NovelToon NovelToon
Bukan Sistem Biasa

Bukan Sistem Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Kultivasi Modern / Dikelilingi wanita cantik / Bercocok tanam / Sistem
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Sarif Hidayat

Beberapa bulan setelah ditinggalkan kedua orang tuanya, Rama harus menopang hidup di atas gubuk reot warisan, sambil terus dihantui utang yang ditinggalkan. Ia seorang yatim piatu yang bekerja keras, tetapi itu tidak berarti apa-apa bagi dunia yang kejam.
​Puncaknya datang saat Kohar, rentenir paling bengis di kampung, menagih utang dengan bunga mencekik. Dalam satu malam yang brutal, Rama kehilangan segalanya: rumahnya dibakar, tanah peninggalan orang tuanya direbut, dan pengkhianatan dingin Pamannya sendiri menjadi pukulan terakhir.
​Rama bukan hanya dipukuli hingga berdarah. Ia dihancurkan hingga ke titik terendah. Kehampaan dan dendam membakar jiwanya. Ia memutuskan untuk menyerah pada hidup.
​Namun, tepat di ambang keputusasaan, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
​[PEMBERITAHUAN BUKAN SISTEM BIASA AKTIF UNTUK MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA TUAN YANG SEDANG PUTUS ASA!
APAKAH ANDA INGIN MENERIMANYA? YA, ATAU TIDAK.
​Suara mekanis itu menawarkan kesepakatan mutlak: kekuatan, uang,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 Pulang

Rama dan Bela berjalan keluar dari pusat perbelanjaan, membawa kantong belanjaan berisi pakaian baru Bela. Udara sore terasa lebih segar, dan senyum puas tak lepas dari wajah Bela.

​"Terima kasih sekali lagi, Kak Rama," kata Bela tulus, memeluk kantong belanjaannya erat-erat. "Aku-aku, pasti akan memakai semuanya setiap hari !"

Rama tersenyum sekilas menatap gadis itu, meski bela bukan adik kandungnya.. Tetapi ia benar-benar sudah menganggap gadis itu sebagai adiknya sendiri, dan tentu saja ia takan melupakan pak suhardi dsn bu maya yang telah memberinya tempat tinggal juga merawatnya begitu baik seperti anak mereka sendiri.

​"Sama-sama, Bela," jawab Rama, matanya beralih menatap tajam ke arah sebuah toko besar dengan neon terang bertuliskan "Mega Gadget". "Tapi belanja kita belum selesai."

​Bela mengerutkan kening. "Belum selesai? Tapi aku rasa aku tidak butuh apa-apa lagi, Kak."

​Rama hanya tersenyum misterius. "Ada satu hal penting yang kamu lupakan." Ia berjalan lurus menuju pintu masuk toko ponsel modern itu.

​"Tunggu, Kak Rama! Kenapa kita ke sini?" tanya Bela, setengah berlari menyusul. Ia melihat etalase yang memamerkan ponsel-ponsel berkilau keluaran terbaru. Jantungnya berdebar, tetapi ia segera menepis harapan. Mustahil, pikirnya. Ponsel Android yang bagus harganya bisa mencapai jutaan.

​"Kita perlu upgrade alat komunikasi," jawab Rama singkat sambil mendorong pintu kaca toko.

​Di dalam, suasana ramai dengan pembeli yang sibuk mencoba berbagai gawai. Seorang pramuniaga muda segera mendekati mereka.

​"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

​Rama mengangguk, lalu menoleh pada Bela. "Bela, Kakak ingin membelikanmu ponsel baru. Pilih yang kamu suka."

​"Hah?!" Mata Bela terbelalak. Ia memegangi tangan Rama. "Tidak, Kak! Aku tidak perlu! Ponselku yang lama... yang tombolnya sedikit macet, itu masih bisa dipakai untuk telepon dan SMS. Jangan buang-buang uang, Kak. Ponsel di sini pasti mahal sekali!"

​Rama menatap adiknya lembut namun tegas, sama seperti di toko pakaian tadi. "Dengarkan, Bela. Kakak tidak mau kamu punya masalah komunikasi. Kita butuh ponsel yang bagus. Yang bisa kamu pakai untuk belajar dan juga menghubungi Kakak dengan mudah nantinya." Ia meraih tangan Bela dan meletakkannya di atas sebuah ponsel yang terpajang di etalase, model terbaru yang ramping dan elegan.

​"Pilih saja. Harga bukan masalah," kata Rama, nadanya mengandung otoritas yang tidak bisa dibantah.

​Keberanian dan ketenangan Rama kembali melenyapkan keraguan Bela. Air muka Bela berubah dari panik menjadi takjub, lalu perlahan memancarkan binar kegembiraan yang tak bisa ia sembunyikan.

​"B-baiklah, Kak..." ucap Bela, suaranya pelan. Ia menunjuk ponsel yang ada di tangannya. "Kalau begitu, aku mau yang ini saja. Warnanya bagus."

​Pramuniaga itu, yang sedari tadi terkejut melihat interaksi mereka, segera mengecek harga. "Pilihan yang bagus, Nona. Ini adalah model 'X-Series' terbaru. Harganya Rp 5.499.000."

​Wajah Bela langsung pucat. Ia buru-buru menarik tangannya dari ponsel itu. "Tuh kan! Kak Rama, aku tidak mau yang ini! Itu terlalu—"

​Rama memotong ucapannya tanpa menoleh. "Ambil dua. Model yang sama," Rama berkata kepada pramuniaga itu.

​Pramuniaga itu bingung. "Maksud Tuan? Dua unit model X-Series?"

​"Ya," jawab Rama datar. "Satu untuk adik saya, dan satu untuk saya."

​Pramuniaga itu segera tersenyum lebar. Total dua unit ponsel itu sudah mencapai Rp 10.998.000. Sebuah komisi yang sangat menggiurkan.

​"Baik, Tuan! Saya akan siapkan segera. Kami punya unit warna Rose Gold untuk Nona, dan warna Midnight Black untuk Tuan. Dan kami juga akan memberikan kartu paket data berikut aksesori lainnya?" Ucapnya antusias,

​Rama mengangguk dan berkata, "Siapkan saja kedua unit itu. Dan satu lagi," Rama merogoh saku celananya, mengeluarkan Kartu Hitam polos tanpa logo. "Saya akan membayar dengan ini."

​Melihat kartu tanpa logo itu, senyum pramuniaga itu sedikit memudar. Ia teringat akan prosedur ketat toko untuk kartu asing.

​"M-maaf, Tuan. Tapi ini kartu apa, ya? Kami biasanya hanya menerima kartu dari bank resmi," tanyanya, ragu-ragu.

​Rama tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menatap Kartu Hitam di tangannya, lalu Manajer Toko itu—yang sedang berjalan melewati mereka—melirik dan berbalik. Rama merasakan Otoritas Mutlak di telapak tangannya.

​"Gesek saja," perintah Rama, suaranya tenang dan tegas, tetapi entah kenapa, terdengar berat dan final.

​Pramuniaga itu merasakan getaran aneh, seolah ia benar-benar harus patuh. Ia mengambil kartu itu dengan gemetar dan berjalan ke mesin kasir. Manajer Toko yang memperhatikan dari jarak dua meter ikut menajamkan pandangan.

​Pramuniaga itu menggesek Kartu Hitam di mesin EDC. Sama seperti di toko pakaian, mesin itu seharusnya mengeluarkan bunyi kesalahan, tetapi kali ini, mesin itu berkedip terang.

​Layar kasir menampilkan pesan "TRANSAKSI SUKSES - TOTAL: Rp 10.998.000".

​Manajer Toko dan pramuniaga itu terdiam sejenak. Mereka menatap layar, lalu Kartu Hitam di tangan mereka, lalu ke Rama. Tidak ada bunyi, tidak ada konfirmasi bank, hanya keberhasilan mutlak.

​"S-sudah berhasil, Tuan," kata pramuniaga itu, nadanya kembali penuh hormat dan sedikit ketakutan. Ia buru-buru mengembalikan Kartu Hitam dan mulai mengemas dua kotak ponsel itu.

​Bela, yang menyaksikan segalanya, hanya bisa menatap Rama dengan mulut sedikit terbuka. Pertanyaan demi pertanyaan tiba-tiba muncul di kepalanya. Dari mana Rama mendapatkan kartu hitam itu?

​"Ini dia, Tuan," Pramuniaga itu menyerahkan dua kantong berisi ponsel baru.

​Rama mengambilnya, lalu menyerahkan kotak ponsel Rose Gold kepada Bela. "Ambil, Bela. Ponselmu yang lama... Kamu bisa simpan saja. Ini untukmu."

​Bela menerima kotak itu dengan tangan gemetar. Berat kotak itu terasa seperti membawa sebongkah emas.

​"Kak Rama... terima kasih..." bisiknya, matanya berkaca-kaca, kali ini bukan karena kesedihan, melainkan karena kebahagiaan yang meluap-luap. Ia tidak menyangka ternyata Rama tidak berbohong mengajaknya ke pasar dan akan membelikan apapun yang dia inginkan.

​Rama tersenyum. "Ayo kita beli beberapa kebutuhan untuk dapur agar ibu sebelum pulang." Ucap Rama dan bela hanya mengangguk pelan tanpa kata,

​Saat mereka melangkah keluar dari toko, Bela menatap ponsel di tangannya, lalu ke Rama. Ada getaran aneh di hatinya yang tak bisa ia ungkapkan.

Kemudian mereka pun memebeli cukup banyak kebutuhan dapur berikut dengan berbagai macam buah segar yang membuat bela tampak begitu senang apalagi Rama membeli buah naga kesukaannya,

"kak, ap-apakah ini tidak terlalu banyak,"? Biarkan aku membawanya sebagian, " Melihat kedua tangan Rama penuh dengan belanjaan, bela menawarkan untuk membawanya sebagian,

"Tidak perlu, kamu cukup bawa saja beberapa kantong belanjaan mu itu, lagipula ini tidak berat dan kita akan menaiki angkot setelah ini,"

Jawab rama, lalu tak lama mereka pun menaiki angkatan umum untuk pulang,

1
Andira Rahmawati
cerita yg menarik...👍👍👍
Cihuk Abatasa (Santrigabut)
Nice Thor
Santoso
Kayak jadi ikut merasakan cerita yang dialami tokohnya.
shookiebu👽
Keren abis! 😎
Odalis Pérez
Gokil banget thor, bikin ngakak sampe pagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!