Raina cantika gadis berusia 23 tahun harus menerima kenyataan jika adiknya sebelum meninggal telah memilihkannya seorang calon suami.
Namun tanpa Raina ketahui jika calon suaminya itu adalah seorang mafia yang pernah di tolong oleh adiknya.
Akankah Raina menerima laki-laki itu untuk menjadi suaminya?
Apakah Raina dapat bahagia bersama laki-laki yang tidak dia kenal?
Ikuti kisah mereka selanjutnya, ya!
Jangan lupa untuk follow, like dan komentarnya!
Terima kasih 🙏 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Naik helikopter
Fikri menatap ke arah Morgan, yang menatapnya tajam. dia pun menggeleng pelan, membantah tuduhannya. "Tidak ada apa-apa, tuan. Saya hanya merasa tidak asing, dengan senjata ini." jawabnya, sedikit gugup.
Morgan pun, memicingkan mata. "Siapa kamu sebenarnya? Dan dari mana kamu tahu, tentang senjata ini," tanyanya curiga.
Fikri terdiam, mendengar pertanyaan Morgan. dia merasa sudah salah bicara, sehingga membuatnya semakin terpojok.
"Ada apa ini?" Arsenio menghampiri mereka berdua. kegaduhan yang sempat terdengar, membuat dia menghampiri Fikri dan Morgan.
"Bocah ini, mencurigakan, arsen. Sebab dia, sangat mengenali senjata ini, " jawab Morgan tegas.
Mendengar jawaban dari Morgan, membuat arsenio menatap tajam Fikri. dia pun meminta penjelasan darinya. " Fikri, Apa yang di katakan oleh Morgan, benar?" tanyanya dingin.
Fikri mengangguk pelan. "Benar bang. Aku pernah melihat senjata itu, di kamar kakak ku. Dia bilang, jika senjata itu milik seseorang yang hampir melecehkannya, " jawabnya menjelaskan.
Arsenio dan Morgan tercengang, mendengar jawaban dari Fikri. pasalnya barang seperti itu tidak di perjual belikan sembarangan, maupun di berikan begitu saja. sebab mereka menjual senjata itu, pada orang-orang tertentu saja.
"Apa senjata itu masih ada di rumah, mu?" Arsenio bertanya dengan hati-hati.
Fikri mengangguk. "Ada bang. Bahkan, sekarang aku membawanya."
Setelah itu, Fikri pun mengambil tasnya dan mengambil barang yang dia maksud. "Ini bang." Memberikan senjatanya pada, arsenio.
Arsenio menatap senjata itu, dengan tatapan sulit di artikan. bahkan dia sangat tahu, siapa pemilik senjata itu sebenarnya. dia pun, mengambilnya dan memperhatikan senjata itu. "Apa kakak mu, masih bekerja di sana?"
Fikri menggeleng pelan. "Untuk itu, aku tidak tahu, bang." jawabnya jujur.
Arsenio menghela nafas kasar, kemudian memberikan kembali senjata itu pada Fikri. "Baiklah, lanjutkan kembali pekerjaan mu. Karena setelah ini, kamu harus ikut dengan ku," ujar arsenio tegas.
"Kemana bang," tanya Fikri penasaran.
Arsenio tersenyum penuh arti. "Nanti juga kamu akan tahu," jawabnya dingin.
Fikri tidak lagi berucap, memilih melanjutkan lagi pekerjaannya. namun tidak lama kemudian, hidungnya kembali mengeluarkan darah.
Arsenio dan Morgan, yang masih di sana terlihat terkejut.
"Kamu tidak apa-apa Fikri," tanya arsenio khawatir.
"Aku tidak apa-apa bang. Ini hal biasa, nanti juga akan berhenti dengan sendirinya." Fikri mendongakkan kepalanya, berharap darah yang mengalir segera berhenti.
Arsenio terlihat cemas, namun dia tidak bisa membantu Fikri. sebab dia harus pergi untuk menemui seseorang.
***
Pukul dua dini hari, Arsenio pergi dengan menggunakan helikopter. Fikri yang ikut pun terlihat tidak percaya, jika saat ini dirinya menumpangi sebuah pesawat helikopter.
"Bang, aku tidak mimpi kan?" tanyanya heboh.
Arsenio tersenyum tipis, melihat sikap Fikri seperti itu.
"Jangan bilang, ini pertama kalinya kamu naik pesawat, Fik?" tanya Morgan, dengan nada mengejek.
Fikri tersenyum. "Ini memang pertama kalinya, aku naik pesawat. Aku senang, di sisa umur ku bisa merasakan, bagaimana rasanya naik pesawat."
Morgan mengernyitkan dahi. "Maksud mu sisa umur apa, Fikri?"
"Oh... I-itu tidak apa-apa, bang. Aku hanya bercanda." jawab Fikri mengelak.
Morgan merasa, jika Fikri sedang menyembunyikan sesuatu darinya. bahkan dia dapat melihat, keadaan Fikri saat ini tidak baik-baik saja.
Hampir tiga jam, mereka pun sampai di negara X untuk melakukan transaksi menjual senjata, buatan mereka sendiri. Fikri pun hanya mengikuti saja, tanpa tahu apa yang sedang mereka lakukan.
Fikri dapat melihat, jika Arsenio sedang melakukan tawar menawar hingga pada akhirnya, senjata milik arsenio laku dengan harga yang fantastis.
Setelah selesai melakukan transaksi mereka pun, memutuskan untuk beristirahat beberapa hari di negara itu.
Di sana Fikri melakukan hal, yang belum pernah dia lakukan. dia menggunakan kesempatan di sana, sebaik mungkin. Fikri berharap jika suatu saat nanti, kakaknya pun dapat merasakan apa yang dia rasakan saat ini.
Seminggu kemudian...
Arsenio kembali ke indonesia bersama Fikri, dengan yang lainnya. sampai di rumah mereka melakukan pesta besar-besaran, untuk merayakan keberhasilan mereka atas hasil dari menjual senjata.
Fikri pun di kejutkan, dengan beberapa wanita berpakaian sexy yang sedang menghibur semua orang di sana. bahkan tanpa Fikri sadari, jika ada seorang wanita muda berpakaian sexy menghampirinya, dan bergelayut manja di tangannya.
"Hai tampan. Kenapa kamu hanya diam saja. Mari kita berpesta bersama-sama," ucap perempuan itu, dengan nada manjanya.
Fikri yang tidak biasa di sentuh oleh perempuan pun, tiba-tiba saja menjauhkan diri dari perempuan itu. dia pun memilih pergi dari sana, karena tahu jika yang mereka lakukan itu adalah hal yang tidak benar.
"Hei kamu mau kemana!" Perempuan itu, berteriak dengan nada kesal. sebab baru kali ini, ada laki-laki yang menolak ajakannya.
***
Di kamar Fikri terus mengusap tangannya, yang berhasil di sentuh oleh perempuan tadi. dia tidak habis pikir, jika saat ini dirinya berada di lingkungan orang-orang yang membebaskan segala hal.
"Kenapa kamu tidak ikut berpesta, Fikri?" Arsenio menghampiri Fikri, yang sedang duduk di tepi ranjang.
"Maaf bang, di dalam agama ku tidak boleh melakukan hal seperti itu. Jadi aku minta maaf, jika tidak bisa ikut berpesta dengan yang lainnya. Abang sendiri, kenapa tidak ikut berpesta?" Fikri pun balik bertanya.
Arsenio menatap Fikri. "Aku juga tidak suka, dengan hal seperti itu. Aku lebih suka menyendiri, Fikri." jawabnya dingin.
"Bang, apa boleh aku pulang ke rumah? Aku ingin memastikan, jika keadaan rumah ku baik-baik saja." Fikri menundukkan kepala, saat arsenio menatapnya tajam.
"Boleh. Aku beri waktu, tiga hari. Setelah itu, kamu harus kembali lagi ke sini." jawab arsenio dingin.
Fikri mendongakkan kepalanya dan tersenyum. "Terima kasih, bang," serunya senang.
Arsenio mengangguk pelan, kemudian pergi dari sana untuk melakukan hal yang biasa dia lakukan.
"Abang, mau kemana? Apa aku boleh ikut?" Fikri menatap punggung arsenio, penuh harap.
Arsenio menghentikan langkahnya, dan menganggukkan kepalanya. sebagai jawaban, jika dirinya mengizinkan Fikri untuk ikut bersamanya.
Fikri tersenyum senang, kemudian mengikuti arsenio yang sudah pergi terlebih dahulu.
Di sebuah ruangan khusus, arsenio sedang berkutat membuat sebuah senjata yang di pesan oleh seseorang. dia terlihat serius, saat memulai kegiatannya.
Fikri yang baru tahu pun, terlihat kagum dengan pemandangan di depan matanya. sungguh dia tidak menyangka, jika orang yang baru dia kenal itu sangat lihai dalam membuat senjata.
"Aku kagum pada mu, bang. Selain pandai berbisnis, abang juga sangat lihai membuat senjata. Kalau aku boleh tahu, sebenarnya bisnis abang ini namanya apa?" Fikri yang polos pun, mengutarakan rasa penasarannya. sebab baru kali ini, dia melihat seseorang berjibaku pada sebuah pekerjaan yang tidak umum dengan orang lain.
"Kenapa kamu sangat penasaran sekali, Fikri? Apa kamu mulai tertarik?" Arsenio tersenyum miring, melihat Fikri yang tersenyum kikuk.
"Tidak bang. Aku hanya ingin memastikan, jika abang itu orang baik," jawabnya sendu.