Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Farhan yang pusing dan Pak Bondan yang nekad
Farhan terduduk dengan tubuh lemas. Hasrat yang tadinya begitu menggebu layu seketika. Perkataan Vita seakan telah meruntuhkan gairahnya.
"Bagaimana mungkin ini terjadi? Bukankah selama ini aku selalu memakai pengaman?" gumam Farhan sambil menggelengkan kepala.
"Apa kamu masih tidak percaya bahwa ini anakmu, Mas? Buktinya sekarang ini kamu tidak memakai pengaman, kan?" Vita mengemukakan pendapatnya.
Farhan seolah tersadar akan kecerobohannya. Dia menatap dirinya yang masih dalam keadaan polos, lalu beralih pada Vita teman kencannya. Dari beberapa wanita yang dikencaninya, memang hanya Vita lah yang masih perawan saat pertama kali mereka melakukannya.
Farhan merasa terjebak dalam situasi yang tidak dia inginkan. "Padahal aku hanya main-main dengannya, tapi kenapa malah jadi begini?"
"Aku bahkan tidak pernah membayangkan akan menjadi suami dan ayah secepat ini," batin Farhan. Dia belum siap untuk menjadi seorang ayah.
Di sisi lain, tampaknya Vita telah menerima kenyataan tersebut dan siap untuk menghadapi konsekuensinya. Melihat Farhan yang seperti itu, diapun merasa bersalah dan tidak ingin membebani Farhan.
"Kalau memang Mas Farhan tidak mau bertanggung jawab, aku tidak apa-apa. Tapi aku akan mengatakan padanya suatu saat nanti bahwa ayahnya sudah mati," katanya seraya memalingkan muka.
Vita memungut pakaiannya yang berserakan di lantai lantas memakainya. Setelah itu ia pun keluar dari kamar dan pergi meninggalkan Farhan yang masih duduk di tempat tidur dengan wajah pucat dan tatapan mata yang kosong.
Farhan merasa seperti telah dipukul telak oleh kata-kata Vita yang pedas dan menyakitkan. Farhan berusaha untuk bangkit dan mengikuti Vita, tetapi kakinya terasa berat seolah tidak bisa bergerak.
Akhirnya dia hanya bisa duduk termenung, tak tahu harus berbuat apa. "Aku harus bagaimana sekarang?"
Entah Farhan akan bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukannya atau malah berusaha lari dari kenyataan. Hanya dia yang tahu.
*
Di rumah Pak Bondan, sore itu tampak sepi. Rinjani yang baru saja bangun dari tidur siangnya langsung keluar kamar, tetapi tak mendapati siapapun di rumah.
"Kenapa rumah sepi sekali? Pergi ke mana Bapak dan Ibu?" gumamnya pada diri sendiri.
Rinjani pergi ke dapur lalu membuka tudung saji dan melihat masakan ibunya masih utuh belum tersentuh. Ia memegangi perutnya yang terasa lapar, lantas mengambil piring kemudian mengisinya dengan nasi serta lauk pauk.
Baru separuh Rinjani makan, kedua orangtuanya datang dan berisik seperti membahas sesuatu.
"Pokoknya mah, bapak harus ikut investasi itu, Bu. Hasilnya kan, nggak kaleng-kaleng," ucap Pak Bondan penuh semangat.
"Kita juga akan mendapatkan keuntungan berlipat-lipat jika yang kita investasikan lebih banyak. Ibu dengar sendiri tadi kan, apa yang dikatakan orang itu di rumah Pak Muktar," lanjutnya menambahkan dengan sangat antusias.
"Iya, tapi Bapak mau pakai apa ikut investasi itu? Kita kan, nggak punya uang sebanyak itu," tukas Bu Rukmini.
"Gampang soal itu, Bu. Bapak akan menjual beberapa petak sawah kita," jawab Pak Bondan enteng.
"Tapi, Pak. Bagaimana jika ini hanya penipuan yang berkedok investasi tapi ternyata bodong," sahut Bu Rukmini dengan ragu-ragu.
"Ahhh... Ibu ini bagaimana, sih! Bukannya mendukung malah seakan menghalangi niat bapak," sambar Pak Bondan dengan cepat.
"Bapak kan, sudah menjelaskan bahwa investasi ini sangat menguntungkan, tapi Ibu tidak percaya. Apakah Ibu pikir bapak sebodoh itu?" Pak Bondan memandang istrinya dengan raut wajah yang tampak kesal.
Bu Rukmini merasa bersalah dan mencoba untuk memperbaiki kesalahannya. "Maaf, Pak. Ibu hanya khawatir kita tertipu. Ibu tidak ingin kita rugi," katanya dengan suara yang lembut.
"Benar, Pak. Kita jangan percaya begitu saja dengan mulut manis orang-orang yang tidak kita kenal," timpal Rinjani yang keluar dari dapur. Ia yang sejak tadi mendengar perbincangan kedua orangtuanya merasa perlu menyampaikan pendapatnya
"Mungkin kita harus lebih berhati-hati dan melakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum membuat keputusan," lanjutnya menambahkan.
"Nah, benar kata Jani, Pak. Mungkin lebih baik kita mengikuti sarannya agar kita tidak tertipu nantinya," saran Bu Rukmini dengan suaranya yang masih lembut, tetapi penuh kekhawatiran.
Pak Bondan terdiam sambil mengelus janggutnya seakan sedang berpikir. Namun, pria setengah baya itu tetap kukuh pada pendiriannya.
"Keputusan bapak sudah bulat. Bapak akan tetap ikut investasi itu, dengan atau tanpa persetujuan kalian!" Selesai berkata Pak Bondan langsung masuk ke dalam kamarnya.
Sedangkan Bu Rukmini dan Rinjani hanya bisa saling pandang dengan wajah pasrah sambil menghela napas panjang dan berat.
*
Malam harinya, Pak Bondan keluar dari kamarnya dengan membawa sesuatu di tangannya yang terbungkus plastik kresek hitam.
Bu Rukmini dan Rinjani yang sedang menonton sinetron televisi di ruang tengah pun, mengalihkan perhatian dengan terheran-heran disertai dahi berkerut.
"Pak, Bapak mau ke mana malam-malam begini? Dan apa yang Bapak bawa itu, Pak!" tanya Bu Rukmini, tetapi Pak Bondan tak menggubrisnya dan langsung menggeber sepeda motornya meninggalkan rumah.
Di sinilah sekarang Pak Bondan berada. Pria paruh baya itu mengetuk pintu rumah seseorang yang dulu pernah membeli sawahnya pada saat butuh uang untuk mendanai perceraian Rinjani.
Tok
Tok
Tok
Lalu pintu terbuka dan keluarlah seorang pria yang kira-kira seusia dengan Pak Bondan dengan wajah penuh tanya.
"Loh, Kang Bondan. Tumben ini malam-malam datang kemari, ada apa to, Kang?" tanya orang tersebut.
Pak Bondan pun mengutarakan maksud kedatangannya tanpa basa-basi. "Begini, Jo. Aku berniat menjual sawahku lagi. Apa kamu berminat membelinya?"
"Kalau boleh tahu untuk apa to, Kang?" tanya Pak Bejo.
"Aku tertarik ikut investasi yang tadi diadakan di rumah Pak Muktar itu, Jo," jawab Pak Bondan berterus terang.
"Apa tidak takut itu hanya penipuan to, Kang?" tukas Pak Bejo.
"Loh, penipuan piye to, Jo. Wong jelas tadi itu orangnya berbicara begitu menyakinkan, terus ada kantornya juga megah. Bahkan kalau aku bisa merekrut orang nih, nanti aku bakalan mendapat komisi, Jo." Pak Bondan menjelaskan dengan antusias.
"Yo wes, nanti aku bilang sama ponakanku. Siapa tahu dia bertarik membelinya," sahut Pak Bejo.
"Tolong usahakan ya, Jo. Ini sertifikatnya, di situ sudah tertulis luas lahannya," ucap Bondan seraya menunjukkan sertifikat yang dibawanya.
"Akan aku usahakan ya, Kang. Semoga dia berminat," kata Pak Bejo.
Pak Bondan pun akhirnya pulang ke rumahnya. Perasaan begitu membuncah penuh dengan harapan.
*
Kira-kira ponakannya Pak Bejo bersedia gak, ya?
Silakan komen, tidak dilarang. 🤗
. bangau yg terbang tinggi aja berakhir jadi kecap kok🤧🤧
yg ketutup kabut mata siapa?
coba pikir dengan benar!!!
Pak Bondan sini aku bisiki tapi jangan kaget....itu sawah nya Reza mantan menantu mu