"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Habisi dia!
Keterkejutan Pak Edwin dan keluarga besarnya bukan karena kedatangan Sheila saja. Melainkan karena berita yang disampaikan oleh Juno, bahwa Indira kabur dan membawa semua uang Juno yang tersimpan di brankas. Bukan hanya uang, Indira juga katanya mengambil beberapa surat penting kepemilikan aset-aset Juno.
"Kamu jangan sembarangan bicara Juno! Indira bukan wanita seperti itu, dia bukan penipu!" sanggah pak Edwin yang mempercayai Indira.
"Benar Juno. Kamu jangan menuduh tanpa bukti!" Pak Riko Bastian, ayah kandung Juno juga mempercayai Indira. Dia tidak mempercayai perkataan putranya yang mengatakan bahwa Indira adalah seorang penipu.
"Bukti? Jadi kalian mau bukti? Silahkan tanya sama pak Hanggono, pengacaraku. Indira memberikan tanda tanganku dan menjual semua asetku yang dia bawa."
Juno terlihat kesal saat mengatakannya. Mengingat Indira kabur tanpa pamit dan aset-asetnya yang ketahuan dijual atas nama Indira.
Pak Edwin dan Pak Riko terlihat tidak mempercayai ucapan Juno begitu saja, sebab mereka tahu seperti apa Indira. Indira adalah gadis baik-baik, meskipun berasal dari keluarga serba kekurangan dan anak yatim piatu. Dia hanya mempunyai adik laki-laki yang masih sekolah SMA. Namun, bibit bebet bobot keluarganya sangat baik. Terlebih lagi pak Edwin adalah sahabat kakek Indira yang dulu banyak menolong pak Edwin dalam bisnisnya.
"Indira tidak mungkin melakukan itu Juno, dia anak baik." Pak Edwin tetap dengan spekulasinya.
"Terserah kakek mau beranggapan bagaimana. Kakek bisa tanya Pak Hanggono," jawab Juno dengan wajah kesalnya mengingat Indira yang sudah menghabiskan uangnya.
"Sudah mama duga, kalau wanita kampung itu cuma mau harta keluarga kita saja. Aku sudah bilang kan sama kalian sebelumnya, kalau wanita kampung itu matrealistis!" cetus Bu Lusi dengan kedua tangan yang menyilang di dada.
"Iya benar, mama sama aku udah ingetin papa sama kakek tentang cewek kampung itu. Tapi kalian tidak mau dengar," ucap Jenny yang juga menimpali perkataan ibunya. Mereka semakin menghasut Pak Edwin dan pak Riko.
Disisi lain, diam-diam Sheila tersenyum bahagia melihat kemarahan Juno pada Indira.Ibu dan adik Juno juga membelanya. Tatapan matanya terlihat berbinar, apalagi sekarang Juno membawa ia ke rumah keluarga besarnya.
"Terus dimana Indira?" tanya Pak Riko sambil menatap Sheila dengan sinis.
"Nggak tahu. Mungkin dia kabur ke kampungnya."
"Terus kamu nggak nyari dia?" tanya pak Edwin dengan tatapan tajam pada cucu laki-lakinya itu.
"Enggak lah, ngapain aku nyari dia Kek. Dia udah mendapatkan apa yang aku mau. Asetku yang dia cairkan saja sudah 1 milyar, belum lagi uangku yang ada di brankar! Aku juga malas berurusan dengannya lagi, aku akan menceraikannya juga," ucap Juno dengan marah dan dengan mudahnya mengatakan ingin cerai dengan Indira.
"Kamu, apa kamu seperti ini karena kamu ingin kembali dengan wanita jal*ng ini?" tanya Pak Edwin dengan suara yang meninggi. Dia menunjuk ke arah Sheila yang saat ini sedang bersembunyi dibelakang punggung Juno.
"Huwekk...huwekkk.."
Tiba-tiba saja Sheila mual-mual, sehingga membuat semua keluarga Juno terkejut melihatnya.
"Ma-maaf, apa saya boleh numpang ke kamar mandi? Saya...huekk..."
"Ayo kak, Jenny antar!" seru Jenny yang mengusulkan untuk mengantar Sheila ke kamar mandi. Sheila pun pergi bersama Jenny dengan terburu-buru menuju ke kamar mandi, Juno juga mengikuti kekasihnya dengan khawatir.
"Lah...kok dia kayak wanita hamil ya?" gumam Bu Lusi dengan kening berkerut. Sontak saja kedua pria yang berada disana terkejut mendengarnya.
"Hamil?"
Tak lama kemudian, Juno kembali ke ruang tengah sambil memapah Sheila. Dan dibelakang mereka ada Jenny yang membawakan segelas air minum.
"Duduk dulu disini sayang."
Pria itu berkata dengan lembut pada kekasihnya, dia menuntun Sheila untuk duduk di kursi ruang tengah.
"Minum dulu kak!" seru Jenny sembari menyerahkan segelas air minum untuk Sheila. Wanita cantik berambut pendek itu mengambil gelas tersebut dan meneguknya.
"Makasih Jen."
Setelah keadaan mulai tenang, barulah keluarga itu berkumpul dan duduk diruang tengah. Disanalah Juno mulai mengatakan tujuannya membawa Sheila kemari.
"Kakek, Mama, Papa, Jenny...aku mau bilang sesuatu sama kalian. Sebenarnya aku akan segera menikahi Sheila," ucap Juno seraya mengenggam tangan kekasihnya dengan erat.
"A-apa kamu bilang? Juno, jangan gila kamu! Kakak tidak setuju kamu memadu Indira!" sentak Pak Edwin emosi. Berbeda dengan bu Lusi dan Jenny yang tampaknya setuju dengan Juno.
"Siapa yang bilang aku akan memadu dia? Aku akan menceraikan dia, lalu menikahi Sheila."
"Juno!" bentak Pak Riko dengan tatapan menyalang tajam pada putranya. Dia tidak setuju dengan ucapan Juno.
"Sheila sedang hamil anakku," jawaban Juno sontak saja membuat pak Edwin dan pak Riko terperangah.
"Kamu hamil Shei?" tanya bu Lusi seraya menatap Sheila dengan senyuman bahagia. Dia menyambut berita bahagia itu.
"Iya Tante." Sheila tersenyum dan merasa diatas angin.
"Wah! Aku bakal punya keponakan dong!" seru Jenny yang juga senang dengan kabar ini.
"Indira mandul, dan dia tidak bisa mengandung anakku. Jadi, kalian harus merestui aku menikahi Sheila. Karena hanya Sheila yang bisa memberikanku, keturunan. Hanya Sheila ibu dari anak-anakku," ucap Juno yang tanpa dipikir dulu, bahkan dia menuduh Indira mandul.
"Ka-kamu...ka-kamu sudah gila Juno!" Pak Edwin yang kaget, langsung memegang dadanya yang terasa sakit. Pria tua itu pun membuat panik semua orang di sana, karena dia langsung jatuh pingsan.
****
Ditempat lain, diwaktu yang sama.
Indira yang disekap oleh tiga orang yang tidak dikenal, berusaha untuk bertahan hidup dan melarikan diri dari sana. Keadaannya semakin lemah karena dia belum makan dan minum selama dua hari. Tidak ada yang mencarinya juga. Indira takut terjadi sesuatu kepada bayinya. Sekarang perutnya terasa sakit.
"Saya mohon pak, berikan saya sedikit makanan dan minuman. Sa-saya mohon... sedikit saja," ucap Indira memohon pada pria yang menyekapnya itu, bibirnya terlihat sangat pucat dan tubuhnya gemetar.
"Ton, kita kasih aja dia minum. Kalau dia sama bayinya mati gimana?" ucap seorang pria bertopeng pada temannya yang berkepala botak.
'Bayi? Jadi mereka tahu kalau aku sedang hamil?' Indira terkejut mendengar perkataan salah satu penculiknya yang tahu tentang kehamilannya. Berarti dalang dibalik semua ini, tau dia sedang hamil. Tapi siapa?
"Biarin aja dia mati, mungkin si bos akan lebih senang," ucap pria botak itu yang cuek saja.
"Tapi kasihan..."
Pria yang berambut gondrong dan memakai topeng badut itu terlihat berbeda dari kedua temannya yang lain. Dia kasihan pada Indira, apalagi Indira sedang hamil. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa karena perintah dari bosnya.
"Pak...saya mohon..."
Diam-diam pria itu memberikan Indira air minum dan sedikit makanannya tanpa pengetahuan teman-temannya. "Ini, cepat!"
"Terimakasih Pak. Semoga Allah membalas kebaikan bapak, sebenarnya bapak orang baik." Indira meneteskan air mata, dia bahagia karena dia bisa makan sepotong roti dan sedikit air.
"Jangan banyak omong! Ayo makan minum!"
Wanita itu tidak menyia-nyiakan waktu yang ada, dia memakan dan meminum minuman di sana. Tak lupa dia membaca doa dulu sebelumnya.
"Kita makan ya nak."
Pria itu terenyuh melihat Indira yang begitu memperhatikan bayi didalam kandungannya.
'Apa sebenarnya yang dilakukan oleh wanita baik ini sampai dia harus menerima perlakuan seperti ini?' batin pria itu kasihan.
Keesokan harinya, malam itu Indira mendengar keributan diluar dari orang-orang yang menculiknya.
"Kita harus segera menghabisinya! Itu perintah bos!"
"Tapi dia sedang hamil..."
"Kita sudah terima uang, jadi kita harus melakukan pekerjaan kita. Ayo, kita habisi dia!"
Indira tercengang mendengar percakapan 3 orang yang sudah menculiknya itu. Mereka akan menghabisinya. Ditempat lain, Sheila tengah bahagia karena semua keluarga Juno sudah setuju dengan pernikahannya dan Juno nanti.
****
penyesalan mu lagi otw juno