Setelah tau jika dia bukan putri kandung Varen Andreas, Lea Amara tidak merasa kecewa maupun sedih. Akan tetapi sebaliknya, dia justru bahagia karena dengan begitu tidak ada penghalang untuk dia bisa memilikinya lebih dari sekedar seorang ayah.
Perasaannya mungkin dianggap tak wajar karena mencintai sosok pria yang telah merawatnya dari bayi, dan membesarkan nya dengan segenap kasih sayang. Tapi itu lah kenyataan yang tak bisa dielak. Dia mencintainya tanpa syarat, tanpa mengenal usia, waktu, maupun statusnya sebagai seorang anak.
Mampukah Lea menaklukan hati Varen Andreas yang membeku dan menolak keras cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MCD 32
"Paman Rey...." Carla spontan berdiri begitu melihat kedatangan dari adik sepupu ibu kandungnya yang cukup jarang ditemuinya itu.
Bibir Clara tersenyum merekah dan mata berbinar cerah. Wajahnya menggambarkan seakan gadis itu sangat senang melihat kedatangan lelaki yang awalnya diragukan kedatangannya. Sebab sebelumnya, Rey sempat berkata tak bisa menjanjikan apa apa pada Clara.
Rey mendekati Clara dengan wajah datar nyaris tanpa senyuman. Anak itu selalu melibatkan dirinya dalam setiap masalahnya.
Ini untuk kesekian kalinya Clara memanggil Rey. Padahal Clara memiliki seorang ayah yang kaya, dan kini ibunya pun sedang ada di negara ini. Tapi kenapa harus dia yang dilibatkan ke dalam masalahnya.
Rey sebenarnya tak mempermasalahkan jika Clara meminta bantuan padanya. Sebab sebagai seorang saudara meski saudara jauh tentu dia akan membantu semampunya.
Hanya saja Rey kecewa. Rey kecewa karena sikap Clara sendiri. Gadis itu hanya akan menghubungi Rey ketika ada maunya saja. Jika tidak jangankan menelpon mengingatnya saja sepertinya tidak.
"Syukurlah paman akhirnya datang juga." Clara kemudian menghambur ke pelukan Rey. Rey hanya diam dengan kedua tanga tetap berada pada posisinya.
Clara mendongak karena Rey cukup tinggi, kemudian berkata dengan nada manja." Terima kasih ya paman. Paman Rey memang pahlawanku."
"Hem." Anggukan kecil Rey tanpa ekspresi sembari mendorong pelan kedua bahu Carla. Meski Carla keponakan nya tapi entah mengapa rasanya risih jika gadis itu bersikap berlebihan padanya.
Meski sikap Rey terkadang dingin pada Clara, tapi setidaknya dia lebih baik dari pada orang tua kandung terutama ayah Clara. Selain bersikap dingin, ayahnya kerap kali bersikap kasar padanya. Bahkan ayahnya tak segan-segan menampar ketika Clara dianggap bersalah saat bertengkar dengan istri atau anak dari istrinya yang baru.
Oleh sebab itu, Carla lebih senang hidup bebas di luar dengan gaya hidup yang glamor. Dia bahkan tinggal di sebuah apartemen mewah sendirian tanpa diketahui keluarganya.
Apa yang Clara miliki tentu bukan dari pemberian ayah atau ibunya melainkan dari hasil menjadi simpanan pria-pria tua dari kalangan atas. Sudah tiga tahun Clara menekuni bidang ini tanpa satupun ada yang tau termasuk kedua temannya dan juga Rey.
"Apa lagi masalah mu, Clara? kenapa kamu selalu bermasalah? baru dua minggu yang lalu kamu meminta paman untuk menyelesaikan masalah mu. Dan sekarang kamu membuat masalah lagi."
Clara menunduk dengan raut wajah sedih. Bukan beneran sedih, hanya pura-pura sedih saja. Supaya Rey iba padanya dan tak mengomeli dirinya.
Melihat Clara mengelap air mata nya yang sedikit keluar, Rey yang sebenarnya memiliki hati yang lembut menghela nafas pelan. Dia jadi merasa tak tega pada keponakan nya ini.
"Maaf. Bukan maksud paman marah padamu. Paman hanya tidak mengerti saja kenapa kamu sering banget dirundung permasalahan yang tidak ada habisnya. Sekarang kamu katakan pada paman apa lagi masalahmu?" Rey lebih melembutkan suaranya agar Clara tak lagi merasa tersinggung.
"Aku minta maaf karena sudah membuat paman repot lagi. Soalnya aku tidak tau harus meminta tolong pada siapa lagi kalau bukan pada paman. Papa bahkan tidak peduli lagi padaku. Tapi paman. Kali ini bukan aku yang salah melainkan jalang itu."
Mata Rey menyipit." Ja lang ? apa maksud mu?"
"Iya. Ini semua karena si ja lang itu. Gara-gara dia aku jadi ikut dihukum."
"Memangnya siapa ja lang yang kamu maksud itu? dan apa masalahnya?" Pertanyaan Rey bersamaan dengan datangnya Lea yang baru kembali dari ijin ke toilet.
"Nah, itu. Itu dia si ja lang yang mencoba menganiaya aku."
Rey mengikuti arah yang ditunjuk Clara. Mata Rey sontak membelalak lebar. Di ambang pintu dia melihat wajah seorang gadis yang tak lagi asing." Nona Lea !!!!"
Nona Lea!
Carla terbengong sesaat begitu mendengar ucapan Rey yang terdiri dari dua kata itu." Paman mengenal ja lang itu?"
Rey tak menjawab pertanyaan Clara. Sorot matanya tetap tertuju pada Lea yang kini hanya diam mematung seraya mengernyitkan keningnya. Tampaknya Lea juga sama terkejutnya dengannya.
"Kamu......" Telunjuk Lea mengarah pada Rey, kemudian berjalan mendekat." Kenapa kamu bisa ada disini?" Lalu, sorot mata Lea beralih pada Clara yang berdiri di samping Rey, dan kembali lagi pada Rey. Katanya." Jangan bilang kalau kamu itu_"
Krek
Kedatangan sang dekan memotong pemikiran Lea. Ketiga orang itu menoleh serempak ke arah datangnya pria baya berkaca mata.
Pria itu tersenyum dan bertanya."Jadi keluarga dari pihak nona Clara sudah datang?"
Lea langsung menyorot pada Rey.
'Keluarga?'
Sebelum menjawab pertanyaan pria berkaca mata itu, Rey memberikan senyuman tipis pada Lea. Kemudian, dia mengalihkan tatapan nya pada dekan." Betul, pak. Saya paman dari Clara."
Lea hampir tersendat air liurnya mendengar pengakuan Rey. 'jadi Rey ini paman nya Clara. Kok bisa?.'
"Heh, kenapa kamu lihatin paman ku terus. Jangan bilang kamu naksir ya. Asal kamu tau saja mana mungkin pamanku mau sama kamu karena kamu itu bukan level paman ku."
Rey langsung menyenggol lengan Clara, agar tak lagi berkata angkuh dan membuatnya malu pada Lea.
Lea tersenyum miring dan dia menimpali tuduhan Clara. Katanya," percaya diri banget kamu. Siapa juga yang naksir sama paman mu yang jelek ini. Aku juga bakal mikir dua kali kalau dia nembak aku. Aku hanya heran saja kok bisa dia jadi paman mu?"
Rey meneguk ludahnya kasar. Belum juga dia mengutarakan isi hatinya, Lea sudah menolaknya lebih dulu. Dan lebih parahnya lagi Lea mengatai dirinya jelek. Apa wajahnya ini sejelek itu di mata gadis yang disukainya diam-diam?
Clara melotot marah, tak terima pamannya dikatain jelek.
"Enak saja ngatain paman ku jelek. Kamu tuh ngaca dong. Sudah kampungan sok cantik_"
"Bisa diam tidak??" Suara berat dan terdengar keras itu membuat suasana ruangan mendadak hening.
Ting
Dengan malas Varen melirik pada ponselnya yang dia letakkan di meja kerjanya ketika notifikasi pesan masuk. Matanya memicing begitu nama Rey tertera di sana.
Meski mood nya sedang tak baik-baik saja, Varen tetap meraih benda pipih tersebut.
'Ada kabar apa dari Rey.'
Kening Varen mengkerut setelah membuka isi pesan itu. Sebuah foto Lea yang tengah duduk menunduk di sertai caption yang cukup panjang.
"Saya tidak menyangka akan bertemu dengan nona Lea di kampus yang sama dengan keponakan saya. Dan lebih membuat saya terkejut, ternyata putri tuan terlibat perkelahian dengan keponakan saya. Lihat lah penampilan nona Lea sangat berantakan sekali. Tapi yang ingin saya tanyakan pada Tuan, kenapa Tuan tidak datang ke kampus? padahal pihak kampus meminta orang tua masing-masing untuk datang dan membahas masalah ini."
Varen : ( "......" )
Chat dari Rey tentu membuat Varen terkejut tapi tak bisa berkata apa-apa. Yang Varen tak mengerti kenapa Lea tak memberi kabar jika dirinya sedang dalam masalah.
Tanpa pikir panjang, Varen bergegas pergi ke kampus Lea.
njamur gue thor nunggunya...😩😩