaya juga melangkah masuk. Ya Sindi. Wanita itu ikut menyusul sang suami dan anak saat Pasha mengatakan ingin menjemput Anggia. Sindi tidak sanggup melihat anaknya yang selalu bersedih, ia pun ingin meminta maaf pada Anggia dan memohon agar Anggia mau memaafkannya.
"Anggia," Sindi langsung saja menghambur ke pelukan Anggia, Anggia sungguh shock melihat itu semua, hal itu sungguh di luar dugaan Anggia. Sindi datang menemunya? itu mustahil. Namun itulah faktanya.
"I-ibu," Anggia mendadak gagu melihat siapa yang memeluknya.
"Maaf hiks hiks hiks," Sindi terus menangis di pelukan Anggia, terlihat penyesalan yang begitu dalam di mata wanita itu.
"Anggia ibu mohon, kamu pulang kerumah ibu ya. Kita semua tinggal di rumah ibu dan ayah," Sindi mengelus rambut Anggia. Membersihkan peluh yang terlihat di sudut wajah menantunya itu. Sindi tidak ingin Anggia pergi ia takut Brian bisa gila bila di tinggal Anggia. Terlihat jelas beberapa hari Anggia pergi, Brian sudah seperti orang yang tak bernyawa lagi.
"Anggia mas mohon," Brian tertunduk di hadapan Anggia dan terus memohon.