NovelToon NovelToon
Admiral Of Bismarck: The Second War Rises In Another World

Admiral Of Bismarck: The Second War Rises In Another World

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Summon / Barat
Popularitas:274
Nilai: 5
Nama Author: Akihisa Arishima

Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Senjata Baru

Pagi itu, Anastasia dan August mandi lebih dahulu sebelum memulai hari mereka. Kediaman keluarga Siegfried terasa lebih hidup dari biasanya. Para pelayan sibuk lalu-lalang, dan aroma sarapan yang menggoda memenuhi udara.

Anastasia turun dari kamarnya dengan langkah ringan, mengenakan kemeja sederhana dan celana pendek. Ia tidak terlalu suka memakai rok atau gaun berenda seperti wanita bangsawan pada umumnya. Sementara itu, di ruang makan, August sudah duduk dengan rapi seperti biasa, mengenakan pakaian formal yang mencerminkan kepribadiannya yang tenang.

"Kak Ana, kakak terlihat sangat bersemangat pagi ini," ujar August, tersenyum tipis.

Anastasia menarik kursinya dengan cepat dan duduk di seberangnya. "Tentu saja! Senjata pesananku akhirnya selesai dibuat. Aku sudah menunggunya selama dua bulan!"

Saat itu, ayah mereka, Heinrich, baru saja masuk ke ruang makan dan mendengar perkataan Anastasia. Ia tersenyum tipis dan menggeleng pelan.

"Wanita bangsawan mana yang lebih menantikan senjata dibanding perhiasan? Tidak mengherankan, kau seperti ibumu," ucap Heinrich kepada Anastasia sembari melirik Seraphina.

"Tentu saja, senjata lebih penting ketimbang perhiasan," jawab Seraphina dengan santai.

"Yah, kau tahu sendiri, perhiasan tidak bisa melindungi pemiliknya dari bahaya. Lagipula, aku yakin senjata itu akan sangat cocok dengan Ana," lanjutnya.

Mereka pun mulai menyantap sarapan sembari berbincang ringan. Liliana dan Seraphina, yang sudah lebih dahulu duduk di meja, ikut menikmati suasana pagi yang cerah itu.

Tak lama kemudian, kepala pelayan keluarga, Clausewitz, masuk dengan langkah teratur dan memberi hormat. "Nona Anastasia, Tuan August, Nona Tania sudah tiba."

Heinrich menatap putra-putrinya dengan rasa ingin tahu. "Kalian punya teman baru?"

"Tentu, Ayah!" jawab Anastasia dan August bersamaan.

Anastasia melanjutkan dengan antusias, "Tania adalah anak dari Tuan Albert, pandai besi di pusat kota."

"Setelah ini, kita akan pergi ke sana untuk mengambil senjataku," ucap Anastasia.

"Dan kamu, August, apa kamu juga membuat senjata?" tanya Heinrich.

"Tidak, Ayah... Kata Guru Lucy, Guru Edward, dan Guru Jessica, aku lebih baik dengan sihir dan magic ketimbang fisik," jawab August.

"Setidaknya kamu juga harus memiliki alat untuk bertahan, August. Setelah sampai di sana, cobalah untuk memesan senjata juga," ucap Heinrich.

"Itu benar, August. Walaupun kamu lebih pandai sihir seperti Liliana, sebaiknya kamu juga menguasai ilmu berpedang. Siapa tahu kamu bisa menjadi magic swordsman," ucap Seraphina.

"Oh... sepertinya itu sangat menarik!" August terlihat gembira.

Setelah selesai makan, Anastasia, August, dan Heinrich berdiri dan berjalan ke arah pintu depan. Begitu mereka keluar ke halaman, seorang pelayan muda bernama Hana menyambut mereka dengan hormat.

"Selamat pagi, Tuan Heinrich, Nona Anastasia, dan Tuan August," sapa Hana dengan sopan.

"di depan, nona tania sudah menunggu anda berdua." lanjutnya

Heinrich mengeluarkan sekantung uang berisi koin emas dan menyerahkannya kepada Hana. "Hana, antarkan mereka ke tempat Tuan Albert. Ini uang untuk pembayaran senjata Anastasia. dan juga, mintalah untuk membuatkan senjata untuk august."

"Baik, Tuan Heinrich. Saya akan memastikan semuanya berjalan lancar," jawab Hana sambil menerima kantung tersebut dengan hormat.

Dengan semangat, Anastasia dan August berjalan menuju gerbang, diiringi oleh Hana.

"Pagi, Nona Anastasia! Pagi, Tuan August! Ayahku sudah selesai membuat senjata yang Nona Anastasia pesan!" seru Tania dengan penuh semangat.

Anastasia tersenyum lebar. "Pagi, Tania! Jadi, bagaimana kalau kita segera berangkat?"

Lalu, mereka pun berangkat ke bengkel Tuan Albert, siap melihat hasil dari dua bulan penantian Anastasia. Dengan menggunakan kereta kuda, perjalanan menuju Grimholdt's Forge terasa lebih singkat.

Sesampainya di sana, Tania membukakan pintu.

"Silakan masuk!" ucapnya.

"Oh... bukankah ini pelanggan yang memesan senjata unik itu?" sapa Albert, sang pemilik toko.

"Halo, Tuan Albert! Bagaimana kabarmu?" ucap Anastasia.

"Ah... cukup baik," jawab Albert. Kemudian, ia kembali masuk ke dalam ruang kerjanya. Tak lama kemudian, ia keluar dengan membawa sebuah kotak kayu.

"Ini dia, gadis kecil. Seperti yang kau minta," ujar Albert sambil menyerahkan senjata itu kepada Anastasia.

Anastasia terdiam, terkagum oleh mahakarya Albert.

"Ini... sangat bagus!" ucap Anastasia dengan kagum.

Ia mengambilnya dengan hati-hati. Bobotnya lumayan berat, namun ukurannya pas di tangan, meskipun sedikit besar. Dingin logamnya memberikan sensasi nostalgia. Ia memeriksa setiap sudutnya, memastikan bahwa semuanya sesuai dengan bayangannya.

"Ini luar biasa, Tuan Albert!" katanya dengan kagum.

"Aku juga membuatkanmu seratus butir peluru kosong. Jika ditotal, biayanya dua koin emas. Itu karena timah untuk pelurunya lumayan mahal," lanjut Albert.

"Oh iya, Tuan Albert, saya mendapat permintaan dari Tuan Heinrich. Ia meminta Anda untuk membuatkan senjata untuk August," ucap Hana, memotong pembicaraan.

"Baiklah, jadi senjata apa yang Anda butuhkan, Tuan August?" tanya Albert.

"Aku tidak tahu. Aku hanya ingin senjata yang ringkas saja. Apakah Tuan Albert punya rekomendasi?" August tampak bingung.

"Bagaimana kalau senjata yang sama denganku?" ucap Anastasia, memotong percakapan.

"Ah... aku suka idemu, Kak! Jadi, kita punya senjata yang sama, ya?" ucap August dengan senang.

"Tentu saja! Senjata ini memang sangat ringkas untuk dibawa dibandingkan dengan sebuah pedang," ucap Anastasia, sedikit memamerkannya.

"Baiklah, aku akan membuatkan satu lagi untukmu. Apa kamu juga membutuhkan pelurunya?" tanya Albert.

"Iya, tolong buatkan senjata yang sangat mirip dengan milik Kakakku, Tuan Albert," ujar August.

Albert mengangguk sambil berpikir sejenak. "Baiklah. Total keseluruhannya empat koin emas. Untuk senjata milik Tuan August, pembayarannya bisa dilakukan setelah selesai."

"Tunggulah satu bulan lagi. Kali ini, prosesnya akan lebih cepat karena aku sudah memahami cara pembuatannya." Lanjutnya.

Setelah itu, Hana mengambil empat koin emas dari kantongnya dan menyerahkannya kepada Albert. Lelaki itu menerima pembayaran dengan anggukan kecil sebelum menyimpannya ke dalam laci di meja kasir.

"Terima kasih atas kepercayaan kalian. Aku akan mulai membuat senjata August segera," kata Albert dengan suara beratnya.

"Sama-sama, Tuan Albert! Kami akan kembali dalam sebulan," ujar Anastasia dengan senyum puas.

"Sampai jumpa, Tania," ucap August dan Anastasia.

"Dadah~! Sampai jumpa, Nona Anastasia dan Tuan August. Jangan lupa datang lagi ya~!" ucap Tania dengan gembira.

Akhirnya, mereka pun melangkah keluar dari bengkel dan menghirup udara segar. Matahari siang bersinar hangat, suara lapar dari perut mereka mulai bergejolak.

"Aku lapar," keluh August, mengusap perutnya.

"Kalau begitu, bagaimana jika kita pergi ke restoran yang waktu itu?" saran Hana.

"Aku ingin daging panggang, Bibi Hana. Apakah kamu tahu restoran yang menjualnya?" ucap August.

"baiklah, kita akan mencari restoran yang menjual danging panggang." Jawab Hana.

Mereka berjalan menyusuri jalan berbatu kota, hingga akhirnya menemukan sebuah restoran kecil dengan aroma daging panggang yang menggoda. Tanpa ragu, mereka masuk dan duduk di salah satu meja kayu dekat jendela.

Seorang pelayan datang dengan ramah. "Selamat datang! Apa yang ingin kalian pesan?"

Anastasia melihat menu sebentar lalu berkata, "Aku mau daging panggang dengan roti dan sup sayur."

"Aku juga pesan yang sama!" tambah August dengan penuh semangat.

"Bagaimana denganmu, Bibi Hana? Apa kamu tidak memesan?" tanya August.

"Ah... saya tidak usah. Ini adalah uang kalian, aku tidak perlu," jawab Hana.

"Ayolah, tidak usah sungkan. Aku yang akan menjelaskannya kepada Ayah nanti," ucap August.

Hana tersenyum. "Baiklah, aku akan memesan sup ayam dan teh hangat."

Pesanan mereka segera disiapkan, dan tidak lama kemudian, makanan lezat itu tiba di meja mereka. Mereka makan dengan lahap, menikmati hidangan setelah perjalanan panjang.

"Semuanya lima koin perak," kata pelayan saat mereka selesai makan.

Hana merogoh kantongnya dan menyerahkan satu koin emas kepada pelayan tersebut.

"Ini dia kembaliannya, lima koin perak. Terima kasih sudah datang," ucap pelayan itu dengan penuh senyum.

Kini, mereka masih memiliki lima koin emas dan lima koin perak tersisa.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!