Suatu hari hidup seorang pangeran bernama Afnan Azkiya yang mendapatkan julukan pangeran tertampan di dunia dan dia bertunangan dengan putri kerajaan paling cantik di benua manusia.
namun konflik antara kerajaan mereka terjadi karena ada Kerajaan yang telah menipu kerajaan tunangannya dengan surat palsu agar mereka berperang yang membuat kerajaan sang pangeran hancur lebur dan dia dijadikan selir pertama laki-laki di dunia dengan penuh hinaan dan ejekan namun suatu hari ternyata kebenaran terungkap yang membuat sang pangeran mencari kerajaan mana yang bersengkongkol untuk membuat kedua kerajaan berperang.
Inilah kisah seorang pangeran yang mencari kerajaan yang membuat kedua kerajaan berperang namun siapa sangka ternyata sang pangeran memiliki takdir yang lebih sulit daripada itu yang membuat dia harus melawan seluruh dunia,takdir apakah itu? ikuti kisah sang pangeran yang menantang seluruh dunia demi membalas dendam keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GEZA KUSUMA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan
1 Bulan telah berlalu
Kota Harmonia dipenuhi gemerlap. Para pangeran dan putri kerajaan datang menggunakan kuda kencana yang megah, diiringi oleh para pengawal berpakaian kebesaran. Istana kerajaan tampak bersinar, dihiasi dengan kemewahan yang menakjubkan, sementara ratusan tamu memenuhi aula istana dengan balutan pakaian paling mewah mereka.
Semua mata tertuju pada satu pertanyaan besar: Siapa pria beruntung yang akan menikahi wanita tercantik di benua manusia wanita yang kecantikannya disamakan dengan peri dari legenda?
Tiba-tiba, dari lantai dua istana, muncul sosok anggun berbalut gaun pengantin putih yang memukau. Rambut hitamnya terurai hingga ke punggung, matanya hitam berkilau bagaikan bintang malam, dan setiap lekuk tubuhnya tampak sempurna. Kulitnya seputih salju, bibir merah ceri nya memberi kesan memikat dia seperti jelmaan peri dalam dongeng.
pangeran yang hadir tampak terguncang wanita yang cantik seperti peri ini benar-benar menikah.membuat pangeran terbakar api cemburu yang membara dan ingin mencabik-cabik pria yang dinikahinya .
Bella Caily tersenyum tipis, melangkah satu langkah berkata dengan keras “karena kalian tidak sabar melihat pria beruntung mana yang akan menikahi ku sekarang akan ku tunjukan.”
Langkah tenang seorang pria tinggi muncul dari balik tirai. Ia mengenakan pakaian pengantin hitam yang mewah. Penampilannya sempurna, bak boneka hidup yang memikat. Rambut hitamnya tersisir rapi menyatu dengan wajahnya yang bagaikan lukisan yang hidup, dan mata birunya bagaikan samudra luas siap menenggelamkan siapa pun dalam pesonanya. Kulitnya putih dan halus, tubuhnya tegap, memancarkan daya tarik yang mematikan.
Pangeran Nabil Karim bergumam kesal, “Bagaimana mungkin? Wanita tercantik dan pria tertampan di dunia ini... menikah? Tuhan benar-benar sedang bermain-main dengan takdir.”
Dengan penuh kelembutan, Afnan Azkiya menggenggam tangan Bella Caily dan menuntunnya menuruni tangga menuju kereta kencana terbuka yang akan membawa mereka ke gereja kerajaan. Sepanjang perjalanan, masyarakat menyaksikan mereka dengan kekaguman dan terpukau. Desas-desus segera menyebar luas tentang pasangan yang serasi dan sempurna ini, layaknya boneka hidup yang turun dari surga.
Gereja kerajaan Harmonia.
Di dalam gereja, para raja dan ratu duduk dengan penuh ketertarikan . Pintu utama terbuka lebar, dan pasangan pengantin melangkah masuk bersamaan. Keheningan menyelimuti ruangan saat semua mata tertuju pada mereka—begitu menawan, begitu tak nyata.
Mereka berjalan perlahan menuju altar, tempat pendeta sudah menanti dengan wajah terkejut yang segera digantinya dengan senyum hangat.
Pendeta berkata dengan keras “karena para mempelai sudah muncul mari kita mulai upacaranya.”
"Silakan, pasangan pria menyampaikan sumpahnya kepada pasangan wanita.”
Afnan Azkiya penuh keyakinan berkata dengan lembut.
“aku bersumpah akan melindungi istriku dari bahaya maupun ancaman orang lain dan mencintainya dengan segenap hatiku, dengan kasih sayang yang tak pernah padam.”
“Silahkan, pasangan wanita untuk menyampaikan sumpah.”
Bella Caily menatap Afnan Azkiya berkata dengan lembut.
“Aku bersumpah akan menyayangi suamiku dengan kelembutan dan cinta yang tak tergoyahkan. Aku akan berusaha membuatnya bahagia, agar tak ada lagi kesedihan dalam hidupnya.”
“Silahkan pasangan pria untuk memberikan cincin pernikahan.”
Afnan Azkiya berlutut, mengeluarkan cincin berlian, dan menyelipkannya ke jari manis tangan kanan Bella Caily.
“Sekarang, silakan kedua mempelai berciuman dan berpelukan.”
Afnan bangkit, menarik Bella Caily ke dalam pelukan, dan mencium bibirnya dengan lembut.
"silahkan untuk kedua pasangan bersujud kepada orang tua kalian."
Afnan Azkiya bersama Bella Caily bersujud kepada Baim Daris,Baim Daris berkata dengan lembut "semoga tuhan membuat kalian selalu bahagia."
Afnan Azkiya berkata dengan lembut kepada Baim Daris "terimakasih ayah mertua telah memberikan doa dan restu."
Afnan Azkiya bersama Bella Caily bangkit dari sujudnya dan tetap bergandengan tangan.
Pendeta berkata dengan keras
"selamat kalian menjadi pasangan yang sah. semoga tuhan memberkati kalian dengan kebahagiaan dan kebaikan."
Malam pun tiba
Langit di atas Kerajaan Harmonia begitu jernih malam itu. Bintang-bintang berkelip cerah, dan bulan menggantung megah di angkasa. Di balkon istana yang tinggi, Afnan Azkiya dan Bella Caily berdiri berdampingan. Tangan mereka saling menggenggam erat, seolah takut kehilangan satu sama lain. Angin malam berembus pelan, membawa aroma bunga kerajaan yang mekar sempurna.
Bella Caily memecah keheningan bertanya dengan lembut "kenapa saat kita sedang upacara pernikahan kamu terlihat sedih?."
Afnan menghela napas perlahan, sorot matanya kosong memandangi bulan menjawab dengan sedih. "Karena… ayah dan ibuku tidak ada saat aku menikah,"
Bella Caily menundukkan wajahnya, merasa bersalah dalam hatinya berkata dengan sedih "maafkan aku ini salahku karena aku bertindak gegabah dan tidak melihat kebenarannya dan langsung membunuh keluargamu dan juga ayahmu."
Afnan menggelengkan kepalanya , lalu menatapnya penuh kelembutan. Berkata dengan lembut
"Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Semua ini juga karena aku... Penampilanku membuat iri para pangeran, dan pertunangan kita membuat para putri kerajaan membencimu. Mereka ingin menjatuhkan kerajaanku agar aku tunduk, dan saat mereka mengira aku diasingkan, mereka mencoba membawaku ke kerajaan mereka, memaksaku menikahi putri mereka."
Menghela napas panjang, lalu berkata dengan sedih,"Lucu, bukan? Ironis. Semua kehancuran itu hanya karena satu hal aku terlalu bersinar untuk dunia yang penuh gelap."
Afnan Azkiya menoleh pada Bella Caily dan menggenggam tangannya lebih erat. Berkata dengan lembut
"Tapi kamu... kamu adalah cahaya dalam hidupku. Jika cahaya itu padam, maka yang tersisa hanya kegelapan. Jika kamu mati… aku tidak punya harapan. Aku akan hidup hanya untuk membalas dendam… sampai akhirnya aku pun ingin mati."
Mata Bella Caily bergetar mendengar kata-katanya. Perlahan, ia tersenyum tipis dan menempelkan tangannya ke dada Berkata dengan lembut.
"Kalau aku adalah cahayamu... bagaimana dengan yang sedang tumbuh di dalam perutku? Apa dia bukan cahaya yang lebih terang?"
Afnan Azkiya menatap perutnya, lalu kembali memandang Bella Caily dengan mata penuh makna Berkata dengan lembut
"Dia... dia bukan hanya cahaya. Dia adalah separuh jiwaku. Jika ada yang berani menyakitinya… aku akan membalas dengan seribu kali lebih kejam dari apa pun yang pernah dilihat dunia."
Air mata mengalir di pipi Bella Caily. dia melangkah maju, memeluk Afnan Azkiya dengan erat, seolah ingin menyatu dengannya. Bibirnya menyentuh bibir Afnan Azkiya, lembut namun penuh hasrat dan cinta. Afnan Azkiya sempat terkejut, tapi segera membalas pelukannya dengan sepenuh hati, membenamkan dirinya dalam kehangatan yang telah lama ia rindukan.
Malam pun menyelimuti mereka, membiarkan waktu berhenti sejenak untuk dua jiwa yang telah melewati kesakitan, kini saling menemukan dalam cinta dan luka yang tak terucapkan.
Aula utama kerajaan Harmonia
Aula utama dipenuhi kemegahan. Lampu kristal ber gemerlap, taburan bunga langka memenuhi ruangan dengan wangi lembut. Raja, ratu, para pangeran dan putri dari seluruh kerajaan di benua manusia berkumpul, berpesta dengan meriah. Denting musik lembut mengalun, dan semua tamu menanti dengan penuh harap—para pangeran ingin melihat sang pengantin wanita, sementara para putri tak sabar menyaksikan sang pengantin pria, membiarkan diri mereka bermimpi untuk memilikinya meski hanya dalam khayalan.
Tiba-tiba, dari lantai dua, Afnan Azkiya dan Bella Caily muncul bergandengan tangan. Keheningan sejenak menyelimuti aula saat semua mata tertuju pada mereka. Keanggunan mereka seolah menahan napas seluruh ruangan. Afnan Azkiya mengenakan pakaian bangsawan hitam beraksen emas yang membuat sosoknya bak lukisan hidup, sementara Bella tampak seperti dewi dalam balutan gaun putih berkilauan yang memancarkan cahaya ke mana pun ia melangkah.
Tatapan iri dan decak kagum membanjiri ruangan. Api cemburu membara di dada para pangeran dan putri yang hadir. Namun tak satu pun dari mereka sanggup berpaling.
Pasangan itu menuruni tangga perlahan, memisahkan diri sejenak untuk menyambut para tamu. Afnan Azkiya dikerumuni pangeran-pangeran dari berbagai kerajaan, sedangkan Bella Caily disambut hangat oleh para putri bangsawan.
Obrolan Para Pangeran
Pangeran Luis Gyani mendekat dengan senyum tipis. Berkata dengan lembut
"Azkiya, sungguh kau pria paling beruntung. Bisa menikahi wanita tercantik di benua ini… sungguh mimpi banyak pria."
Afnan Azkiya tersenyum sopan. Berkata dengan lembut "Terima kasih atas pujianmu. Sebenarnya… dia sudah menjadi tunanganku sejak sepuluh tahun yang lalu."
Luis Gyani menatap Afnan Azkiya penuh ketertarikan, lalu bertanya dengan hati-hati.
"Aku ingat… tapi ada yang janggal. Ayahmu… keluargamu… mereka tidak tampak. Ke mana mereka?"
Afnan Azkiya terdiam sejenak. Sorot matanya berubah sayu. Berkata dengan perlahan
"...Maaf, itu rahasia yang tidak akan pernah aku bagi. Termasuk padamu."
Luis Gyani mengangguk pelan, menghormati keheningan itu. Berkata dengan lembut
"Tentu. Beberapa rahasia memang harus tetap tersimpan. Ayo, kita minum bersama saja malam ini."
Obrolan Para Putri
Di sisi lain aula, Bella Caily berkumpul bersama para putri kerajaan. Suasana riang terdengar dalam tawa kecil dan bisikan kekaguman.
Adeline Amalia, putri dari Kerajaan Alavine, memandang Bella sambil menghela napas kagum. Berkata dengan lembut
"Kau benar-benar wanita paling beruntung, Caily. Menikahi pria setampan itu… aku bahkan sempat bermimpi dialah pangeranku."
Bella tersenyum lembut. Berkata dengan lembut "Dia adalah tunanganku sepuluh tahun lalu. Dan... aku pun memikul banyak dosa padanya. Mungkin ini caraku menebus semuanya."
Adeline Amalia menatapnya serius. Bertanya dengan serius "Dosa apa yang kau maksud?"
Bella Caily menggeleng kepalanya, matanya menatap kosong sejenak sebelum menjawab dengan lembut.
"Itu rahasia antara aku dan suamiku. Bahkan padamu, sahabatku… aku tak bisa mengungkapkannya. Ini janjiku pada Azkiya."
Adeline mengangguk, menghargai kejujuran itu. Lalu matanya berbinar penuh semangat.
"Baiklah! Kalau begitu, waktunya acara yang paling ditunggu pesta dansa! Ini kesempatanmu menari bersamanya di hadapan dunia!"
Bella Caily mengangguk perlahan dan menarik tangan Afnan Azkiya ketengah aula untuk berdansa bersama.
Pasangan itu mulai berdansa. Gerakan mereka begitu selaras, seolah dua jiwa yang telah lama terikat. Langkah mereka ringan, berputar ke kanan dan kiri dengan lembut, seperti sepasang angsa putih menari di atas danau tenang. Cahaya lilin memantul di gaun Bella Caily dan mata Afnan Azkiya, menciptakan gambaran surgawi yang membuat semua orang terpaku.
“Prok”
“Prok”
“Prok”
Dari kursinya, Baim Daris, ayah Bella, bergumam dengan suara lembut namun penuh makna.
"Sungguh pasangan yang serasi, bukan hanya dalam penampilan... tapi dalam jiwa mereka. Beruntung sekali anakku bisa bertunangan dengannya."
Ia menunduk, matanya berkaca-kaca.berkata dengan sedih "Maafkan aku, sahabatku… kau tak bisa menyaksikan ini karena perbuatanku."
Kamar Bella Caily dan Afnan Azkiya
Afnan Azkiya duduk di tepi ranjang, memandangi cahaya bulan yang menerobos masuk lewat jendela, menyinari rambut panjang Bella Caily yang tergerai.
Afnan Azkiya tersenyum tipis dan berkata pelan, "Sepertinya malam ini... akan menjadi pengulangan dari masa lalu. Tapi kali ini, aku bukan lagi selirmu. Aku adalah suamimu."
Bella Caily mendekat, duduk di hadapannya dengan senyum menggoda.
"Kalau begitu... tak perlu ada rasa malu. Malam ini, aku akan mengikuti semua keinginanmu, sepenuhnya sebagai istrimu."
Dengan perlahan, Bella Caily melepaskan jubah luar, menyisakan balutan sutra tipis yang mengikuti lekuk tubuhnya. Wajahnya mendekat pada Afnan Azkiya, napasnya lembut namun menggoda.
"Kenapa kau tidak mendorongku ke ranjang, seperti yang pernah kulakukan padamu dulu? Bukankah kau ingin... membalas dendam?"
Tatapan Afnan Azkiya membara. Api yang selama ini ia pendam amarah, kerinduan, rasa bersalah, dan cinta bercampur menjadi satu. Ia menarik Bella Caily dengan kuat ke dalam pelukannya, membaringkannya di ranjang yang dipenuhi kelopak bunga.
Bella Caily berkata dengan lembut “Waktunya kita mulai.” Bella Caily tersenyum tipis dan merasakan tusukan di kebun sucinya hingga mengeluarkan suara kesakitan yang menawan. mungkin ini untuk kedua kalinya bagi Bella Caily dan Afnan Azkiya namun sekarang berbeda karena Afnan Azkiya penuh nafsu birahi ingin memuaskan amarah pada tubuh indahnya.
pagi pun tiba
Mentari pagi menyusup lewat tirai, menerpa wajah Bella Caily yang terbaring lemah di pelukan Afnan Azkiya. Bella Caily membuka mata perlahan dan tersenyum lelah namun bahagia
"Kau benar-benar seperti binatang buas semalam… satu hari penuh," berkata dengan setengah bercanda, setengah mengeluh manja.
Afnan Azkiya tertawa kecil, membelai rambutnya dengan lembut.bertanya dengan lembut "Tapi... kau tidak terluka, kan?"
Bella Caily menggeleng kepalanya.berkata dengan lembut
"Tidak. Mungkin ini cara ku menebus dosa... meski rasanya aku hampir hancur olehmu."
Afnan Azkiya memeluknya erat, mencium keningnya dengan sayang.berkata dengan bercanda
"Aku tak ingin menyakitimu… tapi aku juga tak sanggup menahan semua ini lagi."
Aroma cinta masih melekat di udara, memenuhi kamar mereka dengan kehangatan yang tak terucap.
Tak lama kemudian, keduanya bangkit, mengenakan pakaian bangsawan berwarna biru langit warna yang melambangkan awal baru. Mereka berjalan keluar dari kamar dengan langkah ringan, menyambut hari baru bersama sebagai suami istri bukan lagi musuh, bukan lagi masa lalu.