Melia menangis sejadi-jadinya saat terpaksa harus menerima perjodohan yang tak di inginkan. pasal nya melia sudah memilki kekasih yang begitu ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Sudah satu bulan Rani merawat ibu nya di kampung, ratusan panggilan dari Lyra dan Juwita ia abaikan. Ia bertekat untuk berubah selain mengurus ibu nya ia juga mengurus ladang milik ibu nya seperti biasa ia mengupah pekerja yang mau menggarap ladang nya.
Rani yang juga membuka toko sembako kecil-kecilan di rumah ibu nya sangat menikmati kesibukan nya saat ini, ia tak lagi memikirkan pekerjaan kelam nya ia benr-benar ingin meninggalkan pekerjaan itu.
"Mba Rani kata ibu aku di suruh beli beras 2 kilo" ucap bocah kecil yang datang di suruh beli beras oleh ibu nya.
"Bentar ya..mba timbangkan" jawab Rani segera menimbang beras yang di minta.
"Ini..semua nya 35 ribu" ucap Rani ramah.
Bocah tersebut memberi kan uang berwarna biru.
"tunggu kembalian nya" Rani segera kembali memberi uang kembalian milik bocah tersebut.
Hari demi hari warga sudah terbiasa dengan berbelanja di toko milik Rani, hingga tanpa terasa toko yang semula kecil kini sudah lumayan bertambah banyak barang dagangan nya.
"Alhamdulillah aku bisa cari makan dengan cara yang halal" ucap syukur Rani.
Sampai di suatu pagi Rani yang sedang membersihkan toko, melihat Arkan sedang membawa putra nya menggunakan motor.
"Loh Rani?" sapa Arkan yang ketika itu menoleh pada rumah Bu Winda.
"Iya mas Arkan..." jawab Rani kaku.
"Sejak kapan kamu ada di kampung?" tanya Arkan.
"Sudah satu bulan lebih mas sejak mas Radit datang ke kota" jawab Rani.
Arkan turun dari motor ia membiarkan Juna bermain di halaman rumah Bu Winda.
"Apa yang terjadi saat itu kenapa kamu tinggalkan kak Radit yang dengan susah payah mencarimu" tanya Arkan dengan nada pelan takut Rani akan tersinggung.
"Mas Radit masih belum ikhlas menerima ku mas setelah dia tau pekerjaan ku ia pun berselingkuh dengan teman seprofesiku, padahal setelah bertemu dengan mas Radit, aku berpikir untuk berhenti dan kembali pada mas Radit dan ibu di kampung. Tapi yang terjadi mas Radit bersama temanku hiks hiks" Rani tak kuasa menahan kesedihan nya saat mengingat kejadian saat itu.
Arkan menyentuh bahu Rani bermaksud memberi suport dan dukungan.
Namun tak di sangka Rani menyandarkan kepala nya di dada Arkan dengan isak tangis nya.
Arkan terdiam ia bingung harus bagaimana.
"Maaf mas aku hanya butuh sandaran aku butuh tempat mengadu. Mas tau aku seperti sebatang kara ibu yang sakit-sakitan tak mungkin aku bercerita kepada nya karna itu akan menambah beban pikiran nya" tutur Rani masih dengan isak tangis.
Perlahan tangan Arkan merangkul bahu Rani ia mengusap lembut bahu itu.
"Kamu yang sabar, aku senang pada akhir nya kamu kembali ke jalan yang benar" ucap Arkan.
"Aku bangga atas ketegaran yang sudah kamu lalui untuk bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi" sambung Arkan.
Rani mendongak mata nya yang sembab bertatap dengan bola mata Arkan pria yang ia kagumi itu begitu menghipnotis nya, rasa nya ia ingin memeluk erat tubuh Arkan.
Tanpa mereka sadari salah seorang ibu-ibu tukang gosip melihat kedua nya dengan posisi sedekat itu.
"Itu kan Arkan suami nya Melia, sedang apa dia di sini main peluk-pelukan" ujar Bu Wati si tukang gosip.
"Eh Rani ngapain kamu peluk-peluk laki orang, ke mana laki mu sendiri g*tel amat kamu jadi perempuan" tegur Bu Wati yang mengejutkan Arkan dan Rani.
Arkan berdiri segera menggendong Juna, dan berniat untuk pergi segera.
"Kamu suami Melia kan? ngapain kamu peluk bini orang? Gimana kalo Melia tau kelakuan suami nya ya?" ujar Bu Wati dengan senyum penuh arti.
"Bu aku itu cuma kasih suport kasih dukungan, Rani itu sedang terpuruk" jawab Arkan mencari alasan agar kejadian ini tak sampai ke telinga istri nya.
"Terpuruk kamu bilang, lihat lah toko nya semakin maju, ladang nya juga lancar panen nya, di bagian mana di terpuruk?" Bu Wati bicara sesuai apa yang ia lihat.
"Bu sudah bu, aku sama mas Arkan nggak ada hubungan apa-apa, mas Arkan tadi cuma mendengarkan aku curhat bu nggak lebih" tutur Rani meyakinkan Bu Wati.
"Kita lihat saja nanti" ujar Bu Wati sembari berlalu meninggalkan Arkan dan Rani yang terbengong.
"Mas maafkan aku, entah kenapa aku selalu membuat masalah di hidup siapa pun" kata Rani.
"Udah nggak usah di pikirin, aku pulang dulu" pamit Arkan yang kemudian pergi.
Dalam perjalanan Arkan mengendarai motor nya dengan lamban. Dalam otak nya terus berpikir akan kah terjadi kesalah pahaman lagi antara dia dan Melia.
"Huf...aku lelah selalu berantem" keluh Arkan yang menyiapkan mental dan jawaban dalam menghadapi istri nya nanti.
Sampai di rumah mertua nya terlihat biasa tak ada suara dari dalam rumah.
"Mungkin Melia dan ibu di belakang" gumam Arkan ia membawa Juna dalam gendongan. Juna yang terlihat begitu kotor karna bermain pasir di galaman rumah Bu Winda.
"Ya ampun mas....kamu bawa ke mana Juna sampai sekotor ini?" seru Melia saat melihat putra nya yang sudah mandi kotor kembali.
"E...itu...anu de' Juna main pasir saat mampir ke rumah warga dan ngobrol" tutur Arkan namun tak semudah itu Melia percaya.
Melia menyipitkan mata ia menatap suami nya yang kini lebih sering buat masalah tapi tak mau menyadari.
"Apa?" tanya Arkan merasa di intimidasi istri nya.
"Ah enggak...aku cuma sedang mencari kejujuran di wajah suami ku karna aku hafal betul jika dia sedang berbohong" kata Melia, kini Arkan bukan hanya gugup tapi juga salah tingkah, terasa wajah nya memanas andai ada cermin mungkin ia sudah melihat wajah nya yang mulai memerah.
"ka kamu ngomong apa sih de' kaya cenayang aja sok tau" ucap Arkan lantas berlalu tak tahan dengan pandangan mata istrinya.
"Awas kamu mas kalo sampai aku tau kamu bohong. Nggak akan ada ampun" lirih Melia yang masih dapat di dengar ibunya yang baru masuk dari belakang.
"Kenapa lagi, siapa yang berbohong?" tanya ibunya.
"e..enggak kok bu, aku mau mandiin Juna dulu" ucap Melia mengalihkan pembicaraan.
"Loh bukan nya Juna tadi sudah mandi, belum 3 jam kok mandi lagi" tanya ibu nya, yng tak melihat cucu nya yang cemong dengan pasir.
"Coba ibu lihat Juna, ini semua kerjaan mas Arkan" kata Melia sembari menunjukan wajah Juna.
"Astagfirullah al azim....."
...****************...
jangan lupa like dan komen nya ya guys❤️
"Bagaimana dengan mimpiku, Bu? Apa aku tak berhak untuk memiliki mimpi atau mewujudkannya?" Melia nelangsa, dengan derai air mata bla bla bla
semisal,
Di hadapan
Diduga
dan untuk nama menggunakan huruf kapital. Melia
dan untuk kata -nya itu digabung, bukan dipisah ya.