Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Berangkat
Atthara menyuruh Lulu untuk tidur selama perjalanan. Saat mobil memasuki halaman rumah, Lulu masih belum bangun sehingga Atthara mengangkat tubuh istrinya dan membawanya ke kamar.
“Romantis sekali..” bisik Betty yang mengambil gambar.
“Romantis, tapi kenapa harus pisah kamar?” Tanya Bu Minah.
“Kita mana tahu pemikiran Tuan Muda, Bu. Mungkin saja mereka mengurangi berdekatan agar tidak selalu melakukannya.”
“Kamu itu ngomong apa?”
“Ibu tahulah maksudku.”
“Justru kalau muslimah seperti Nona Muda itu, berhubungan setiap hari adalah ladang pahala.”
“Ibu tahu dari mana?”
“Ibu dulu sering ikut kajian.” Betty menganggukkan kepalanya.
“Biarkan sajalah, Bu. Kita tinggal menunggu kabar baik saja nanti.” Bu Minah mengangguk dan kembali untuk melanjutkan setrikaan.
Betty mengirimkan gambar yang ia ambil ke Nenek Rahma.
Nyonya Tua: Mereka dari mana?
Betty: Pantai, Nyonya.
Nyonya Tua: Apakah mereka menginap?
Betty: Tidak, Nyonya Tua. Tuan Muda dan Nona Muda berangkat pagi ini dan baru kembali.
Nenek Rahma tidak lagi membalas. Beliau kecewa karena mengira kalau Atthara membawa Lulu menginap. Tetapi beliau tetap optimis karena Atthara akan mengajak Lulu ke luar kota. Nenek Rahma berharap keduanya tidak menunda kehamilan.
Sementara itu, Atthara yang telah menidurkan Lulu di kamar kembali ke kamarnya dan membersihkan tubuh. Setelah selesai, Atthara duduk di balkon kamarnya. Atthara terdiam sejenak kala mendengar sayup-sayup suara adzan yang dilantunkan dari masjid yang ada di seberang perumahan miliknya. Ia tidak pernah setenang ini kala mendengar adzan.
“Apakah karena Lulu?” Gumam Atthara.
Ia lalu menggelengkan kepala menepiskan pemikirannya. Kembali ia menyuguhkan hatinya jika dirinya lebih nyaman dengan hidupnya sekarang tanpa aturan ataupun kewajiban kepada Tuhan nya.
Lulu sudah bangun dari tidurnya. Ia sempat terkejut mendapati dirinya sudah ada di kamarnya. Tetapi segera tersenyum karena berpikir suaminya yang mengangkatnya sampai kemari.
“Dingin tapi perhatian. Memberi jarak tapi peduli. Aku sudah merasa nyaman bersama mu dan aku benar-benar akan salah paham dengan sikapmu, Mas.” Gumam Lulu menggeleng.
Melihat jam dinding yang menunjukkan waktu dzuhur, Lulu pergi ke kamar mandi membersihkan tubuhnya dan segera melaksanakan sholat.
Hari berikutnya.
Atthara menunggu Lulu di depan kamar. Lulu keluar dengan kopernya yang segera disambut Atthara dan membawanya turun ke bawah.
Rudi yang sudah menunggu mereka di ruang tamu mengambil alih koper dari Atthara dan memasukkannya ke dalam bagasi.
“Tuan Muda kembali kapan?” Tanya Betty saat Atthara dan Lulu akan masuk ke dalam mobil.
“Paling lama seminggu. Kalau Nenek bertanya, katakan kami akan menginap di hotel. Jadi tidak perlu khawatir.” Jawab Atthara.
Betty mengangguk canggung karena ternyata kegiatan mata-matanya diketahui oleh Tuan Muda nya.
Atthara dan Luli masuk ke dalam mobil dan mobil yang dikendarai Rudi segera melesat keluar dari halaman rumah Atthara.
“Butuh waktu 4 jam untuk sampai di kota sebelah, sebaiknya kamu tidur!” Kata Atthara yang mulai membuka tabletnya.
“Aku baca buku saja, Mas.”
“Apakah tidak pusing?”
“Mas juga membaca di tablet, apa bedanya?”
“Aku sudah terbiasa.”
“Aku juga akan membiasakan diri. Akhir-akhir ini aku terlalu banyak tidur.” Atthara hanya menghembuskan nafas panjang.
Ia tidak ingin berakhir berdebat dengan Lulu, sehingga ia membiarkan istrinya membaca buku yang dibawanya.
Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, sampai ponsel Lulu berdering.
“Assalamu’alaikum Bu..”
“Wa’alaikumsalam Nak. Kamu sehat?”
“Alhamdulillah sehat, Bu. Ibu sendiri bagaimana? Apakah obatnya sudah ditebus?”
“Ibu juga sehat, alhamdulillah. Ningsih sudah menebusnya kemarin. Kamu tidak libur hari minggu?”
“Libur, Bu. Tetapi hari ini Lulu mau ke kota S karena ada keperluan.”
“Keperluan apa?”
“Ada urusan pekerjaan.”
“Apa kamu sendirian?”
“Lulu bersama Bos Lulu.”
“Hanya berdua?”
“Tentu saja tidak, Bu. Kami bertiga.”
“Ya sudah. Kamu hati-hati! Jangan lupa mengenakan pakaian tebal saat udara mulai terasa dingin.”
“Iya, Bu. Ini Lulu sudah memakai sweater.”
“Hati-hati, Nak! Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam Bu..”
Lulu menyimpan kembali ponselnya ke tas. Sungguh hatinya tidak nyaman saat berbohong kepada sang ibu. Tetapi mau bagaimana lagi, ia sudah menyiapkan mentalnya.
Atthara yang mendengarkan percakapan Lulu, merasa istrinya aktris yang baik. Selain bisa berbohong, ia juga bisa meyakinkan ibunya dengan cara bicaranya.
“Apakah kamu terbiasa berbohong?” Tamu Atthara.
“Tentu saja tidak, Mas!”
“Tapi kenapa aku melihatmu seperti profesional?”
“Mas yang membuatku berbohong.” Cicit Lulu.
“Apa?”
“Tidak apa-apa. Aku tidak pernah berbohong karena Allah tidak akan menerima amal dan perbuatan baikku. Aku berbohong demi bisa mempertahankan panti asuhan. Entah Allah akan mengampuniku atau tidak, wallahualam.”
“Apa kamu tidak lelah dengan semua aturan itu?”
“Tidak. Tanpa aturan itu, umat Nabi Muhammad tidak akan bisa membedakan mana baik dan mana buruk, mana halal dan mana haram, mana hak dan mana bukan.”
“Terserah lah!”
Lulu memandangi Atthara. Ia bertanya dalam hati, kapan pintu hati suaminya akan terketuk untuk lebih mengenal Allah?
Satu jam perjalanan telah berlalu. Lulu yang merasa ingin ke kamar mandi, meminta Atthara untuk singgah ke sebuah masjid atau toilet umum.
Rudi yang mengerti, mencari tempat yang bisa mereka singgahi. Saat melihat masjid, Rudi menepikan mobilnya dan memarkirkannya di pelataran masjid.
“Mas tidak turun?” Tanya Lulu.
“Kamu saja.”
“Bolehkah sedikit lama?”
“Kamu mau apa berlama-lama di toilet?”
“Bukan di toilet, Mas. Aku mau sholat dhuha.”
“Ini bukan waktunya sholat!”
“Sholat dhuha itu sholat sunah yang dilakukan pada saat matahari mulai terbit sampai sebelum masuk waktu dzuhur. Sholat sunah ini bermanfaat untuk membuka pintu rezeki.”
“Bukankah hanya ada sholat 5 waktu?” Lulu tersenyum dengan Atthara yang mulai penasaran.
“5 waktu itu yang wajib dan tidak boleh ditinggalkan, Mas. Kalau sholat sunah dilakukan akan mendapatkan pahala, kalau tidak dilakukan tidak mendapatkan apa-apa. Selain sholat dhuha, masih banyak lagi sholat sunah lainnya seperti sholat tahajud yang dilakukan di tengah malam, sholat istikharah untuk meminta petunjuk, sholat hajat yang dilakukan saat memiliki hajat tertentu, dan masih banyak lagi.” Jelas Lulu.
“Lalu kenapa kamu melakukannya?”
“Tentu saja aku mau mendoakan suamiku! Semoga Allah selalu membukakan pintu rezeki Mas Atthara dan menghindarkan Mas dari bisikan syairkan.”
“Terserah kamu! Cepatlah!” Kata Atthara.
Lulu tersenyum seraya menarik tangan Atthara untuk mencium punggung tangannya. Kali ini Lulu juga membaliknya dan mencium telapak tangannya. Atthara sampai tersentak dibuatnya.
“Ini dimaksudkan untuk mengharap berkah, Mas.” Kata Lulu tersenyum.
Setali Lulu keluar dari mobil, Atthara merasakan tangannya. Salam yang pertama kali Lulu lakukan membuatnya merasakan gelengan aneh. Ia yang awalnya hanya ingin menunggu, berakhir keluar dari mobil dan duduk di teras masjid.
“Mas disini?” Tanya Lulu yang baru keluar dari masjid.
“Di mobil gerah!”
“Gerah?” Lulu merasa aneh dengan jawaban Atthara karena mobilnya memiliki AC.
“Sudah?” Lulu mengangguk.
Atthara berjalan menuju mobil lebih dulu. Lulu mengikuti dan masuk ke dalam mobil. Perjalanan selanjutnya, Lulu tidak membaca bukunya melainkan tertidur. Atthara menggelengkan kepalanya.
Setelah menyimpan tabletnya, ia menggeser tubuhnya sedikit dan menarik leher Lulu perjalanan agar bisa bersandar nyaman di bahunya. Setelah merasa posisinya pas, Atthara juga ikut memejamkan mata karena masih ada waktu satu jam sebelum mereka sampai.